Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Berguru Pada Desa

Berguru Pada Desa

Published by Ma'in Mustafid, 2020-03-26 22:27:32

Description: Berguru Pada Desa

Search

Read the Text Version

Exploitasi Sumber Daya Alam Desa dan Ketidakadilan Perempuan situasi di indonesia semakin kritis. Walaupun Indonesia sangat terkenal dengan kekayaan alamnya, tetapi,tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya,justru sebaliknya,masyarakat masih hidup dibawah garis kemiskinan dengan semakin sulitnya mengkases kekayaan alam yang dimiliki sebagai sumber kehidupannya. Pola pembangunan yang bertumpu pada investasi asing, semakin mempersempit peran dan terus melemahkan serta meminggirkan hak masyarakat dan masyarakat adat,khususnya perempuan.7 Dengan dalih untuk kesejahteraan masyarakat serta men­ am­ bah pendapatan daerah,pemerintah daerah sering menge­ luarkan izin kuasa pertambangan, pengelolaan kawasan hutan,dan sebagainya, tanpa melihat kelengkapan dokumen maup­ un analisis terhadap dampak lingkungan hidup,bahkan tidak sedikit yang kemudian tidak ada izin usaha pertambahan ataupun pengelolaan akan sektor sumberdaya alam. Kebijakan-kebijakan terkait lingkungan dan sumberdaya alam, seperti UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara, UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, dan kebijakan lainnya, dinilai masih belum memberikan perlindungan dan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat mengelola sumberdaya alamnya secara berdaulat. Kebijakan sumberdaya alam, masih bertumpu pada kekuatan modal dan perusahaan- perusahaan baik nasional maupun internasional, dalam pengelolaannya, belum berbasis pada rakyat, serta didukung dengan lembaga keuangan internasional. Jelas terlihat bahwa kebijakan pengelolaan sumberdaya alam sampai saat ini, 7 Handri Thiono, “Potret Komoditas Tambang Indonesia”, 2010, http://www.danareksa- research.com/ekonomi/publikasi-media/216-menu-options 427

Berguru Pada Desa masih berpihak pada pemodal, bahkan memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengkriminalisasikan masyarakat. Di mana pada beberapa undang-undang terkait lingkungan dan sumberdaya alam termuat pasal yang menyebutkan siapa saja yang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu kegiatan pertambangan, maka akan dikenakan sanksi pidana atau denda. Pasal tersebut kemudian, dijadikan senjata oleh perusahaan untuk mengkriminalkan masyarakat yang sedang memperjuangkan lingkungan dan sumberdaya alam mereka. Kalau ada pilihan lain hidup pada ruang yang menindas, kami akan pergi ke sana dan bermukim di sana, sayang ruang yang bebas penindasan itu hanya ada dalam mimpi. Eksploitasi sumber daya alam dan penggusuran atas nama pembangunan, semakin memarjinalkan akses dan kontrol perempuan atas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta menafikkan peran perempuan sebagai pengelola alam. Konstruksi jender yang masih menempatkan perempuan sebagai pemelihara keluarga dan rumah tangga, membuat perempuan harus berpikir lebih dalam menyediakan makanan, air bersih, dan kebutuhan rumah tangga lainnya, hingga dalam hal pendidikan anak-anaknya. Di kala perekonomian semakin sulit, perempuan harus bekerja lebih, baik dalam kerja-kerja domestik maupun dalam bekerja untuk mencari penghasilan demi memenuhi kebutuhan keluarga. Hilangnya akses dan kontrol terhadap sumber kehidupan dan penghidupan, yang semakin memiskinkan masyarakat, akan berdampak lebih pada perempuan, dan meningkatkan kekerasan terhadap perempuan, baik dalam ranah rumah tangga maupun publik. Situasi tersebut mendorong perempuan perlu berbicara 428

Exploitasi Sumber Daya Alam Desa dan Ketidakadilan Perempuan mengenai lingkungan dan sumber daya alam, karena in­ dustri­a­lisasi atau pembangunan telah4, pertama, Memb­eri­ kan dampak yang luar biasa terhadap seluruh aspek ling­ kungan (tanah, air, mineral, organisme kehidupan, atmosfer, iklim, dan seluruh proses kehidupan perempuan. Kedua, memunculkan relasi yang kuat antara pemiskinan dan degra­dasi lingkungan, bahkan degradasi lingkungan dengan kekerasan. Ketiga, memunculkan adanya penyimpangan pembangunan yang berbasis pada pandangan dan pendekatan pembangunan yang patriarki (patriarchal maldevelopment), sehingga memunculkan relasi yang kuat antara kemiskinan dan degradasi lingkungan. Pembangunan yang partiarkhi dapat dicirikan dengan: (a) Marginalisasi fungsi alam/ ekosistem bagi kehidupan bersama, (b) Penggunaan ilmu pengetahuan, teknologi dan sistem kehidupan yang ekslusif, (c) Penghancuran kearifan tradisi/budaya Perempuan dalam PLSDA, (d) Penggunaan kekuasaan yang berbasis pada kekerasan, (e) Kepentingan kehidupan perempuan banyak dikorbankan, (f ) Eksploitasi sumber-sumber ekonomi/ kehidup­ an perempuan.8 Perempuan telah mengalami dampak terberat akibat pe­ rampasan sumber daya alam yang dilakukan oleh Industri ekstraktif di desa, perlawanan massif yang dilakukan oleh masyarakat desa berdampak terhadap isolisasi akses masyarakat pada ruang publik desa, akibatnya masyarakt tidak memiliki posisi tawar dengan perusahaan karena akan mengakibatkan banyak dampak terutama pada anak-anak mereka.Kalau ada pilihan lain hidup pada ruang yang menindas, kami akan pergi kesana dan bermukim disana, sayang ruang yang bebas penindasan itu hanya ada dalam mimpi. 9 8 Titi Soentoro, Analisis Feminis dan Hak-hak Perempuan atas Sumber Daya Alam, Pre- sentasi 16-20 Agustus 2006. 9 Mintarsih, petani perempuan dari Kalimantan Barat, 429

Berguru dari Kaki Gunung Biru Oleh: Ayub (TA PSD Kab. Poso Tahun 2017) “Semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah…” Ungkapan bijak di atas rasanya pas bagi siapa saja yang ingin mengetahui secara garis besar bagaimana sebuah desa berusaha bangkit dari keterpurukan. Sebut saja Desa Padalembara yang berada di Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desa Padalembara hanya satu contoh dari banyaknya desa di Kabupaten Poso, yang menanggung beban akibat konflik horizontal bernuansa SARA dua dekade silam. Desa Padalembara luluh lantak. 90 persen rumah - rumah penduduknya rusak dan terbakar. Lahan pertanian produktif tidak terurus lagi. Lebih dari separo penduduk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Mereka memilih meninggalkan Poso. Suasana mencekam bahkan masih tergiang-ngiang hingga memasuki masa pemulihan beberapa tahun setelah konflik itu meledak. I Ketut Sunalis Muadi, kepala desa setempat, menuturkan 430

Berguru dari Kaki Gunung Biru bahwa desa ini memang berada di kaki “Gunung Biru”. Kawasan ini dikenal sebagai basis persembunyian kelompok saparatis pimpinan Santoso. Dan sampai sekarang, kawasan ini masih dijadikan daerah operasi militer. Kini, berkunjung ke Desa Padalembara sudah jauh lebih aman dan damai. Udaranya sejuk, lingkungannya bersih, asri, dan rapi. Kehidupan masyarakatnya sudah penuh toleransi. Seakan luka akibat tragedi sosial yang sempat mencabik-cabik keutuhan dan kerukunan masyarakat Poso telah sembuh. Secara historikal, Desa Padalembara merupakan desa transmigran. Program transmigrasi masuk ke Poso waktu itu sekitar tahun 1981. Tak heran desa ini didiami bermacam- macam suku, mulai dari Suku Jawa, Bali, Lombok, Madura, Bugis, dan suku lokal setempat Pamona. Awalnya desa yang berpenduduk 1.120 jiwa ini (data terbaru tahun 2019), hidup penuh kerukunan dan menjunjung 431

Berguru Pada Desa tinggi toleransi. Sebagian besar penduduknya petani. Desa ini pernah dikenal sebagai penghasil kakao dan durian terbesar di Kabupaten Poso sebelum konflik. Pasca konflik, upaya penataan kembali desa telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Karena dana dan kewenangan desa yang masih terbatas kala itu, upaya ini pun belum maksimal. Dana untuk desa dari pemerintah kapupaten, sebagian besar masih diperuntukan membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa. Hanya sebagian kecil saja untuk pembinaan lembaga kemasyarakatan. Sedangkan dana pembangunan desa yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten, masih seringkali belum sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa. Prioritas pembangunan dari Hasil Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbang) desa dan kecamatan, menurut masyarakat setempat, belum diperhatikan saat pembahasan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah. Akibatnya, masyarakat tidak lagi bersemangat mengikuti musrenbang di tingkat desa maupun kecamatan. Sebelum lahirnya UU Desa No 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebenarnya sudah ada Alokasi Dana Desa (ADD) yang diterima Desa Padalembara. Namun nasibnya hampir sama dengan Dana Bangdes. “Pokoknya nyaris belum kelihatan hasilnya pak”, ketus warga desa setempat saat dimintai tanggapan tentang pelaksanaan pembangunan desa sebelum adanya UU Desa Tahun 2014. Lahirnya UU Desa membawa angin segar bagi upaya pemulihan kondisi sosial dan ekonomi Desa Padalembara pasca konflik horizontal. UU No 6 Tahun 2014 dan regulasi turunannya memberi ruang kepada desa untuk merencanakan, mengatur, dan menentukan nasibnya sendiri. 432

Berguru dari Kaki Gunung Biru Dana Desa (DD) yang diterima desa ini meningkat dari tahun ke tahun. Geliat pembangunan cukup terasa pada tiga tahun terakhir. Kondisi yang kondusif, dukungan dan partisipasi aktif masyarakat serta tatakelola pemerintahan yang baik, merupakan faktor utama pendukung suksesnya implementasi UU Desa. Memasuki tahun ketiga pelaksanaan UU Desa, telah banyak kemajuan yang nampak dan dirasakan oleh masyarakat Desa Padalembara. Berikut ini beberapa kegiatan yang telah dan sementara dilaksanakan melalui APBDesa 2015 – 2017. Seperti fasilitas jaringan internet desa. Anak sekolah di desa ini sangat terbantu dengan adanya fasilitas internet desa. Mereka lebih mudah mengenal dunia luar dan mengerjakan tugas sekolah. Sejak Oktober 2017, jaringan internet sudah masuk Desa Padalembara. Fasilitas ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). 433

Berguru Pada Desa Tahun 2017, pemerintah desa menyertakan modal ke BUMDesa sebesar Rp.80 juta. Dialokasikan untuk pem­ bangunan fasilitas jaringan internet desa Rp 20 juta. Bagi warga yang ingin berselancar di dunia maya, dikenakan Rp.5 ribu per 7 jam penggunaan. Ke depan, sudah direncanakan sistem pelanggan rumah dengan tarif Rp 300.000/bulan. Selain usaha internet desa, penyertaan modal BUMDesa Tahun 2017 dialokasikan untuk merintis usaha pupuk organik yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kerjasama ini dilakukan dengan sistem bagi hasil. Pemerintah desa akan menyediakan bahan baku, sementara pihak IPB akan menyediakan tim teknis. Penyediaan bahan baku oleh pemerintah desa dilakukan secara swakelola dan padat karya dengan melibatkan masyarakat setempat. Setiap limbah organik kering yang dikumpulkan 434

Berguru dari Kaki Gunung Biru warga akan dibayar. Produk pupuk organik diyakini dapat mengembalikan produktivitas tanaman kakao penduduk. Demikian halnya Pasar Desa. Pasar ini dibangun melalui Dana Desa dan ADD tahun 2015. Meskipun masih sederhana, pasar ini telah menjadi salah satu aset penggerak ekonomi desa. Setiap hari Kamis, pembeli dan penjual dari dalam maupun luar Desa Padalembara memadati pasar. Sebelumnya, masyarakat desa ini harus menempuh jarak sekitar 25 km untuk berjualan dan berbelanja di Pasar Tangkura (ibukota kecamatan). Selain masyarakat terbantu, desa juga telah mendapat income. Juga demikian dengan PAUD Permata Kasih. PAUD ini dibangun melalui Dana Desa Tahun 2016. Ini merupakan PAUD pertama di Desa Padalembara. Gedungnya dibangun dari Dana Desa sebesar Rp. 300 juta. Kini sudah dimafaatkan. 435

Berguru Pada Desa Peserta didik PAUD kini dapat bemain dan belajar secara gratis. Selain menggratiskan biaya, pemerintah desa juga mengalokasikan dana untuk honor guru. Guru PAUD dihonor Rp.350 ribu per bulan. Pelayanan sosial dasar lainnya yang menjadi kegiatan prioritras Desa Padalembara adalah pelayanan kesehatan warga. Telah dibangun Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) sejak 2017. Setiap tahun juga dianggarkan dana dukungan pelaksanaan Posyandu berupa pemeriksaan kesehatan dan pemberian makanan tambahan bagi balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Kegiatan ini rutin dilaksanakan sekali sebulan yang difasilitasi oleh kader kesehatan desa, bidan desa, serta petugas dari Puskesmas. Untuk mendukung Gerakan Peduli Ibu dan Anak Selamat (Geliat) yang dicanangkan pemerintah kabupaten, disiapkan biaya transportasi (mobil) ibu-ibu yang akan melahirkan yang dirujuk ke Peskesmas atau Rumah Sakit Umum Daerah Poso. Sumber dananya dari PAD desa. 436

Awalnya Disepelekan, Kini Hasilkan Puluhan Juta Rupiah Oleh: Deddy (PLD Kecamatan Tinombo Selatan Kab. Parigi Moutong) Saya Deddy, umur 40-an tahun, telah menjadi bagian sejarah dari pembangunan desa wisata yang ada di Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Saya Pendamping Lokal Desa (PLD) yang bertugas mendampingi desa-desa di kecamatan ini. Boleh dikata, saya ikut serta dalam upaya menyulap Desa Sigenti Selatan dengan potensi hutan mangrove-nya menjadi lokasi wisata baru yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. Saya ikut memprakarsai kegiatan pengembangan hutan mang­rove tersebut. Obyek wisata ini, kini telah menjadi kebanggaan masyarakat Sigenti Selatan secara khusus, dan Kabupaten Parigi Moutong secara umum. Mula-mula pengembangan hutan mangrove ini, berawal dari ide inspiratif saya saat melihat potensi desa yang dibiarkan tak dikelola. Saya berkesimpulan bahwa mangrove dapat dimanfaatkan untuk menambah penghasilan masyarakat sekitar dan juga mendatangkan PAD bagi desa. Dengan berbekal semangat, saya mulai merencanakan 437

Berguru Pada Desa langkahnya. Di awal tahun 2018, dia mengordinasikan kepada pemerintah desa mengenai pemanfaatan hutan mangrove menjadi destinasi wisata.Sontak saja dan tanpa pikir panjang, pemerintah desa tertarik dan menyatakan sangat setuju. Ide itu pun mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah desa melalui pengalokasian Dana Desa Tahun 2018 sebesar Rp.25 juta untuk mewujudkan destinasi wisata hutan mangrove. Selanjutnya, atas izin Pemdes dan tokoh masyarakat, Saya melakukan pembentukan kelompok yang terdiri dari 10 orang warga. Kelompok ini bertugas melaksanakan kegiatan pengembangan distinasi hutan mangrove sebagaimana yang direncanakan. Seperti kata pepatah, tak ada rotan akarpun berguna. Sambil menunggu Dana Desa Tahun 2018 cair, Saya dan anggota kelompok yang telah dibentuk, langsung berinisiatif bergerak memulai kegiatan dengan modal swadaya bersama.Mereka 438

Berguru dari Kaki Gunung Biru memanfaatkan sumber daya alam seadanya, yaitu bambu digunakan sebagai jembatan titian menuju hutan mangrove. Dengan bermodalkan bahan bambu tadi, anggota kelompok saling bantu dan bahu membahu bekerja membangun jembatan titian menuju setiap sudut hutan mangrove. Dan itupun berhasil. Setelah beberapa bulan kemudian, Dana Desa Tahun 2018 cair dari RKUD ke RKDes.Jembatan yang terbuat dari bambu langsung diganti dengan lantai papan dan tiang balok. Penataan secara professional pun dimulai. Bahkan spot foto langsung dibuat bagi yang ingin mengabadikan momen kunjungan di hutan mangrove. 439

Berguru Pada Desa Berkunjung ke tempat ini, bak menikmati sepotong surga yang jatuh ke bumi. Kita disajikan hamparan hijau pohon mangrove. Birunya laut dan hijau mangrove, menyatu dalam pesona wisata alam nan hijau. Hamparan samudera juga terhampar luas di depan mata. Inilah lukisan alam tanda kebesaran Tuhan yang kita temukan di destinasi wisata hutan mangrove di Desa Sigenti Selatan. Lokasi hutan mangrove yang dulunya tidak pernah dilirik dan sunyi senyap, sekarang telah menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi di Kabupaten Parigi Moutong. Dan setelah berjalan selama 6 bulan, lokasi wisata ini dibuka untuk umum.Pemerintah desa beserta kelompok menyepakati melalui rapat bersama, bahwa setiap pengunjung dikenakan kontribusi sebesar Rp.5.000/orang. Terhitung sejak bulan April 2018 sampai September 2018, 440

Berguru dari Kaki Gunung Biru pendapatan objek wisata ini sudah mencapai Rp.45.000.000. Penghasilan tersebut mereka pergunakan untuk mengembang­ kan lagi lokasi wisata itu sehingga semakin menyedot tingkat kunjungan. Mulai saat itu juga, kegiatan pengeloaan wisata mangrove Desa Sigenti Selatan langsung viral. Sudah semakin dikenal. Bahkan mengundang perhatian dari Kementerian Desa Pengembangan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indnesia. Akhirnya pada Bulan September 2018, pihak dari Desa Sigenti diundang Kemendesa ke Surabaya untuk menandatangani naskah Surat Perjanjian Kerjasama antara Kelompok Pengelola Wisata Mangrove dengan Kementerian Desa PDTT Republik Indonesia, untuk pengembangan wisata mangrove di Desa Sigenti Selatan. 441

Meraih Hati Masyarakat dengan Transparansi Oleh: Ayub (TA PSD Kabupaten Parigi Moutong) Desa Mertasari berada di wilayah Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Letaknya persis di jalur Jalan Trans Sulawesi. Berbagai macam suku diantaranya Kaili, Bali , Jawa, Bugis Makassar, Gorontalo dan suka lainnya yang mendiami desa tersebut. Desa ini salah satu desa transmigran di Parigi Moutong. Meski penduduknya multi etnis, budaya gotong royong dan toleransi antar umat beragama masih sangat terpelihara dan hingga kini. Salah satu asas yang dianut dalam penyelenggaraan pemerintahan desa adalah azas keterbukan (transparansi). Transparansi dan pelayanan informasi kepada publik erat kaitannya dengan upaya desa untuk menciptakan good goverment. Menurut I Made Karianto (Kades Mertasari), transparansi dan pelayanan informasi kepada masyarakat dapat mengurangi kecurigaan yang berlebihan dari masyarakat, sehingga dapat 442

Meraih Hati Masyarakat dengan Transparansi mencegah secara dini gesekan-gesekan yang timbul di desa. Selain itu transpransi dapat membuka ruang keterlibatan masayarakat secara partisipatif dalam setiap kegiatan atau program yang direncanakan desa. Bentuk-bentuk transparansi yang dilakukan seperti pemasangan baliho/banner. Setiap tahunnya, Pemerintah Desa Mertasari memasang informasi APBDesa di baliho dan dipasang di halaman depan Kantor Desa. Informasi yang disajikan terdiri dari sumber pendapatan serta jenis kegiatan yang akan didanai lengkap dengan alokasi anggaran. Selain baliho APBDesa, pemerintah desa juga mencetak banner untuk setiap jenis kegiatan yang sudah terealisasi dan dipasang di Kantor Desa, sehingga masyarakat desa melihat secara luas kegiatan yang dilaksanakan. Selain memasang baliho, desa juga memasang papan informasi desa yang isinya jenis kegiatan dan program desa. Papan informasi diletakkan di depan Balai Desa. Foto-foto kegiatan 443

Berguru Pada Desa mulai dari proses pelaksanaan sampai kegiatan rampung, ditempelkan di papan tersebut. Foto-foto tersebut selalu diganti oleh perangkat desa dengan foto kegiatan yang baru. Sosilaisasi dalam acara Musayawarah/Pertemuan juga selalu dilakukan pihak desa. Dalam setiap forum musyawarah, baik di tingkat dusun maupun desa, pemerintah desa selalu menyampaikan perkembangan kegiatan. Apakah kegiatan yang sementara dilkasanakan maupun yang telah selesai dilaksanakan. Bahkan pemerintah desa secara aktif turun ke dusun untuk menggali dan mendengarkan gagasan ataupun kebutuhan pembangunan warganya. Bahkan, sosialisasi langsung ke masyarakat secara informal, rutin dilakukan Desa Mertasari. Penyampaian perkembangan kegiatan desa tidak hanya dilakukan dalam pertemuan formal saja. Pemerintan desa biasanya memanfaatkan acara-acara 444

Meraih Hati Masyarakat dengan Transparansi kemasyarakatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan warga. Pertanyaan dan penyampaian warga tetap ditanggapi oleh pemerintah desa, walaupun bukan pada forum resmi. Keterbukaan dan kedekatan pemerintah desa dengan warganya, mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Pembangunan Kantor Balai Desa yang melibatkan swadaya masyarakat (berupa sumbangan materi maupun tenaga) menjadi bukti bahwa transparansi sangat berkaitan dengan kepedulian warga desa terhadap setiap kegiatan yang diprogramkan desa. Berjalannya dengan baik asas transparansi dan pelayanan informasi kepada public, tidak terlepas dari dukungan perangkat desa. Semua perangkat desa difungsikan sesuai tupoksi. Satuan Tugas (satgas) Dana Desa Kementerian Desa PDTT pada September 2018, sempat berkunjung dan mengapresiasi kinerja pemerintah Desa Mertasari. Sebab pencatatan administrasi yang baik dan lengkap. 445

Inisiasi Wisata Terintegrasi; Upaya Ekstensifikasi Pendapatan Desa Oleh: Masjuddin (Pendamping Desa Pemberdayaan Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara) Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Pro­ vinsi NTB, memiliki destinasi wisata tiga gili yang ter­ sohor hingga ke mancanegara. Sering juga disebut Gili Matra, akronim dari Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan. Namun, destinasi wisata di Pemenang belum maksimal dikelola. Seperti Gili Matra. Dampaknya terjadi ketimpangan pendapatan masing-masing desa. Bayangkan saja, tahun 2018, Desa Gili Indah memiliki PADes hampir Rp.4 miliar. Bandingkan dengan Desa Pemenang Barat yang hanya berkisar Rp.348 juta. Padahal Desa Pemenang Barat merupakan gerbang masuk (pelauhan penghubung ke Gili Matra). Desa Malak sedikit beruntung, karena di wilayahnya terbangun hotel dan destinasi wisata pendukung sehingga PADes-nya mencapai Rp684 juta. Lebih nyaris lagi, Desa pemenang Timur hanya mendapatkan pembagian Rp.288 juta. 446

Inisiasi Wisata Terintegrasi Upaya Ekstensifikasi Pendapatan Desa Solusi terhadap permasalahan di atas adalah pengembangan wisata yang merata, dengan memberikan porsi perhatian yang sama terhadap semua desa. Setelah berdiskusi dengan camat, kepala desa, pendamping dan stakeholder lain, disepakati mendorong paket wisata terintegrasi. Sehingga semua desa bisa merasakan manfaat pariwisata secara merata. Strateginya adalah membuat paket perjalanan bagi wisatawan. Selain ke gili, turis juga bisa merasakan sensasi wisata di Pemenang Timur, Pemenang Barat, dan Malaka. Dengan skema tersebut diyakini lebih mantul. Di Pemenang Barat, ada ekowisata Kerujuk dengan air terjun dan kolam pemandian yang dikelilingi kuliner rakyat. Di sebelahnya, Desa Pemenang Timur, terdapat objek wisata Air Terjun Tiu Roton yang tidak kalah ekstenrik dengan Kerujuk. Bagi penggemar wisata alam terbuka, ada pilihan wisata Bukit Melka di Desa Malaka. Menapaki bukit ini, tentu punya tantangan sendiri. Track yang dilalui lumyan berat dengan jalan setapak, berkelok, dan kadang naik turun bukit. 447

Berguru Pada Desa Pokdarwis di Desa itu merencanakan akses ke sana dengan menyediakan motor trail atau berkuda. Soal ekonomi kerakyatan, pasti masyarakat bisa memanfaatkan dengan berjualan kuliner, cendramata. Selain itu, memperkuat integrasi, akan ditawarkan paket dalam bentuk paket wisata dengan harga paket dan service memuaskan. Termasuk sedang digagas pengelolaan berbasis syariah sudang dirintis. Paket wisata akan terasa lengkap dengan menggabungkan wisata kuliner Pandanan dan Nipah, sudah dapat lebih dulu masyhur dengan kuliner serba ikan yang aroma dari kejauhan mereos banget (Baca: Aroma khas dan menggoda). Upaya pendukung untuk mewujudkan ini adalah memfasilitasi terbentuknya BUMDes Bersama Pemenang pada Tahun 2017 yang ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Miliki Desa Bersama. Setelah itu, dilaksanakan pemetaan dengan hasil sebagaimana dijelaskan diatas, yakni masing-masing daerah dibuatkan ikon wisata dan terkoneksi dengan yang lain. Tahun 2018, jalan utama Tiu Roton dibangun oleh daerah sepanjan 2,5 Km. Kemudian tahun 2017 dan 2018, dikembangkan Ekowisata Kerujuk dengan dibangunnya homestay dan penataan wisata. Sedangkan tahun 2019 mendapatkan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi NTB sebesar Rp.100 juta untuk penataan lingkungan dan pengelolaan sampah. Sementara itu, Nipah dan Pandanan sudah sejak lama dikembangkan menjadi area makanan serba ikan. 448

Inisiasi Wisata Terintegrasi Upaya Ekstensifikasi Pendapatan Desa No Destinasi Desa Alamat Video Youtube 1. Tiu Roton Pemenang Timur https://youtu.be/ Trengan uxwKdnjsgCU 2. Ekowisata Pemenang https://youtu.be/Q8gCW- Kerujuk Barat (Persiapan wPL9F4 Menggala) https://youtu.be/ixY6RPS- 05es https://youtu.be/uFqjgmK- b2eQ https://youtu.be/3J2dCrl- tNw4 3. Wisata Kuliner Malaka https://youtu.be/fEY7_T7A- Pantai Nipah Mug 4. Gili Matra Gili Indah https://youtu.be/YQhITA- 3AB3c https://youtu.be/mddE- JQEULMO 449

Transformasi PLD dalam Memajukan Desa Oleh: Burhanuddin (Koordinator Provinsi P3MD Kepulauan Riau) Babandi atau yang lebih akrab dengan panggilan Baban adalah salah satu putra terbaik dari desa. Pemuda kelahiran 1987 ini aktif dalam kegiatan kegiatan social kemasyarakatan yang ada di desanya. Dia rajin dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat, desa maupun organisasi kemasyarakat yang ada di desa. Berkat ketelatenan dan komitmen dia dalam pengabdian di masyarakat, pria Lulusan SMA Siantan tahun 2006 ini di terpilih menjadi Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Batu Belah pada tahun 2007 yang merupakan tanah kelahiran pemuda ini dalam usia yang baru 20 tahun. Dalam menjalankan tugas sebagai Sekdes desa Batu Belah, Baban Baban Rajin dan Disiplin dalam menjalankan tugas tugasnya, pemuda yang masih lajang pada saat itu menyampaikan tugas pengabdian kepada masyarakat dan desa adalah panggilan Jiwa dan desa Batu Belah adalah desa yang berada di kepulauan dan sulit diakses dalam pengembangan 450

Transformasi PLD dalam Memajukan Desa desa. Pemuda yang masih lajang inipun setelah satutahun enam bulan banyak pihak yang mendorong untuk mengikuti tes menjadi PTT di kecamatan agar Baban bias lebih banyak membantu desa lain karena prestasi yang diraihnya selama menjadi Sekdes Batu Belah sehingga pada bulan Desember tahun 2008 baban mengikuti Tes Pengawai Tidak Tetap (PTT) dan pada Tanggal 05 Januari berdasarkan SK Bupati Kepulauan Anambas No: 1/814/I/2009 dia di tempatkan di Kantor Camat Siantan sebagai Pegawai Tidak Tetap di pemerintahan kabupaten Kepuluan Anambas. Belum genap 2 tahun menjadi PTT Baban yang terkenal santun ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati diangkat sebagia Pejabat Kepala Desa Batu Belah Sampai dilantiknya Kepala Desa Defenitif Pada Tanggal 30 Januari 2011. Banyak prestasi yang diraih selama menjabat sebagai PTT dan Pjs Kades sehingga pemerintah Daerah Kabupaten 451

Berguru Pada Desa Anambas melihat bapak Baban sebagai personal yang layak untuk diberi tugas tugas untuk memajukan desa desa yang ada di kabupaten Kepulauan Anambas, di Tahun 2012 Baban diangakat Menjadi Pejabat Sementara Kepala Desa Temburun Kecamatan Siantan Timur sampai dilantiknya Kepala Desa Terpilih pada Januari 2013, setelah melaksanakan Tugas sebagai Pjs. Kepala Desa Temburun Saya Kembali Menjadi PTT dikecamatan Siantan Timur sampai ahir 2013. Setelah malang melintang dari Sekdes, PTT, PJs Kades, hingga calon Legislasi kdi kabupaten Anambas pria dari 1 anak ini di Tahun 2016 mengikuti Seleksi Sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD) Pada Rekrutmen Pendamping Desa Propesional dari P3MD Provinsi Kepulauan Riau, setelah dinyatakan Lulus di Tempatkan berdasarkan Surat Perintah Tungas Nomor :03.056/PMD DUKCAPIL/SPT.PLD. KPA/I/2017dia ditempakan di Kecamatan Siantan Timur Kabupaten Kepulauan Anambas untuk mendampingi Desa Batubelah, Temburun dan Desa Air Putih, lebih kurang 452

Transformasi PLD dalam Memajukan Desa satu tahun menjadi Pendamping Lokal Desa banyak ilmu dan pengalaman yang didapat dari Tenaga Ahli Kabupaten Maupun Tenaga Ahli Provinsi. Selama menjadi PLD pria masih muda ini aktif dalam menjadi desa didalam implementasi Undang Undang Desa, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pelaporan. Banyak hal yang dilakukan oleh PLD ini, dengan harapan bahwa desa yang didampingi ini agar bias lebih maju dari sebelumnya. Pak babandi rajin juga belajar tentang ilmu ilmu pemberdayaan karena dalam pemberdayaan kunci utamanya adalah harus banyak belajar baik dari senioritas dari para Tenaga ahli yang ada di kabupaten maupun di propinsi, selain itu pria dari suami ibu Rati Pratiwi yang selalu mensupport kerja dari sang suami ini selalu rajin belajar dari studi kasus dilapangan termasuk dalam hal ini adalah memfasiltasi ketia ada kendala kendala maupun masalah masalah yang ada di desa dampingannya, baik, masalah administrasi, pekerjaan fisik maupun masalah masalah lain yang mengharuskan Pendamping sesuai SOP pendampingan harus turut membantu desa. 453

Berguru Pada Desa Dengan berbekal ilmu dan pengalaman tersebut membulatkan tekad Bapak Babandi memberanikan diri untuk mencalonkan diri pada Pemilihan Kepala Desa Batu Belah Pada Tanggal 25 Oktober 2017 dengan mengantongi 180 Suara dan dinyatakan sebagai calon Kepala Desa Terpilih kemudian dilantik pada tanggal 19 Desember 2017 Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepulauan Anambas Nomor: 541 Tahun 2017. Dengan masa jabatan Kepala Desa Periode 2017 – 2023. Dengan berbekal dari banyak pengalaman terutama saat menjadi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) kementerian desa inilah bapak Babandi menjalankan tugas tugas sebagai kepala desa yang dipilih oleh masyarakat desa beliau mampu menjalankan apa yang menjadi tugas sebagai kepala desa sesuai dengan amanat Undang Undang Desa Nomor 6 Tahan 2014. Ini bisa dilihat dari beberapa prestasi yang diraih oleh desa Batu Belah kecamatan Siantan Timur Kabupaten Anambas dibawah kepemimpinan Pria yang hanya lulusan SMA ini. Diantara beberapa Prestasi yang diraih oleh desa belah adalah : Pertama, awal tahun masa jabatannya, Tahun 2018 desa batubelah jadi desa terbaik bidang informasi public di tingkat kabupaten kabupaten Anambas. Dalam menjalankan tugas sebagai kepala Desa, bapak babandi terbuka terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang ada di desa. Dalam upaya menjalankan fungsinya, beliau melaksanakan Musyawarah Desa dengan melibatkan semua pihak, mulai dari kelembagaan di desa, tokoh masyarakat, RT RW dan unsur kepemudaan dalam menyusun perencanaan desa sesuai dengan mekanisme yang ada. Selain itu APBDes desa Batu Belah diinformasikan disudut sudut yang strategis di desa batu 454

Transformasi PLD dalam Memajukan Desa belah, sehingga semua warga akan bias melihat perencanaan yang akan dilakukan oleh desa melalui APBDes yang salah satu sumbernya adalah Dana Desa. Dalam pelaksanaan kegi­ atan pembangunan pun desa ini selalu melibatk­an warga masyar­akat termasuk warga miskin terutama dalam hal PKT (Padat Karya Tunai) yang ber­ tujuan agar warga miskin mampu mendapatkan akses pekerjaan dan penghasilan secara langsung dengan adanya Dana Desa ini. Dari apa yang telah dilakukan oleh kades batu belah ini serta penilaian rutin dari kabupaten, maka Sehingga pemerintah kabupaten Anambas menetapkan desa Batu Belah sebagai desa terbaik dalam keterbukaan informasi public di tahun 2018. Kedua, di Tahun 2019 desa batubelah dibawah nahkoda bapak Babandi berhasil meraih prestasi 3 penghargaan seka- ligus, yatu : a. Juara 1 Lomba desa Tingkat kecamatan Siantan. b. Tingkat kabupaten juara 1 dalam Lomba Desa yang dilak- sanakan oleh Pemerintah Kabupaten Anambas. c. Tingkat provinsi juara 3 Demikian Jejak Rekam bapak Babandi kader dari Pendamping Lokal Desa (PLD) yang berhasil mengharumkan nama desa baik dikancah kabupaten maupun kancah Propinsi dalam waktu 2 tahun menjabat sebagai kepala Desa Batu Belah kecamatan Siantan Timur kabupaten Kepulauan Anambas Propinsi Kepulauan Riau. (KPP P3MD-PID Kepri) 455

BPD Kuat Desa Demokratis:Kedudukan Hukum, Implementasi Fungsi dan Kewenangan BPD Oleh: MS. Nijar, SH (Tenaga Ahli Madya Bidang Hukum, Penanganan Pengaduan dan Masalah Pada Konsultan Pendamping Wilayah IV Provinsi Maluku Utara) Hakikat BPD Dari perspektif ketatanegaraan Indonesia dikenal hanya ada dua lembaga permusyawaratan, yakni lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Meskipun BPD tidak di jelaskan secara eksplisit di dalam hukum ketatanegaraan Indonesia, namun kedua lembaga permusyawaratan tersebut banyak memiliki ciri yang sama dalam konteks pelaksanaan kewenangan, tugas dan fungsi secara kelembagaannya. Aspek filosofis tujuan pembentukan kedua lembaga permusyawaratan tersebut juga memiliki kesamaan, yakni sama – sama memerlukan adanya prinsip kerakyatan dalam konsep 456

BPD Kuat Desa Demokratis: Kedudukan Hukum, Implementasi Fungsi dan Kewenangan BPD penyelenggaraan pemerintahan negara dan penyelenggaraan pemerintahan paling terkecil yaitu pemerintahan desa. Hakikat dan fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan mampuh memelihara, memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak – hak masyarakat di desa, baik itu hak pribadi, hak politik, hak hukum, hak ekonomi dan hak sosial lainnya. Untuk menghindari agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di desa, maka BPD juga diberikan fungsi pengawasan sebagai wujud dari chek and balances syastem di desa. Ekspektasi negara yang sangat tinggi terhadap posisi kelembagaan, peran dan fungsi BPD dalam hal mengawal penyelenggaran pemerintahan di desa, tentunya memposisikan BPD tidak sekedar hanya menjadi “simbol demokratisasi” di desa tapi justru harus benar – benar berkualitas dan mampuh menunjukan serta menjaga eksistensi dan kewibawaan BPD sebagai lembaga permusyawaratan rakyat di desa. BPD yang kuat merupakan kata kunci (keyword) dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis dan berpihak pada kepentingan masyarakat desa. Salah satu indikator untuk mengukur apakah fungsi kelembagaan BPD tersebut kuat atau tidak, dapat dilihat dari sejauh mana kualitas BPD dalam hal melaksanakan peran dan fungsinya di desa. Berangkat dari paradigma diatas dengan mecermati berbagai dinamika sosial di desa dan mengingat tugas BPD ini sangat vital, maka secara umum dapat dikatakan bahwa optimalisasi peran dan fungsi BPD haruslah dilakukan secara berkelanjutan guna menciptakan sumber daya manusia anggota BPD yang handal. 457

Berguru Pada Desa Kedudukan Hukum BPD Pasal 1 angka 4 UU Desa menyatakan “BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya adalah wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan di tetapkan secara demokratis”. BPD memiliki fungsi strategis dalam penetapan kebijakan desa serta pengawasan yang dilakukannya kepada pemerintah desa karena fungsinya selaku badan pengawas. Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan merupakan salah satu alasan mengapa BPD perlu dibentuk. Upaya pengawasan dimaksudkan untuk mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.1 Pasal 55 UU Desa menyatakan bahwa BPD mempunyai fungsi a). Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa; b). Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan c). Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Merujuk pada ketiga fungsi tersebut, pada hakikatnya BPD menjadi lembaga yang menjalankan mekanisme chek and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Setidaknya jika mengacu pada proses pembahasan RUU Desa antara Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Pemerintah, Jacob Ospara yang mewakili DPD menegaskan bahwa pemerintahan desa yang kuat bukan dalam pengertian bentuk pemerintahan yang otoritas (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama), namun bentuk pemerintahan desa dengan tata pemerintahan yang demokratis yang di kontrol atau adanya chek and balances oleh institusi lokal seperti BPD atau 1 Dian Haryani, “ Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pengawasan Penyelengga- raan Pemerintahan Desa di desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Badagai”, Jurnal Perspektif, Vol. 8, No. 1, 2015, hlm. 427 458

BPD Kuat Desa Demokratis: Kedudukan Hukum, Implementasi Fungsi dan Kewenangan BPD badan musyawarah serta elemen masyarakat setempat2 . Pasal 1 angka 1 UU Desa menyatakan “desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya di sebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang di akui dan di hormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU Desa menyatakan pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, adapun yang disebut pemerintahan desa diatur dalam Pasal 3 yaitu Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain, dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut adalah BPD yang di jelaskan dalam Pasal 1 angka 4 UU Desa. Setidaknya BPD dalam UU Desa disebutkan sebayak 41 kali, hal ini menunjukan bahwa betapa pentingnya peran BPD dalam pengelolaan pemerintahan desa. Dari uraian diatas, menjadi jelas bahwa BPD mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam UU Desa, BPD ditempatkan pada posisi yang sejajar dengan Kepala Desa dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan desa. UU Desa tidak memisahkan kedudukan BPD dan Kepala Desa pada suatu hierarki, ini artinya keduanya memang memiliki kedudukan yang sama namun dengan fungsi yang berbeda. Fakta yuridis diatas juga di jelaskan dalam Penjelasan Umum 2 Undang – undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 459

Berguru Pada Desa Point 5 UU Desa yang menyebutkan bahwa keberadaan kelembagaan desa, yaitu lembaga pemerintahan desa yang terdiri atas pemerintah desa, BPD, lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat. Dalam Penjelasan Umum UU Desa juga dijelaskan bahwa Kepala Desa mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat, sedangkan BPD mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan pemerintahan desa bersama Kepala Desa, karena kedudukan Kepala Desa dan BPD sama - sama penting dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan desa. Implementasi Fungsi dan Kewenangan BPD Selain diaturnya BPD dalam UU Desa, secara teknis BPD juga diatur lebih rigit melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih spesifik penjelasan tentang fungsi dan kewenangan BPD diatur pada Bagian Kesatu Pasal 31 dan Bagian Kedua Pasal 32 Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa. a. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) - BPD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa; - BPD dibentuk berdasarkan usulan masyarakat yang bersangkutan, dan - Fungsi BPD menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; b. Kewenangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) - Menggali, menampung, mengelola dan menyalurkan aspirasi masyarakat; 460

BPD Kuat Desa Demokratis: Kedudukan Hukum, Implementasi Fungsi dan Kewenangan BPD - Menyelenggarakan musyawarah BPD dan Musyawar- ah Desa; - Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, dalam melakukan pemilihan Kepala Desa, BPD berhak membentuk panitia pemilihan Kepala Desa yang sesui dengan peraturan daerah kabupaten/kota; - Memberi persetujuan pemberhentian atau pember- hentian sementara perangkat desa; - Membuat tata tertib BPD; - Menyelenggarakan musyawarah desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antar waktu; - Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa (Perdes) bersama Kepala Desa; - Melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa; - Mengevaluasi laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah desa; - Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan pemerintah desa dan lembaga lainnya; - Menjalankan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang -undangan. Menurut hemat Penulis, dari aspek kedudukan hukum (locus standi) BPD sudah sangat kuat posisinya, namun dalam praktek pelaksanaan fungsi dan kewenangan BPD belum berjalan secara maksimal karena masih adanya hambatan – hambatan yang di hadapi oleh BPD. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan hambatan yang sangat mendasar yang dialami oleh anggota BPD saat ini. Akibat yang ditimbulkan dari minimnya sumber daya manusia anggota BPD dalam hal pelaksanaan fungsi dan kewenangan BPD tersebut diatas secara umum dapat di gambarkan, antara 461

Berguru Pada Desa lain sebagai berikut: - Anggota BPD masih sulit memimpin dan memfasili- tasi musyawarah, baik itu musyawarah internal BPD maupun Musyawarah Desa (Musdes). - Anggota BPD masih mengalami kesulitan besar da- lam hal menyiapkan, menyusun dan membuat draft Peraturan Desa (Perdes), sebagai pelaksanaan fungsi legal drafting - Aspirasi masyarakat masih kerap tersumbat dan/atau belum maksimal ditampung dan disalurkan oleh BPD - Anggota BPD belum sepenuhnya mengerti dan me- mahami fungsi melekat yang dimilikinya, terutama fungsi yang sangat penting yaitu fungsi pengawasan untuk mengevaluasi kinerja Kepala Desa, - Masih sering terjadi konflik kepentingan (conflic of interest) antara BPD dengan Kepala Desa. - BPD di “abaikan” dan/atau tidak dilibatkan oleh Kepala Desa dalam proses pelaksanaan urusan penye- lenggaran pemerintahan desa, dan - Sumber daya manusia dalam bidang penatausahaan dan administrasi dalam lingkup BPD juga masih per- lu penguatan. Fakta-fakta empiris tersebut menunjukan bahwa kualitas anggota BPD kita memang masih sangat lemah dan cenderung tidak berfungsi di desa. BPD sering di anggap hanya sebagai organ “pelengkap” dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa, dan lebih ironisnya lagi BPD sering di abaikan oleh Kepala Desa dalam hal penentuan kebijakan – kebijakan strategis di desa. Selain problem minimnya SDM anggota BPD, faktor lain seperti intervensi kepala daerah yang terlalu berlebihan 462

BPD Kuat Desa Demokratis: Kedudukan Hukum, Implementasi Fungsi dan Kewenangan BPD terhadap pelaksanaan fungsi BPD juga menjadi faktor penyebab ketidakberdayaan anggota BPD, tidak sedikit kasus pemberhentian anggota BPD yang dilakukan secara sepihak oleh Bupati dan/atau Walikota. Bagaimana mungkin penyelenggaraan suatu pemerintahan desa dapat berjalan secara demokratis dan hak – hak masyarakat bisa dilindungi oleh BPD, jika BPD sendiri belum berdaya dan masih sulit menjalankan fungsi dan perannya secara maksimal. Salah satu kontribusi yang tidak kalah besarnya atas segala keterbatasan kapasitas anggota BPD ini, juga di sebabkan karena anggota BPD kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah, anggota BPD sangat jarang dan bahkan hampir tidak pernah dilibatkan dalam setiap ivent penting yang mengusung issu – issu pembangunan desa baik itu ivent – ivent yang berskala nasional maupun skala lokal, karena selalu saja Kepala Desa yang dilibatkan dalam kegiatan – kegiatan semacam itu, dan anggota BPD seolah – olah tertinggal dan menjadi penonton dalam kuasa-nya sendiri. Bahaya besar “minimnya sumber daya manusia anggota BPD dan intervensi berlebihan dari kepala daerah terhadap pelaksanaan fungsi dan kewenangan BPD” hendaknya harus menjadi perhatian kita semua, guna dicarikan jalan keluarnya agar kedepan di harapkan eksistensi BPD menjadi lebih kuat dan berkualitas, dan sebagai upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis menuju visi besar kemandirian desa di Indonesia, sejatinya tidak cukup hanya dengan menguatkan kedudukan hukum kelembagaan BPD saja, namun lebih dari itu, Sumber Daya Manusia (SDM) anggota BPD juga harus dikuatkan sehingga BPD bisa berdaya dan berkualitas dalam hal melaksanakan fungsi dan kewenanganya di desa. 463

Berguru Pada Desa Harapan Perbaikan Berangkat dari sejumlah problem diatas, Penulis hendak merekomendasikan beberapa hal sebagai ikhtiar memperbaiki upaya konsolidasi mewujudkan desa yang demokratis menuju kemadirian desa di Indonesia, ikhtiar yang Penulis sarankan sebagai berikut: 1. Menyiapkan strategi yang efektif dan efisien guna men- dorong percepatan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) anggota BPD. 2. Melakukan pelatihan – pelatihan peningkatan kapasitas anggota BPD secara berkelanjutan. 3. Melibatkan anggota BPD dalam setiap ivent – ivent pro- gram pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, baik skala nasional maupun lokal. 4. Memperbanyak literatur – literatur terkait dengan pelak- sanaan tugas, fungsi dan kewenangan BPD. 5. Membekali ketrampilan khusus legal drafting terhadap anggota BPD,dan 6. Meningkatkan kesejahteraan anggota BPD. 464

Dari Potensi Tambang, Kayu sampai Keindahan Alam Oleh: Eka Kusala (TAU Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan KNPID) Saat kunjungan Dinas singkat sebagai Tenaga Ahli Utama Inovasi Pengelolaan Pengetahuan dari Konsultan Nasional Program Inovasi Desa (KNPID) pertengahan Maret 2019, dengan tujuan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), bagi saya memberikan kesan tersendiri. Dalam perjalanan kali ini, saya masih berstatus sebagai seorang Tenaga Teknis (TT) pada Direktorat PMD yang bertanggung jawab langsung terhadap tugas-tugas supporting kebutuhan Pimpinan kami khususnya untuk keprograman dalam koridor Program Inovasi Desa (PID). PID sebagai Program yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan Dana Desa diharapkan mampu mendukung Program – Progarm dan Rencan- rencana Pembangunan Nasional secara nyata, inovatif, dan simultan. Sebagai informasi awal, perlu saya lampirkan sekilas tentang Kalimantan Utara. Kalimantan Utara ditetapkan sebagai provinsi ke-34 di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia 465

Berguru Pada Desa berdasarkan UU No. 20 Tahun 2012, dengan Tanjung Selor sebagai Ibukota provinsinya. Luas wilayahnya kurang lebih 75.467.70 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 625.796 jiwa (DKCS 2018). Secara administrasi, Provinsi Kalimantan Utara terbagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota, 53 kecamatan, dengan jumlah desa sebanyak 482 desa, baru sekitar 165 pulau saja yang sudah memiliki nama. Potensi Sumber Daya Alam (SDA) Kalimantan Utara sangat menjanjikan untuk dikelola menjadi salah satu Pendongkrak Pertumbuhan Perekonomian Rakyat berbasis Inovasi Desa. Potensi tersebut dapat kita klasifikasikan menjadi dua. Sebagaimana jamak kita ketahui di hampir seluruh wilayah Pulau Kalimantan, memiliki kekayaaan alam yang luar biasa. Khusus Kalimanan Utara, SDA Tidak Terbarukan adalah berbagai jenis bahan tambang yang cukup beragam serta terdeteksi dalam kapasitas atau volume estimasi yang sangat besar dan berdasarkan uji laboratorium yang telah berkali-kali dilakukan. 466

Dari Potensu Tambang, Kayu sampai Keindahan Alam Sebagian besar kandungan bahan tambang tersebut memiliki kadar mineral yang cukup tinggi sehingga mampu memenuhi standard Kebutuhan Internasional bahkan beberapa diantarannya termasuk yang tertinggi di dunia. Namun sayangnya, semua potensi tersebut sangat rentan untuk dijadikan obyek eksploitasi oleh para oknum termasuk diantarannya oleh para oknum investor yang sangat oportunis dan Extreme profit oriented, oknum yang koruptif dan pragmatis, serta pihak-pihak lain yang kurang bertanggung jawab terhadap masa depan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pada tulisan ini kita tidak akan mengupas lebih dalam mengenai focus poin di atas yaitu SDA Tidak Terbarukan. Kita akan mencoba melihat lebih ke dalam mengenai SDA yang terbarukan beserta potensi – potensi pendukung lainnya. Beberapa di antarannya adalah: Potensi Kayu Gaharu yang dapat dibudidayakan, Potensi untuk menghasilkan produk- produk kerajinan tangan dengan menggunakan bahan-bahan 467

Berguru Pada Desa asli dari hutan Kalimantan Utara, dan Potensi pengelolaan perikanan air tawar yang sangat melimpah dan terdapat di hampir seluruh wilayah Kalimantan Utara. Selama ini ketiga potensi besar tersebut belum dikelola secara maksimal baik oleh masyarakat maupun oleh lembaga- lembaga pemerintah. Masyarakat dan beberapa pemodal sudah mengambil serta memanfaatkan potensi tersebut, khususnya emas dan kayu gaharu dari wilayah Kalimantan Utara namun yang sangat disayangkan, belum banyak masyarakat yang mendapatkan manfaatnya dan pengambilan/penambangan/ pengolahan ini cenderung bersifat exploitative meskipun sebagian besar masih menggunakan teknologi sederhana/ tradisional. Harapan ke depan semoga dengan dikawal oleh para Pendamping dan dukungan serta perhatian pemerintah melalui lembaga-lembaganya, khususnya dengan adanya 468

Dari Potensu Tambang, Kayu sampai Keindahan Alam Dana Desa dan Program PID dari Kemendesa PDTT sebagai Program yang salah satu tujuannya adalah Meningkatkan Efektifitas serta efisiensi Penggunaan Dana Desa, masyarakat bisa menjadi lebih SADAR akan : (i)eksplorasi positif terhadap potensi; (ii)pelestarian linkungan yang dapat dilaksanakan beersamaan dengan proses eksplorasi maupun pasca; (iii) optimalisasi dan sebaran manfaat yang sebaik-baiknya serta seadil-adilnya kepada seluruh lapisan masyarakat di wilayah Kalimantan Utara. Sumber Daya Alam yang kita uraikan sedikit di atas itu baru merupakan bagian kecil saja, masih banyak lagi potensi yang dapat kita kelola dan eksplorasi serta tingkatkan pemanfaatan serta pengelolaannya. Hutan asli yang masih sangat mungkin untuk kita kelola menjadi salah satu paru-paru dunia sekaligus sebagai wilayah yang dapat kita kemas menjadi Daerah Wisata Botani yang lengkap dengan keragaman flora dan faunanya. Budaya, tradisi, dan adat-istiadat setempat juga merupakan daya tarik wisata yang luar biasa yang kesemuanya dapat kita kelola menjadi satu paket besar dan lengkap untuk pemanfaatan serta pengelolaannya. Selama perjalanan Program P3MD (2015-2019) dan PID (2017-2019) dari Kemendesa PDTT sudah dapat kita lihat secara nyata, kerja-kerja authentic para Pendamping di lokasi tugas masing-masing dengan berbagai kekhususan serta inovasinya. Semua tidak lepas dari sinergitas Teamwork, Komitmen, Integritas, Dedikasi seluruh pendamping dari Tingkat Pusat sampai dengan yang terujung yaitu di Desa (Manajemen Nasional, TA Provinsi dan Kabupaten, PD serta PLD). Dukungan, Pengendalian dan Berbagai Kemudahan yang diberikan oleh KemendesaPDTT, Ditjen PPMD, lebih khusus lagi adalah Direktorat PMD di bawah kepemimpinan Bp. M. Fachri, S.TP, MSi sebagai Direktur PMD terhadap 469

Berguru Pada Desa seluruh Pendamping juga semua kerja nyata para Pendamping seluruh posisi dan spesifikasi tugasnya terbukti cukup mampu memberikan apa yang masyarakat butuhkan dari sebuah Program yang bersentuhan langsung dengan Desa, Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat. Di masa persiapan Pengakhiran Program (Closing Date of Program) PID di tahun 2019 ini, secara kasat mata masih dapat dengan jelas kita lihat bahwa Desa, masyarakat, aparatur pemerintahan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat 470

Dari Potensu Tambang, Kayu sampai Keindahan Alam masih sangat-sangat membutuhkan keberlanjutan Program ini dengan beberapa poin penyempurnaannya. Sebagaimana program-program lain yang sejenis terutama yang memfokuskan kegiatannya pada Pendampingan serta pemberdayaan masyarakat, maka sebagai good legacy yang harus ada dan berlanjut adalah terlembagannya hasil-hasil program dan teradvokasinya regulasi yang mendukung pada kerja-kerja pendamping dan masyarakat desa. Regulasi yang perlu kita kawal adalah breakdown / penjabaran dari Undang-Undang serta Peraturan- Peraturan Pemerintah yang berkenaan dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta berbagai variable pendukungnya. Hal ini menjadi salah satu tugas pokok dan fungsi dari seorang Pendamping yang kita klasifikasikan sebagai bentuk “Advokasi dan Fasilitasi Regulasi” . Regulasi yang berpihak pada Desa dan Masyarakat Desa sangat wajib dikawal secara intensif oleh semua pihak agar berbagai good practice dari sebuah program dapat menjadi warisan yang nantinya dilaksanakan, disesuaikan, disempurnakan serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara. Akhir kata “Semua Program adalah Program yang SEMPURNA dalam Perencanaan dan juga sebagai Program TERBAIK pada MASA nya” Indahnya Tebing Berwarna Dari Kalimantan kita berpindah ke NTT. Di sini ada satu spot wisata alam yang indah. Spot itu, tebing berwarna Kelaba Maja. Saya mengagumi keindahan tebing berwarna Kelaba Maja, yang terletak di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini. Keindahan Tebing Berwarna Kelaba Maja, sama persis seperti Zhangye Danxia atau yang di sebut gunung pelangi di China. Karena itu, Kelaba Maja, sangat berpotensi menjadi salah satu Destinasi Wisata Kelas Dunia . 471

Berguru Pada Desa Sayang, potensi wisata Kelaba Maja belum digarap maksimal oleh Pemerintah Daerah. Padahal, kalau digarap serius, keindahan Kelaba Maja bisa mengalahkan destinasi wisata sejenis di China. Menurut saya, merujuk UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengelolaan potensi wisata Kelaba Maja bisa menggunakan Dana Desa. Berharap Pemerintah Daerah Sabu Raijua dan Pemerintah Provinsi NTT untuk mengalokasikan khusus dana buat Kelaba Maja, bukan perkara gampang. Kebutuhan pembangunan pariwisata di Kabupaten Sabu Raijua dan Nusa tenggara Timur juga banyak. Salah satu cara membangun pariwisata berbasis desa adalah menggunakan Dana Desa. Dalam pandangan hemat saya “Pemerintah dan Masyarakat 472

Dari Potensu Tambang, Kayu sampai Keindahan Alam Desa yang lokasi desanya masuk wilayah Kelaba Maja harus berani mengalokasikan dana desa untuk peningkatan pembangunan pariwisata Kelaba Maja. Kalau memang desanya diatas dua desa atau lebih, bisa memakai system cluster atau pengelompokan desa, yang mau mengurus bersama Wisata Kelaba Maja,”. Kelaba Maja, bagi saya, adalah karunia Tuhan yang diberikan untuk warga di sekitar Kelapa Maja. Karunia ini harus digarap serius agar bisa menjadi sumber kehidupan buat warga di sekitar kawasan Kelaba Maja. Sebagai Konsultan Nasional Program Inovasi Desa, saya siap bersinergi dengan Pemerintah Desa, kabupaten, dan Provinsi dalam rangka pengembangan Potensi dan inovasi desa. Kelaba Maja menjadi pintu masuk semua kegiatan inovasi desa di Sabu Raijua. “Kalau ini digarap serius, dengan pengalokasian Dana Desa, maka Kelaba Maja bisa menjadi surge ekonomi buat masyarakat dan desa yang ada di sekitar Kelaba Maja. Pola seperti ini harus mencontohi system kerja Desa Ponggok, Jawa tengah. Terbukti hari ini, Desa Ponggok menjadi kekuatan ekonomi baru melalui alokasi dana desa,”. Saya sih berharap, Kelaba Maja harus secepatnya disentuh Dana Desa, dan pola pengelolaannya nanti bisa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). “Saya optimis, kalau BUMDes sudah hadir di desa di sekitar Kelaba Maja, desa dan rakyatnya bakal sejahtera dan maju,”. 473

UU No 6 Tahun 2014 dan Bangkitnya Desa Adat Oleh: Nurul Hadi Ikh (Deputi Bidang Managemen Keuangan dan Tata Kelola Desa-KN P3MD) Sejarah panjang Desa dan Desa adat telah melahirkan banyak situasi dan perubahan atas status desa. Sebelum Indonesia berdiri Desa dan Desa Adat sudah eksis dan berkembang sesuai entitasnya, berbasis pada akar budaya dan lingkungan geografis maupun demografisnya. Keanekaragaman bentuk desa, nagari, kampung dan banyaknya sebutan lainnya bertahan sampai ratusan tahun, eksis dengan historikalnya sendiri sendiri. Hingga pada tahun 1979 Orde Baru melalui UU no 5 tahun 1979 Orde baru melakukan upaya penyeragaman nama, bentuk, susunan pemerintahan dan bahkan warna. Hal ini oleh sebagian pemerhati pemerintahan desa dianggap sebagai kesalahan fatal dalam pengelolaan desa. Koreksi atas kesalahan pengelolaan desa oleh negara melalui UU No 5 Tahun 1979 tercermin dalam diktum Menimbang, huruf e UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang berbunyi: “bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan 474

UU No 6 Tahun 2014 dan Bangkitnya Desa Adat nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti” Harapan adanya perubahan mendasar status desa dengan terbitnya UU No 22 Tahun 1999 ini ternyata juga masih menjadi cahaya yang suram, sebab upaya pengakuan atas hak bawaan desa ( hak asal usul ) juga masih sumir, hak bawaan yang dimaksud dan dijamin oleh UU 1945 dalam pasal 18B antara lain pengakuan atas kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisionalnya. Hak hak tradisional yang dimaksud menurut beberapa ahli adalah susunan asli masyarakat hukum adat, hak asal usul dan hak istimewa, masih juga tersubordinasi oleh kerangka otonomi desa yang semu. Desa masih belum diberikan hak asal usulnya secara utuh. Harapan baru muncul di tahun 2014 dengan lahirnya UU Nomer 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebab hanya di UU desa ini lah hak bawaan atau hak asal usul diakui secara utuh, yang terkenal dengan azaz rekognisinya, disamping hak lokal bersekala desa. Pengakuan atas hak asal usul yang diringi dengan pemberian stimulan dana desa nya telah memberikan banyak harapan baru untuk bangkit. Dengan UU ini desa dan desa adat benar benar dikembalikan kepada keanekaragaman bentuk desa, nama susunan pemerintah, struktur kemasyarakatnya Khusus Desa Adat, keberadaannya jelas sudah diakuai eksistesinya, hanya saja persoalan kekinian sebetulnya pada proses recoveri keberadaan desa adat tersebut, sebab selama berpuluh puluh tahun desa adat sudah diseragamkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat melalui UU Nomer 5 Tahun 475

Berguru Pada Desa 1979, dalam kurun waktu itu sudah memporak porandakan keberadaan Desa Adat dan Masyarakat Hukum Adat. Sosiolog Dr. Taufiq Abdulloh melakukan kritik atas kebijakan penyeragaman Desa dan Desa Adat sebagai berikut : • “Undang-undang yang mengatur hingga ke sistem desa itu adalah puncak dari kesewenangan kebudayaan Orde Baru. (Akibatnya, terjadi) …krisis kepemimpinan yang parah. … • Pemerintah beranggapan mereka bisa kuat ketika kekua- tan sosial di daerah-daerah dihancurkan, … Desalah yang kemudian porak poranda. … • Ketika Orde Baru jatuh, pedesaan kehilangan jaring peng­ amannya, ikatan lama sudah hancur oleh kekuasaan. … • Maka, seperti yang kerap diberitakan di media massa, konflik kerap diselesaikan bukan oleh tokoh, pemimpin, kepala adat yang berwibawa. … • (Puncaknya, terjadi ) … spiral kebodohan yang menukik ke bawah. Satu tindakan bodoh ditanggapi tindakan bodoh lainnya. Tahu-tahu antar tetangga desa pun berke- lahi.” Keadanan seperti yang dituliskan oleh Dr. Taufiq Abdulloh tersebut sesunggungnya memang sangat dirasakan, banyaknya konflik di daerah daerah salah satu faktornya adalah ter­ cerabutnya nilai nilai kebersamaan dan kekuatan sosial dalam tata nilai budaya masyarakatnya. Pola pemilihan desa dinas dan atau desa adat mempunyai beberapa konsekwensi, karena desa adat bisa menjadi satu desa dinas, atau desa dinas bisa lebih dari satu desa adat, bahkan bisa juga satu desa adat lebih dari satu desa dinas. Belum lagi kontestasi nilai antara adat istiadat yang berlaku dalam suatu 476


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook