Pendamping Desa Kurir Data? Kecamatan Batu Putih merupakan salah satu Kecamatan yang secara yuridis administratif terletak di Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur, di bagian pesisir timur Kabupaten Berau. Luas wilayahnya 3.002.99 Km2. Secara administrative, Kecamatan Batu Putih terdiri dari tujuh Kampung dengan masing-masing Kampung berasal dari beragam etnis-suku, mata pencaharian, serta potensi, kearifan lokal, dan adat budaya tersendiri. Jadi bisa dibayangkan betapa multikultural masyarakatnya. Belum lagi di tambah dengan sikap para Kades yang banyak menganggap kehadiran PD/PLD sebagai ‘’KURIR DATA’’ yang kerjanya hanya mencari data ke kampung dan mengirim data tersebut ke jenjang pendamping yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu, dengan keyakinan penuh bahwa kalau kita menunjukkan kualitas dan kemampuan, serta sopan satun dan etika dalam bekerja, maka dengan sendirinya Pemerintah Kampung dan semua elemen yang terlibat di dalamnya akan mengakui keberadaan kita selaku Harus saya akui bahwa menjadi seorang Pendamping Desa bukanlah pekerjaan yang mudah dilaksanakan. Tanggung Jawab memujudkan amanat UU dan Nawacita ke-3 Presiden yaitu membangun Indonesia dari pinggiran, menjadikan tugas ini hadir sebagai sebuah amanah bagi saya. Apalagi saya adalah bagian dari desa yang semestinya memiliki tanggung jawab sosial untuk mengembangkannya ketika diberi kewenangan luas bagi desa saat ini. Menjadi Koordinator Kecamatan untuktujuh desa dampingan 327
Berguru Pada Desa sekaligus menjadi sesuatu yang menantang, karenanya saya berusaha seefektif mungkin dalam bekerja.Berbekal pengalaman saya sebelumnya di perusahaan swasta sebagaistaff Comdev maka, menghadapi dinamika masyarakat bukan hal yang baru.Namun setelah menjalani profesi pendamping desa, ternyata saya masih menemukan banyak kekurangan dalam diri saya, utamanyadalam dunia pemberdayaan. Alhamdulillah terbantu oleh kompaknya Tim P3MD Kabupaten Berau,terbentuklah jejaring Tenaga Ahli sampai PLD yang saling berkoordinasi dan memberikan kontribusi penuh, sehingga mengoptimalkan terwujudnya pendamping desa yang profesional. Selain banyak hal baru yang saya dapat dengan menjadi Pendamping Desa, di awal-awal saya bekerja ada tantangan yang sebelumnya jarang saya temui saat bekerja di perusahaanyaitu berkait dengan wilayah geografis Kecamatan Batu Putih.Jarak tempuh dari satu kampung ke Kampung Binaan lainnya selalu harus melewati laut. Untuk menuju pulau yang terpencil tak jarang harus menempuh waktu 1 jam 30 menit baru sampai di lokasi kampung. Kondisi seperti ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya dan teman-teman lainnya dalam melaksanakan kerja-kerja pendampingan. Belum lagi di tambah dengan sikap para Kades yang banyak menganggap kehadiran PD/PLD sebagai ‘’KURIR DATA’’ yang kerjanya hanya mencari data ke kampung dan mengirim data tersebut ke jenjang pendamping yang lebih tinggi.Seiring berjalannya waktu, dengan keyakinan penuh bahwa kalau kita menunjukkan kualitas dan kemampuan, serta sopan satun dan etika dalam bekerja, maka dengan sendirinya Pemerintah Kampung dan semua elemen yang terlibat di dalamnya akan mengakui keberadaan kita selaku Pendamping Desa. Setelah menjalani satu bulan bekerja dan bersosialisasi dengan 328
Pendamping Desa Kurir Data? para aparat pemerintah kampung, akhirnya kami selaku TPPI P3MD dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat melalui pemerintah kampung. Malah di bulan kedua ini kami sedikit dapat memetakan bagaimana kondisi Kampung, dalam arti mana kampung yang lambat dalam proses pembangunannya dan kampung yangcepat dalam pembangunan. Indiaktornya sederhana, yaitu dilihat dari kemampuannya menyerap Dana Desa yang telah tersalurkan. Dari sinilah mulai cerita sesungguhnya betapa susahnya merubah pola pikir masyarakat yang sudah biasa terima beres dengan apapun yang disalurkan di kampung dan kita mau merubah ke pola pikir swakelola hingga penerapan HOK dalam setiap pekerjaan yang dianggarkan, terutama program/ kegiatan yang bersumberkanDana Desa. Dalam masa pekerjaan ini kendala di Kampung Balikukup misalnya, salah satunya adalah Komunikasi, SDM Kepala Kampung, SDM Aparat Kampung serta apatisnya penduduk serta pemikiran masyarakat. Warga jarang yang peduli dengan apa pun perkembangan kampung. Kepala kampung tidak faham apa yang harus dia kerjakan. Saya pun melancarkan jalan dengan usulkan kepada pihak pemerintah kecamatan, agar memberdayakan generasi muda yang memiliki pendidikan minimal SLTA dan memiliki pengalaman kerja, masuk membantu membenahi administrasi Kampung. Saya pun melancarkan jalan dengan usulkan kepada pihak pemerintah kecamatan, agar memberdayakan generasi muda yang memiliki pendidikan minimal SLTA dan memiliki pengalaman kerja, masuk membantu membenahi 329
Berguru Pada Desa administrasi Kampung. Dan hal ini sangat berhasil.Capaian di tahun 2018 menunjukan, kalauKampung Balikukup sanggup menjalankan program APBK 2018, walaupun masih menyisakan kesalahan di tahap 3, karena ada anggaran yang tidak dapat dimanfaatkan karena waktu yang sudah tidak memungkinkan untuk menggunakan dana tersebut. Akhirnya berdampak menjadi silpa.Meski demikian ini tetap capaian positif yang masuk dalam catatan pribadi saya selaku pendamping desa. Terkait Dana Desa yang dialokasikan untuk pengeloaan pembiayaan dan pembangunan, saya melihat secara keseluru han pemerintahan Kampung di Kecamatan Batu Putih cenderung hanya bertumpu pada pembangunan infrastruktur desa.3 Untuk belanja bidang pemberdayaan masyarakat rata-rata masih kecil porsinya. Ada beberapa alasan kenapa pemberdayaan tidak bisa berjalan maksimal. Pertama; para kepala kampung selaku kuasa pengguna anggaran menggunakan cara pikir yang sederhana yakni yang penting mengelola dana tanpa harus terkena SILPA (sisa lebih penggunaan anggaran). Sehingga Dana Desa selalu diupayakan habis dikelola untuk infrastruktur. Kedua; kurangnya SDM yang mampu mendesain model pemberdayaan yang baik bagi masyarakat Desa, berdasarkan kajian sosial budaya ataupun bentuk topografi desa. Ketiga; amanat Undang-Undang untuk membentuk Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) tidak mendapat sambutan yang baik didesa karena hampir seluruh masyarakat desa kebingungan mengelola BUMKam. Keempat; hampir tidak ada potensi desa yang siap dikelola. Kalaupun ada, sangat susah memulainya/membangun 3 Lamawulo Yani, “Saya dan Desa, Catatan Kecil Tentang Pendamping Desa”, http:// catatanharianlw.blogspot.com/2016/10/saya-dan-desa-catatan-kecil-tentang.html, Pada tanggal 11 September 2019, Pukul 22.07 330
Pendamping Desa Kurir Data? kesadaran masyarakat untuk memulainya. Kelima; sangat sedikit dana yg dialokasikan untuk kegiatan pemberdayaan. Saya ambil contoh,di Kampung Tembudan, dari dropping Dana Desa Rp 788.355.000,- di tahun 2018, tidak satupun kegiatan pemberdayaan yang dikerjakan menggunakan Dana Desa.Dengan dalih dan alasan “ini adalah hasil musyawarah masyarakat Kampung pada saat penetapan APBK”. Padahal kami selaku Pendamping Desa telah melakukan pendekatan dan memberi pemahaman pentingnya menganggarkan kegiatan yang sifatnya pemberdayaan.Akan tetapi kembali lagi, bahwa pola pikir masyarakat yang ada, masih meyakini satu kalimat “Tidak Sukses satu Pemerintahan Kampung apabila tidak ada terlihat pembangunan Infrastruktur nya”. Hal ini lah yang mendasari minimnya kegiatan pemberdayaan melalui Dana Desa. Terakhir; saya mengakui betul kualitas dan kemampuan saya, masih lemahnya sumber daya tenaga pendamping seperti saya dalam mengelola dan mendampingi tahapan-tahapan yang ada di Kampung. Dari beberapa uraian permasalahanyang saya temukan di lapangan di atas, saya tertuntut harus melakukan perubahan pendekatan pola berfikir sebahagian masyarakat untuk menyukseskan program Dana Desa sesuai skala prioritas di tahun 2019. Yang terjadi, untuk anggaran tahun 2019, kami melakukan perencanaan yang lebih sistematis serta memiliki argumen yang kuat terhadap pemerintah kampung agar memberi porsi yang seimbang antara Bidang Pembangunan dengan Bidang Pemberdayaan. Akhirnya, kini, dalam APBK di ketujuhkampung yang ada semua menganggarkan kegiatan Pemberdayaan dengan menggunakan Dana Desa dan masuk dalam skala prioritas Dana Desa 2019 sesuai tipologi Kampung masing-masing. Sebagai tenaga pendamping, tentunya saya menyadari 331
Berguru Pada Desa kapasitas dan kompetensi saya tentu bukanlah sebagai penentu atau penilai keberhasilan desa secara komperehensif dan objektif yang penilaiannya bisa dipertanggungjawabkan. Peran saya hanya sebagai seorang pengabdi, sama seperti teman-teman tenaga pendamping profesional se-Indonesia yang berjuang melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya sebagaimana diatur dalam Permendesa No 3 Tahun 2015. Tulisan ini memang bukan murni semua dari hasil buah pemikiran dan pengalaman saya pribadi, maka dari itu saya cantumkan beberapa sumber bahan dalam materi tulisan ini. Dan, di bagian lainnya adalah hasil pemikiran dan realita fakta yang saya temukan di lapangan. Dari perjalanan awal masuk sebagai pendamping, sampai dengan saat ini, saya rasa sudah banyak perubahan yang terjadi di kampong, baik dari hal-hal yang berkait dengan penguasaan peta permasalahan dan karakteristik masyarakatnya, sampai dengan penguasaan teknokratik perencanaan pembangunan dan pemberdayaan kampung, telah berubah lebih baik dari sebelum ada pendamping desa.Menatap tahun 2020 nanti sudah banyak langkah persiapan perencanaan yang akan dijalankan oleh kampong.Perubahan ini saya akui tidak lepas dari peran serta Pendamping Desa mulai dari tingkat PLD hingga Tenaga Ahli di kabupaten yang saling dukung demi terwujudnya proses pendampingan desa yang profesional. Terkait pendampingan desa dalam kerangka Program Inovasi Desa (PID), kami merasakan ada tantangan baru bagi pendamping untuk dapat merealisasikan program ini, pertama; pemerintah kampong merasa inovasi itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dikerjakan dan tidak tergambar dalam fikiran mereka,kedua; inovasi adalah sesuatu yang dianggap rumit dan membutuhkan keahlian khusus dan belum tentu dapat dijalankan dengan tipologi desa yang beragam, ketiga; 332
Pendamping Desa Kurir Data? pemerintah kampung merasa program ini hanya menambah beban anggran dalam APBK dan akan menghambat prioritas yang sudah direncanakan dalam RPJM Kampung. Mengetahui tantangan di atas, selaku Pendamping Desa saya kembali berusaha memetakan pokok permasalahan yang ada dan jalan pemecahannya. Satu jalannya yakni memanfaatkan kegiatan Bursa Inovasi Desa (BID), sebagai ruang untuk memantik inspirasi bagi pemerintah kampung agar memasukan ide inovasi ke dalam kerangka program pembangunannya. Upaya ini saya lakukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Bursa. Caranya, melakukan berbagai diskusi kelompok kecil dengan komunitas lintas generasi di masing-masing kampung agar terbuka pola berfikirnya. Akhirnya dengan metode-metode yang kami jalankan tadi, di Kecamatan Batu Putih, koordinasi denga TA P3MD dan Tim Verifikasi Kecamatan yang diketua Pak Ahmad Juhri selaku Sekretaris Camat dalam mengarusutamakan inovasi desa akhirnya berbuah manis. Program Inovasi Desa dapat berjalan dengan baik mulai dari kegiatan Bursa Inovasi Desa-nya sendiri maupun hingga masuknya usulan program- program inovatif ke dalam kerangka APBK 2019. Rata-rata APBK dari Kampung Ampen Medang, Kampung Batu Putih, dan Kampung Tembudan untuk tahun anggaran 2019 sudah memasukan program atau kegiatan pembangunan yang inovatif yang direplikasi dari pengalaman pembangunan desa lainnya sebagaimana mereka dapatkan saat mengikuti BID tahun 2018. Sementara itu, daya magis dan daya pikat dari BID membuat kampung-kampung lainnya lebih semangat berburu menu bursa dan berbondong-bondong untuk berkomitmen melaksanakan inovasi di tahun 2020.Kami yakin bahwa melalui PID, kampung dapat lebih spesifik mengetahui 333
Berguru Pada Desa apa keunggulan dari kampung-nya dan tahu seperti apa memanfaatkan keunggulan tersebut guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.Satu kata yang sering saya sampaikan pada saat pendampingan, bahkan pada saat musyawarah kampung adalah “tidak selamanya kita akan menikmati Dana Desa, maka persiapkanlah diri untuk bisa Mandiri”.Kata-kata ini bagi saya adalah motivasi terbalik, Program Inovasi Desa dapat ber dalam artian kita seakan jalan dengan baik mulai dari kegia- melemahkan semangat tan Bursa Inovasi Desa-nya sendiri dengan menggambarkan maupun hingga masuknya usulan sebuah program itu bisa program-program inovatif ke da- saja nanti berakhir, kalau lam kerangka APBK 2019. kita tidak memanfaatkan program ini dengan baik, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa untuk jangka Panjang.Maka sesuatu yang sifatnya berkelanjutan dan terintegrasi itu yang harus dimaksimalkan dan dikuatkan. Dari alur carita yang coba saya tuliskan di atas, saya meya kini masih banyak bolong dan cacat administrasi dalam pendampingan. Namun itu bukanlah suatu kemunduran, karena perjuangan pendampingan itu baru dimulai. Di tahun 2019 kami bekerjasama dengan Tim Pendamping dan Tim Verifikasi Kecamatan, mempersiapkan pemerintah kampung agar sanggup mengurusi rumah tangganya sendiri. Langkah yang diambil adalah memagari kampung dengan kemampuan membangun keberlanjutan. Caranya dengan mendorong kampung dapat mendirikan BUMDesa serta mengadvokasi pemerintah kampung agar dapat membuat Peraturan Kam pung tentang Kewenangan Kampung Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Kampung.Dengan adanya Peraturan Kampung ini, harapannya Pemerintahan Kampung dapat lebih jelas menentukan arah kedepan, 334
Pendamping Desa Kurir Data? tanpa menghilangkan fungsi kontrol yang ada pada lembaga BPK kampung yang kedepan harus diperkuat lagi kapasitas pengurus BPK-nya. Kesimpulannya, dari pertama yang meyakinkan diri saya untuk masuk di pemberdayaan dan sedikit banyak belajar memahami UU Desa, yang harus benar-benar di implementasikan oleh Kampung sebagai perwujudan dari mandat UU Desa adalah mampu dan tahu bahwa Kampung dapat menjadi motor penggerak kemajuan bangsa.Tidak kaku pada aturan yang ada, merubah paradigma dan stigma kebanyakan masyarakat yang melihat perubahan dan kemajuan hanya dari infrastruktur saja. Kampung juga tidak lantas berpuas diri hanya karena sudah melakukan program pemberdayaan mulai dari Posyandu hingga peningkatan kapasitas aparat dan lembaga masyarakat kampung.Tapi ada hal yang jauh lebih bermakna walau terkesan sederhana adalah membangun pemahaman Pemerintahan Kampung tentang arti pentingnya pengelolaan kampung yang didasari rasa memiliki atas apa yang ada di kampung oleh segenap elemen masyarakat yang ada, sehingga dari rasa memiliki ini maka diharapkan akan timbul sinergi antar lembaga demi kemajuan Kampung.Dari rasa memiliki ini jugalah masyarakat akan lebih mencintai pemimpinnya dan terus memberikan kritikan dan sumbang saran demi kemajuan kampung. Terima kasih untuk Tim Pendamping Kecamatan, Kampung Tembudan, Kayu Indah, Batu Putih, Ampen Medang, Lobang Kelatak, Balikukup dan Kampung Sumber Agung.Itulah kiranya selayang pandang perjalanan saya sebagai Pendamping Desa Pemberdayaan di Kecamatan Batu Putih yang dapat saya sampaikan, mohon kiranya diberikan sumbang saran guna peningkatan saya dalam pendampingan desa yang masih sangat sedikit ini. Demikian dan terima kasih. 335
Menekuni Kerja Sebagai Pendamping Desa Oleh: Merlin Malimongan, S.Si (Pendamping Desa PemberdayaanKecamatan Linggang Bigung Kab. Kutai Barat, Prov. Kalimantan timur) Menggeluti sebuah pekerjaan tentu punya suka dan duka. Demikianpun saya, menjadi seorang Pendamping Desa juga mengalami suka dan duka dan rangkaian pengalaman yang berkesan dari awal akan saya tuangkan dalam tulisan ini. Saya pertama kali ditugaskan menjadi seorang Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) pada tanggal 1 November 2017, dan ditugaskan diKecamatan Barong Tongkok,Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Sebelum ditugaskan di lapangan kami terlebih dahulu diberi pembekalan dalam kegiatan pratugas selama 9 hari. Awal masa tugas merupakan tantangan terberat bagi saya. Disamping belum punya banyak pengalaman di dunia pemberdayaan,saya juga harus belajar memahami dan mengenal kondisi desa dampingan baik sosial, ekonomi, politik dan budayanya. Beradaptasi dan membaur dengan pemerintah desa dan masyarakat merupakan hal mutlak yang 336
Menekuni Kerja Sebagai Pendamping Desa harus saya lakukan. Namun hal ini ternyata butuh proses karena masing-masing desa punya karakter yang berbeda. Apalagi saya yang notabenenya perantau dan baru berapa bulan terdaftar sebagai penduduk di Kecamatan tempat saya ditugaskan, tentu memiliki pergumulan yang berat. Namun semangat pantang menyerah dan berkomitmen untuk melaksanakan tugas Negara yang telah diamanahkan kepada saya, membuat saya tetap berjuang. Di samping belum punya banyak pengalaman di dunia pemberdayaan, saya juga harus belajar memahami dan mengenal kondisi desa dampingan baik sosial, ekonomi, politik dan budayanya. Beradaptasi dan membaur dengan pemerintah desa dan masyarakat merupakan hal mutlak yang harus saya lakukan. Namun hal ini ternyata butuh proses karena masing- masing desa punya karakter yang berbeda. Berbicara tentang tupoksi saya sebagai Pendamping Desa sebagaimana dalam Permendes PDTT Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa secara umum adalah mendampingi pemangku kepentingan baik di tingkat Desa maupun Kecamatan dalam implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dan berkaitan dengan hal tersebut yang dapat saya amati pada awal masa tugas adalah praktek Undang-Undang Desa belum dapat dilakukan sepenuhnya. Pada waktu itu saya mendampingi 19 Desa. Dalam menangani 19 Desa yang memiliki karakter dan potensi, kekurangan dan kelebihan antarmasing-masing desa, ditemukan beberapa 337
Berguru Pada Desa tantangan. Misalnya begini, perencanaan pembangunan di semua desa hampir tidak bekerja efektif dan tepat waktu seperti yang tertuang dalam peraturan yang berlaku. Ketika kami mulai bertugas di bulan November kami mendapati masih ada beberapa desa yang disibukkan dengan Musya warah Perencanaan Pembangunan dan penyelesaian dokumen perencanaan yaitu RKP.Padahal seharusnya paling lambat disahkan di akhir bulan September sesuai dengan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014. Selain itu, permasalahan yang ditemukan oleh Pendamping Desa yakni ada beberapa desa yang memiliki dokumen RPJMKam-nya belum sesuai dengan Permendagri Nomor 114 tahun 2014. Beberapa Desa juga memiliki format APBKam TA 2017 yang tidak sesuai dengan format APBKam yang terdapat dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Dan, terdapat beberapa desa yang belum membuat buku kas manual. Permasalahan lain yang ditemukan oleh pendamping desa di lapangan yakni desa terkesan lambat dalam menyelesaikan laporan realisasi dana desa tahap I sehingga di bulan November Dana Desa tahap II belum cair dari RUKN ke RKUD. Selain itu, permasalahan yang ditemukan oleh kami di lapangan yaitu penggunaan Dana Desa yang tidak sesuai dengan prioritasnya yakni beberapa Desa melakukan pembangunan rehap Puskemas Pembantu dimana kegiatan ini tidak masuk dalam kewenangan desa. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kami di lapangan di tahun 2017 terdapat beberapa desa yang belum membentuk BUMDesa.Disamping itu beberapa desa yang sudah mem bentuk BUMDesa belum berjalan dengan efektif karena keterbatasan SDM yang dimiliki oleh pengurus BUMDesa tersebut. 338
Menekuni Kerja Sebagai Pendamping Desa Selama satu bulan lebih kami melaksanakan orientasi di lapangan dan mengamati pelaksanaan Undang-Undang Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa, ternyata masih ditemukan beberapa permasalahan.Maka kami menyusun rencana kerja tindak lanjut untuk mewujudkan terlaksananya tujuan UU Desa tadi. Untuk melaksanakan misi tersebut, yakni dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang terjadi, kami mengalami berbagai kendala akibat belum terciptanya hubungan yang harmonis antara pemerintah desa dengan pendamping desa. Sebagian besar pemerintah desa memiliki persepsi bahwa pendamping desa merupakan intel dan tugasnya hanya meminta data. Untuk melaksanakan misi tersebut, yakni dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang terjadi, kami mengalami berbagai kendala akibat belum terciptanya hubungan yang harmonis antara pemerintah desa dengan pendamping desa. Sebagian besar pemerintah desa memiliki persepsi bahwa pendamping desa merupakan intel dan tugasnya hanya meminta data. Sebagai seorang tenaga pendamping profesional kami berusaha meyakinkan pemerintah desa yang masih memiliki persepsi yang demikian. PadahalPendamping Desa adalah bagian dari pemerintah desa yang bertugas mendampingi desa sehingga tata kelola pemerintahan desa berjalan selaras dengan aturan yang berlaku. Dalam melaksanakan upaya itu kami bekerja sama dengan pihak kecamatan dan juga tenaga ahli P3MD. Dan, tentunya tenaga ahli kabupaten selalu memfasilitasi dan memberikan OJT terkait dengan strategi pendampingan maupun menyampaikan regulasi-regulasi yang terkait untuk 339
Berguru Pada Desa menjawab permasalahan yang terjadi di lapangan. Dan pihak kecamatapun selalu bekerjasama dan mendukung setiap program yang dilaksanakan pendamping desa. Berbicara tentang strategi yang dilaksanakan, mulai Januari tahun 2018 yang merupakan tahun keempat perjalanan kebijakan Dana Desa, kami selaku pendamping berupaya keras dalam mewujudkan praktek Undang-Undang Desa. Kami melakukan kunjungan dari desa ke desa untuk melaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis baik OJT maupun bermodel in class dan sosialisasi mengenai pembuatan RPJMKam, RKPKam, APBDes/APBKam, Buku Kas Manual, Prioritas Dana Desa sesuai Permendes yang berlaku, Peningkatan kapasitas pengurus BUMDesa bekerja sama dengan pihak Kecamatan dan Tenaga Ahli Kabupaten. Setelah beberapa bulan menjadi Pendamping Desa, dengan berbagai upaya pendekatan yang kami lakukan, hubungan yang harmonis antara pemerintah desa dan pendampingan desa dapat terjalin dan saling bersinergi.Pada tahun 2018, sebagian besar desa sudah memiliki dokumen RKPyang disusun secara mandiri oleh Tim Penyusunan RKPKam difasilitasi oleh pendamping desa,yang disusun sesuai dengan format Permendagri Nomor 114 tahun 2014, dan juga APBDes telah disusun mengikuti format pemendagri nomor 113 tahun 2014. Terkait dengan tahapan pelaksanaannya, kami juga melakukan pengawalan penggunaan Dana Desa dengan melaksanakan monitoring ke lapangan. Kegiatan ini kami lakukan ber sama PLD dan bersama pihak Kecamatan serta Tenaga Ahli Kabupaten. Mengapa kami lakukan monitoring,yaitu untuk memastikan pengelolaanDana Desa tepat sasaran dan mengupdate realisasi penggunaan Dana Desa secara berkala 340
Menekuni Kerja Sebagai Pendamping Desa untuk mengetahui progres penggunaannya. Selain melaksanakan monitoring terhadap pembangunan infrastruktur kami juga melakukan monitoring pembangunan desa bidang pemberdayaan. Untuk bidang ini, secara khusus monitoring difokuskan pada progress perkembangan BUMDesa dan menggerakkan pemerintah desa dan masya rakat yang belum membentuk BUMDesa agar segera membentuknya. Kami memfasilitasi BUMDesa yang belum aktif dalam melihat potensi yang bisa dikembangkan secara efektif tanpa mematikan usaha masyarakat lain. Alhasil, di pertengahan tahun 2018 dari 19 desa dampingan kami, semua telah memiliki BUMDesa, sekalipun ada diantaranya yang belum aktif. Ketidakaktifan BUMDesa ini disebabkan oleh banyak factor.Salah satu faktornya adalah keterbatasan SDM pengurusnya. Untuk itu dalam beberapa kali kesempatan ,kami melaksanakan pelatihan peningkatan kapasitas pengurus BUMDesa yang difasilitasi oleh kami bekerja sama dengan tenaga ahli kabupaten. Memasuki siklus perencanaan untuk tahun 2019, kami berupaya memfasilitasi pemerintahan desa supaya tahapan perencanaan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan, pada saat itu bisa dikatakan tahapan perencanaan telah dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku. 19 desa dampingan kami melaksanakan musrembang di bulan Agustus 2018 untuk perencanaan 2019. Partisipasi masyarakatdalam mengikuti musyawarah sangat meningkat. Berdasarkan hasil musrenbang perencanaan 2019 sebagian besar desa sudah mengarahkan programnya ke bidang pemberdayaan. Padahal, tahun sebelumn ya sebagian besar Dana Desa hanya dialokasikan ke bidang pembangunan saja, namun sejak tahun 2019, sebagian Dana Desa telah dialokasikan di bidang pemberdayaan. 341
Berguru Pada Desa Secara khusus misalnya untuk penyertaan modal BUMDesa dan pemberian PMT serta pelatihan-pelatihan. Tahun 2019 merupakan tahun ke-5 perjalanan implementasi UU Desa dan Dana Desa. Di sini perubahan desa telah terjadi sangat signifikan. Sebelum ada Dana Desa masyarakat belum bisa menikmati infrastruktur yang memadai.Para petani memiliki akses yang sulit menuju lokasi pertaniannya, bahkan hasil panennya harus dipikul sendiri. Dengan adanya Dana Desa,masyarakat desa menjadi berdaya. Infrastruktur desa dapat dibangun mulai dari pembangunan jalan desa, pembukaan jalan usaha tani, drainase, jembatan, sarana olahraga, gedung posyandu, dan bantuan penyertaan modal BUMDesa. Pada tahun 2019 beberapa BUMDesa telah memperlihatkan progress yang baik yang ditunjukan dengan omset dan keuntungan sekalipun jumlahnya belum besar, namun pemberdayaannya sudah berjalan, sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi warga masyarakat. Pembangunan dari Dana Desa yang dilaksanakan secara padat karya tunai juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang menganggur. Padat karya tunai, kala itu disambut dengan antusias oleh masyarakat. Dengan Dana Desa banyak inovasi-inovasi dan terobosan- terobosan baru dapat dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakatnya. Sebagai contoh salah satu desa yang membangun secara inovatif yakni Desa Juaq Asa, dimana pemerintah desa dan masyarakatnya membangun sebuah tempat wisata. Tempat wisata yang awalnya merupakan bencana karena dengan adanya genangan air pohon-pohon menjadi mati, namun dengan ide yang kreatif, pemerintah desa dan masyarakatnya mengelolanya menjadi wisata air. Di bulan Maret 2019 obyek wisata ini telah diresmikan menjadi tempat wisata terfavorit, sehingga tidak heran tiap bulannya 342
Menekuni Kerja Sebagai Pendamping Desa memberikan omset rata-rata sebesar seratus juta rupiah (Rp.100.000.000). Dengan adanya dana desa taraf hidup dan perekonimian masyarakat meningkat . Dan masih banyak manfaat dana desa yang telah dinikmati oleh masyarakat. Dan didukung juga oleh program inovasi desa, pemerintah desa dapat mereplikasi ide-ide kreatif yang telah berhasil ditempat lain. Dengan Dana Desa banyak inovasi-inovasi dan terobosan-terobosan baru dapat dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakatnya. Sebagai contoh salah satu desa yang membangun secara inovatif yakni Desa Juaq Asa, di mana pemerintah desa dan masyarakatnya membangun sebuah tempat wisata. Pada bulan Juli 2019 kami direlokasi ke Kecamatan Linggang Bigung. Kecamatan Linggang Bigung terdiri dari 11 desa. Sekalipun baru 2 bulan ditempatkan di lokasi baru, saya dapat mengamati bahwa dengan adanya Dana Desa, masyarakat begitu merasakan manfaatnya. Pemerintah desa dan pendamping desa juga telah bersinergi. Di bulan Agustus- September kami melaksanaan agenda perencanaan.Sebelum melaksanakan musyawarah RKPDesa tahun 2020, terlebih dahulu dilakanakan rembug stunting yang merupakan bagian dari Program Inovasi Desa. Dalam kegiatan ini, kami bersinergi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Kegiatan rembug stunting merupakan kegiatan yang diperuntukkan khusus untuk membahas cara pencegahan stunting. Hasil rembug stunting akan diusulkan dalam musrenbang. Jadi dengan Dana Desa diharapkan mata rantai stunting dapat diputuskan atau setidaknya mengurangi angka stunting 343
Berguru Pada Desa sehingga generasi bangsa kedepannya dapat lebih cerdas. Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya perlu sampaikan bahwa saya bangga menjadi pendamping desa. Dengan tantangan yang begitu berat membuat saya semakin terpacu berjuang keras. Dibentuk menjadi tim leader yang baik dan belajar membangun tim work yang solid merupakan hal yang kami dapatkan selama menjadi pendamping desa. Demikianlah pengalaman secara singkat yang dapat kami bagikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. 344
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa Oleh: Misfahuddin (TA PM P3MD Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan) Era Pendampingan Menggeluti profesi pendamping desa bukanlah hal baru bagi saya. Sebelum P3MD dimplementasikan, kerja pendampingan sudah saya geluti melaui program pemberdayaan yang dikonsep oleh Organisasi Non Pemerintah atau sering disingkat NGO. Sejak tahun 1996 boleh saya nyatakan disini saya sudah bergelut dengan kerja- kerja pemberdayaan masyarakat desa. Era pertama pendampingan desa saya tekuni mulai1996 s/d 2007. Di era ini saya mendampingi/memfasiliatasi masyarakat untuk kegiatan/program pembangunan yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD. Di program ini tidak memiliki juknis dan semacamnya, namun hanya memiliki konsep yang di kemas dalam satu dokumen yang bernama Proposal. Di dalamnya memuat gambaran proyek, tujuan, output, outcome serta exit strategi. Dalam kerja-kerja pemberdayaan ini saya 345
Berguru Pada Desa memegang erat pesan dari seorang senior di NGO “jangan jadi guru bagi mereka (masyarakat dampingan), mulai dari apa yang mereka pahami, jangan mulai dari apa yang anda pahami sebagai seorang pendamping, karena hanya dengan cara itu anda bisa mengantar mereka untuk mengenal potensinya, dan tahu cara menggunakannya. Itulah masyarakat berdaya”. Era berikutnya mulai tahun 2007-2014, yaitu era mega proyek pemberdayaan yang dikenal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Di program ini,saya menekuni kedudukan sebagai fasiliator kabupaten pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Desa (PNPM MD). Meski lokus wilayah dampingan tidak fokus di satu desa dan kecamatan, namun interaksi dengan kelompok masyarakat selalu saya lakukan, bahkan 15 hari dalam sebulan harus ke desa. Hal yang sangat berbeda yang saya rasakan di era sebelumnya. Di era ini saya mengenal adanya PTO. PTO berlaku secara nasional. Semua tahapan kegiatan pemberdayaan diatur di dalam dokumen ini. Atas PTO tersebut, para fasilitator PNPM, baik di level kabupaten maupun kecamatan menyikapinya dengan beragam. Ada yang merasa “bagai katak yang hidup di bawah tempurung”, ada juga yang justru senang karena tidak perlu berfikir apa yang harus di lakukukan karena sudah jelas kegiatan dan tahapannya. Malah kadang dijadikan guyon oleh banyak pihak. Sebutlah Fasilitator PNPM itu PTOisme dan cenderung menggunakan “kacamata kuda”, tinggal Copy Paste. Program ini mengikat setiap fasilitator dengan kontrak kerja, yaitu antara fasilitator dengan DPMD Provinsi. Kalau saya, ya kontraknya dengan DPMD Provinsi Sulawesi Selatan. Karenanya secara admnistratif banyak hal yang harus saya 346
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa patuhi di dalamnya, termasuk keharusan pindah tugas sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 8 tahun. ..menjadi pendamping desa tidak hanya di butuhkan kepintaran, dalam hal penguasaan materi dan aturan, namun butuh keterampilan komunikasi dan bersikap secara tepat, tegas dengan ritme yang perlu diatur, agar semua pihak merasa terfasilitasi, bukanya justru menciptakan masalah dan konflik baru dan berhadapan dengan kepala desa. Era ketiga yaitu mulai 2015 s/d Mei 2016 atau era peralihan. Sesuai dengan surat perintah tugas, saya pada waktu itu ditugaskan pada 2 posisi, yakni Fasilitator Kabupaten dalam rangka pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan Pendamping Desa pada posisi Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat pada Program P3MD (Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa). Dalam rangka mengakhiri program PNPM MPd sekaligus mengawali program P3MD, bagi saya bukanlah hal mudah. Saya masih teringat dengan kata kata seorang camat “saya tidak mau dengar ada masalah yang di tinggal oleh fasilitator PNPM. Sebelum tinggalkan lokasi kecamatan pastikan memang tidak ada masalah”. Pada saat yang sama, sosialisasi Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, juga sudah harus dilaksanakan, sebagai bagian dari tugas pendamping desa Tenaga Ahli P3MD, sehingga saya harus memparalelkan tugas saya di dua program yg berebeda dalam satu waktu. Bergeser dari Fasilitator Kabupaten PNPM ke Tenaga Ahli P3MD (pendamping desa), menurut saya bukan hanya 347
Berguru Pada Desa berubah dari judul program, melainkan berubah peran juga. Berikut catatan harian saya selama menggeluti profesi Pendamping Desa (Tenaga Ahli P3MD) di bawah naungan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi: Penolakan Pendamping dan Berbagai Tantangannya. Respon Pemerintah Desa dalam menyikapi kehadiran Dana Desa, aturan baru terkait desa dan Pendamping Desa beragam. Dalam tiga bulan Pertama saya menjalankan tugas sebagai Tenaga Ahli (TA), keluhan terbesar dari Pendamping Desa (PD) dan pendamping Lokal Desa (PLD) adalah mereka ditolak oleh kepala desa dengan berbagai alasan. Ada yang menyampaikan penolakan tersebut di forum resmi, bahkan ada yang menyurat ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa. Dalam kondisi demikian kompleks, saya pada saat itu, diuntungkan oleh peran Kadis PMD yang sangat aktif dalam mengawal, memantau kehadiran aktifitas pendampingan di setiap momen kegiatan apapun, baik rapat koordinasi, pelatihan, serta kegiatan lainnya. Beliau selalu menghadirkan pendamping desa bahkan pernah membuat kegiatan launching P3MD/Pendamping Desa yang menghadirkan Kepala Desa, pendamping desa, BPD, DPRD dan Bupati. Seiring berjalanya waktu akhirnya penolakan tersebut menurun tensinya dan berganti kami diterima dengan baik. Kepala Desa Vs Pendamping Harus diakui bahwa tingkat kapasitas dan loyalitas pendamping desa pada awalnya memang sangat beragam. Ada yang pintar dan rajin, ada yang tidak pintar dan malas, ada yang hanya rajin dan tidak pintar. Bagi pendamping desa (PD) yang 348
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa Harus diakui bahwa tingkat kapasitas dan loyalitas pendamping desa pada awalnya memang sangat beragam. Ada yang pintar dan rajin, ada yang tidak pintar dan malas, ada yang hanya rajin dan tidak pintar. Bagi pendamping desa (PD) yang pintar dalam menjalankan tugasnya, akan dipertahankan oleh kepala desa dampingannya, bahkan disiapkan ruangan khusus. Bagi yang tidak pintar, jangankan diberi fasilitas ruangan, diminta bicara pun tidak, bahkan ada Kades yang tidak mau menandatangani laporannya. pintar dalam menjalankan tugasnya, akan dipertahankan oleh kepala desa dampingannya, bahkan disiapkan ruangan khusus. Bagi yang tidak pintar, jangankan diberi fasilitas ruangan, diminta bicara pun tidak, bahkan ada Kades yang tidak mau menandatangani laporannya. Di situ banyak kepala desa yang menyurat dan menghadap langsung ke kepala Dinas PMD dan TA agar pendamping desa tertentu dipindahkan dengan alasan kapasitas. Saya sebagai Tim TA tidak begitu saja yakin kalau PD yang bersangkutan kapasitasnya lemah, karena menurut saya, PD yang bersangkutan pintar. Kondisi ini pun mengharuskan Tenaga Ahli dan Dinas PMD melakukan evaluasi, bahkan memanggil pendamping desa guna memintai klarifikasi. Setelah klarifikasi, teryata pendamping desa yang bersangkuatan tidak bermasalah pada persoalan kapasitas, melainkan terlalu aktif dan over dalam melakukan pendampingan, melewati kewenangan dan tanggung jawabnya, persis seperti yang diperankan oleh Inspektorat Kabupaten. Dari kejadian ini saya berkesimpulan bahwa menjadi pendamping desa tidak hanya di butuhkan kepintaran, dalam hal penguasaan materi dan aturan, namun 349
Berguru Pada Desa butuh keterampilan komunikasi dan bersikap secara tepat, tegas dengan ritme yang perlu diatur, agar semua pihak merasa terfasilitasi, bukanya justru menciptakan masalah dan konflik baru dan berhadapan dengan kepala desa. Ketidakharmonisan kepala desa dengan pendamping desa tidak hanya disebabkan oleh perbedaan pendapat, tapi juga karena kepentingan. Misalnya, karena ada kesamaan target rencana menjadi bakal calon kepala desa. Kondisi ini biasanya terjadi di saat tahun terakhir sisa masa jabatan kepala desa. Saya sendiri sempat menanyai (wawancara) kepada beberapa orang Pendamping Desa yang ikut mencalonkan diri dari Kepala desa, apakah rencana ini ( menjadi calon Kepala Desa) sudah terencana sebelum jadi pendamping? Jawabanya pun beragam antara lain misalnya; “saya sebenarya tidak punya rencana dari awal, tapi saya diminta oleh masyarakat katanya”, atau jawaban lain yang berkaitan dengan teknis manajamen birokrasi yang jawabannya, “setelah mendampingi desa dan melihat banyak kekurangan yang terjadi saya pun merasa terpanggil untuk memperbaiki desaku”, atau jawaban politis seperti misalnya, “Menjadi kepala desa pak sebenarya hanya ingin saya jadikan batu loncatan saja untuk menjadi anggota legislative agar punya modal suara dan basis massa”, bahkan jawaban pragmatis lainnya yang sanagat simpel “saya memilih menjadi kepala desa karena lebih aman dari sisi pendapatan”. Pengakuan sang Kades justru menganggap keberad aan pendamping desa sangat membantu saya. “Kalau tidak ada pendamping desa, saya tidak akan mampu menyelesaikan kegiatan dan pekerjan saya pak“ ujar Kades di selah-selah diskusi kecil pada saat itu. 350
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa Apapun alasannya fakta yang terjadi, tidak semua yang ikut mencalonkan diri di ajang Pilkades terpilih menjadi kepala desa. Diantara mereka yang tidak terpilih, ada yang mendaftar kembali menajadi pendamping desa, ada juga yang menekuni profesi lain. Bagi yang terpilih kini berupaya membuktikan kalau dirinya memang pantas menjadi kepala desa. Yang pasti bahwa dengan adanya pendamping desa, yang mencalokan diri menjadi kepala desa, membuat efek kekhawatiran para Kades aktif akan kemungkinan hadirnya pesaing dari kalangan pendamping desa. Inilah salah satu akar masalah terjadinya konflik antara pendamping desa dan kepala desa. Kepala desa bermuka dua “Lain di bibir lain pula di hati” Dalam satu pertemuan (sosialisasi TP4D) yang dihadiri oleh pihak Kejaksaan dan Kepala desa, saya diminta untuk menyampaikan konsep pendampingan desa P3MD. Di akhir pertemuan, kepala desa mempertanyakan tugas dan keberadaan pendamping desa yang dinilainya tidak ada pengaruh apa-apa. Meski bertanya dengan nada yang lantang seperti menyerang, saya pun menyikapinya dengan tenang, Dalam hati saya mengatakan suatu waktu saya akan ke desanya bersama pendamping desa yang bertugas di desa tersebut. Berselang 3 minggu setelah acara pertemuan, saya pun datang dan disambut oleh kepala desa dan pendamping desa yang sudah lebih dulu berada di kantor desa. Suasana keakraban antara Kades dan pendamping desa justru berbanding terbalik dengan apa yang saya lihat dan dengar pada saat pertemuan di kabupaten tadi di mana kala itu PD dan PLD tidak ada. Pengakuan sang Kades justru menganggap keberadaan pendamping desa sangat membantu saya. “Kalau tidak ada pendamping desa, saya tidak akan mampu menyelesaikan kegiatan dan pekerjan saya pak“ ujar Kades di selah-selah 351
Berguru Pada Desa diskusi kecil pada saat itu. Sampai saat ini saya belum berkesimpulan pengakuan mana yang benar, apakah keluh kesah disaat pertemuan tanpa dihadiri pendamping desa atau pengakuan kepada saya disaat saya bersama Pendamping desa. Pendapat yang Diperbandingkan Membandingkan pendapat beberapa orang untuk mengambil keputusan yang tepat menurut saya itu wajar dan kadang itu memang harus dilakukan. Tetapi mencari pendapat yang membenarkan kesalahan yang telah dilakukan atau akan dilakukan itu yang membingungkan saya. Seperti catatan pengalaman saya berikut ini; Seorang kepala desa mendatangi kantor Inspektorat dan mengkonsultasikan suatu rencana (pembebasan lahan melalui APBDesa). Dengan berbagai pertimbangan, Inspektorat pun menyarankan agar rencana tersebut jangan dilakukan karena beberapa alasan. Tidak puas dengan jawaban Inspektorat, kades yang bersangkutan konsultasi lagi dengan Dinas PMD. Namun jawaban dari Dinas PMD sama dengan jawaban Inspektorat. Tidak puas dengan jawaban Dinas PMD, kades tersebut mencoba menanyakan ke Pendamping Lokal Desa (PLD). Namun PLD bersangkutan tidak memberi jawaban, melainkan hanya menjanji bahwa akan mengkonsultasikan dengan TA di kabupaten. Karena butuh jawaban cepat, kades tersebut meminta nomor HP saya kepada PLD tersebut, dan langsung menghubungi saya. Masih dengan pertanyaan yang sama, saya pun menjawab hal yang sama seperti jawaban Inspektorat dan Dinas PMD. Kalau saja saya memberikan jawaban lain kepada kepala desa tersebut mungkin pendapat saya dijadikan dasar untuk melakukan kesalahan atau membenarkan kesalahan yang mereka lakukan. 352
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa Salah Duga (LSM dan Wartawan) Dihampir semua lokasi yang menjadi tempat tugas saya, hubungan LSM lokal dan Pers (wartawan) dengan pendamping desa kurang harmonis. Beberapa kasus dugaan penyalahgunaan APBDesa yang mengharuskan pendamping desa ikut dimintai keterangan oleh penegak hukum, sebahagian berawal dari laporan LSM dan pemberitaan di media lokal. Bahkan pernah ada satu kejadian, pendamping desa dilaporkan ke penegak hukum oleh oknum LSM, dan dibalas dengan laporan balik oleh pendamping Desa . Suatu kali saya berkunjung ke salah satu desa, tanpa di temani oleh rekan lainnya yang sudah lama bertugas di lokasi tersebut. Karena baru bertugas satu bulan, wajar kalau aparat desa belum banyak mengenal saya. Begitu saya masuk di kantor desa, saya langsung bertanya “pak desa ada?”. Tidak satu orang pun aparat desa yang menjawab pertanyaan saya, melainkan hanya satu orang yang menjawab, itupun bukan aparat desa, tetapi warga yang datang di kantor desa untuk mengurus sesuatu, “kebetulan saya lagi tunggu Pak Desa pak, kata beliau sebentar lagi dia datang katanya”. Saya pun melanjutkan cerita dengan warga tersebut dan memperkenalkan diri. Setelah beberapa aparat mendengar pembicaraan saya, barulah seorang staf desa mendekat dan mengajak saya berbincang lalu menyusul aparat lainnya, tidak lama kemudian saya pun pamit dan pulang ke Sekretariat P3MD. Sehari setelah kunjungan, DPMD mengundang kepala desa dan sekdes desa tersebbut, guna menyosialisasikan salah satu regulasi yang mengatur tentang desa. Di pertemuan itu saya pun memperkenalkan diri dan menceritakan kejadian yang saya alami di desa tersebut. Usai pertemuan, seorang datang menyalami saya dan berkata mohon maaf pak kemarin 353
Berguru Pada Desa waktu bapak datang di kantor desa, staf di desa mengira bapak Wartawan atau LSM. Pengakuan aparat desa ini pun membuat saya bertany,a apa yang salah dalam kejadian itu, kalau saya dikiranya LSM, itu tidak salah karena saya memang aktif dan lama di LSM, kalau saya juga disebut wartawan saya juga pernah mengurus tabloid Mingguan. Mungkin yang berbeda adalah misi kawan-kawan LSM lokal yang terstigma negatif karena tujuannya “berbeda”. Yang pasti bahwa idealnya desa justru menjadikan LSM dan wartawan sebagai mitra yang berperan sebagai fasilitator lokal dan corong sosialisasi dalam melakukan kegiatan pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Tidak semua kesalahan di sebabkan ketidaktahuan Pe- merintah desa Setiap kesalahan yang terjadi dan ditemukan oleh Auditor/ ataupun pendamping desa, maka alasan utamanya adalah saya tidak tau. Namun setelah ditelusuri, ternyata kades tersebut sudah dilatih, bahkan atas peristiwa terdahulu sudah diperingatkan karena kesalahan yang sama. Berdasarkan pengalaman saya tidak semua kesalahan yang dilakukan oleh desa disebabkan oleh ketidaktahuan, tapi karena mereka tahu namun tidak mau melakukan yang benar. Ibaratnya tidak ada perokok yang tidak tahu bahwa merokok itu merusak kesehatan, dan tidak ada perokok yang berhenti merokok hanya dengan membaca peringatan yang ada di sampul rokok. Sehingga memang dengan maksud dan niat tertentu, atau alasan kemalasan mengikuti regulasi yang sangat prosedural dan ketat, beberapa oknum kepala desa dengan berani menabrak aturan, bahkan melakukan berbagi cara untuk memuluskan niatnya demi kepentingan pribadi atau kelompoknya tapi mengabaikan hal penting 354
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa yang terkait dengan aturan pengelolaan Dana Desa yang berkeadilan, inklusif dan transparan, sebagai asas pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Pengalaman memonitoring pelatihan dan membawa materi. Baru-baru ini saya diminta untuk membawakan materi di salah satu desa yang topiknya adalah Penguatan Badan Usaha Milik Milik Desa dengan judul “ Kebijakan dan Regulasi Tentang Badan Usaha Milik Desa”. Sesaat setelah tiba di tempat pelatihan, sambil menunggu giliran menyampaikan materi, saya melihat jumlah peserta cukup banyak yang seluruhnya perempuan. Saya pun penasaran siapa yang sesungguhnya akan mendengarkan materi saya ini ?. Pertanyan saya ini terjawab setelah mengawali pembahasan materi dengan pertanyaan pengantar; 1). Apa hubunganya peserta yang hadir pada hari ini dengan BUMDesa. Kemudian salah seorang peserta menjawab, “saya ini pak yang selalu menitip kue untuk di jual di BUMDesa”. 2). Apakah kue yang dijual di BUMDesa adalah kue dari ibu-ibu yang hadir di pelatihan ini, jawabanya beragam. 3). Pertanyaan kedua saya terjawab pada saat saya bertanya “ apakah kue yang jadi snack di meja narasumber ini adalah jualan di toko BUMDesa. Pengurus menjawab “iya pak”. kalau begitu siapa yang orangnya yang buat kue ini adakah yang hadir pada saat ini sebagai peserta, ternyata tidak ada. Terjawab sudah prtanyaan keduaku. Melihat latar belakang peserta yang yang dihadirkan sepertiya memunculkan pertanyaan apakah materi saya ini di butuhkan oleh peserta pelatihan. Pengalaman lain di salah satu desa, saya melihat pelatihan di laksanakan di Aula kantor desa. Pesertanya adalah seluruh perangkat desa, dan materinya adalah Tugas dan Tanggung jawab perangkat Desa. Dalam penyajian ini narasumber 355
Berguru Pada Desa memaparkan secara jelas dan detail materinya, sampai kemudian berakhir waktu karena sudah harus istirahat. Di waktu istirahat, saya masuk ke ruang kerja sambil melihat papan potensi desa dan data-data lainnya yang terpajang di dinding ruangan. Anehya di ruangan tersebut, juga dipajang kertas seukuran ketas Koran. Isinya adalah tugas dan tanggung jawab perangkat desa, persis sama dengan materi yang disampakan narasumber. Melihat hal ini saya bertanya kepada pendamping desa, kenapa harus dibahas lagi materi ini, padahal tugas mereka biasa mereka baca didinding. Jawabanya adalah “saya sudah beri tau pak tapi tetap dia mau laksanakan”. Pengalaman koodinasi dengan OPD/SKPD Dalam kapasitas saya sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat P3MD, selain menjadi supervisior bagi teman- teman PD/PLD, juga membangun kemitraan dengan OPD, terutama dengan Dinas PMD sebagai leading sector P3MD. Dalam menjalankan tugas ini pun saya punya catatan antara lain ; 1). Ego Sektoral antara SKPD terkadang menjadi kendala dalam mendorong pencapaian target pendampingan khususnya dalam pencairan Dana Desa tepat waktu. 2). Memusatkan asistensi dan evaluasi APBDes di kabupaten. Bagi kabupaten yang jumlah desanya mencapai, bahkan lebih 100 desa, tentu membutuhkan waktu lama untuk mengevaluasi Perdes dan APBDes. Belum lagi, persyaratan tambahan yang diberikan oleh Inspektorat, misalnya di salah satu kabupaten mempersyaratkan atau harus melampirkan hasil LHA inspektorat (keteranagn bebas temuan), baru bisa mencairkan Dana Desa tahap pertamanya. Di salah satu kabupaten yang jumlah desanya relative kurang (tidak sampai 50 desa) juga mengalami keterlambatan. Bahkan 356
Petikan Dawai Pendampinganku dari Desa ke Desa lebih lambat dari Kabupaten yang mencapai lebih 100 desa. Padahal di kabupaten tersebut sudah ada Peraturan Bupati yang melimpahkan sebagian kewenagan ke kecamatan untuk melakukan evaluasi terhadap desa termasuk APBDes. Menurut pengakuan beberapa desa, waktu yang dibutuhkan untuk asistensi/evaluasi di kecamatan paling lama 3 hari, namun anehnya di Kabupaten (Dinas Keuangan) evaluasi bisa berminggu minggu. Hal ini bertentangan dengan semangat dari Perbup di mana untuk mempercepat proses pencairan pemerintah perlu mendekatkan ke desa dengan semangat asistensi. Fakta-fakta yang terjadi ini membutuhkan pengaturan tentang pola asistensi/evaluasi oleh Bupati (melalui OPD) yang lebih proposional. Termasuk penguatan kepada pemerintah kecamatan dalam melakukan pembinaan terhadap desa. Kesimpulan. Merangkum semua catatan dan pengalaman yang saya alami ada beberapa hal yang saya garis bawahi dalam catatan pen- galaman pendampingan ini diantaranya : 1. Setiap kesalahan yang terjadi dan ditemukan oleh auditor/ ataupun pendamping desa maka alasanya hanya ada tiga; 1) saya tidak tau kalau itu salah, 2) tahun sebelumnya juga tidak semua kesalahan yang dilakukan oleh desa dise- babkan ketidak-tahuan, tapi sesungguhya mereka tahu namun tidak mau melakukan yang benar. 3) Lemahnya sistem koordinasi dan evaluasi antara pihak serta pema- haman substantif akan pentingnya tahapan yang efektif dan efisien, tidak membumi di lingkungan birokrasi kita sehingga menjadi budaya yang merembes dan mempen- 357
Berguru Pada Desa garuhi proses pendampingan desa, dan membuat kesalah- an-kesalahan masa lalu selalu terulang. 2. Kemampuan pendamping desa dari sisi pemahaman reg- ulasi dan tugasnya relatif baik, namun keterampilan dan sikap yang dimiliki masih perlu ditingkatkan. Hal inilah yang membuat PD dan PLD di desa, tidak mampu ber- peran sebagai fasilitator, mediator dan motivator, terha- dap aparat dan masyarakat. 358
Musamus, Mutiara Tersembunyi di Tana Merauke Oleh: Nur Cholis (TAU Peningkatan Kapasitas KNPID) Adalah Kampung Salor Indah, Distrik Kurip, Kabupaten Meruke, Provinsi Papua yang lokasinya agak masuk ke dalam bila diambil titik berangkat dari Ibukota Papua, Merauke. Kampung ini menyimpan potensi wisata yang sangat indah. Salah satu yang khas adalah “Sarang Semut”. Masyarakat setempat menyebutnya musamus.Musamus adalah salah satu ciri khas Merauke, di samping endemi khas burung kasuari dan kanguru. Daerah ini merupakan endemik musamus. Musamus merupakan sarang semut yang berbentuk mirip candi dari tanah yang menjulang ke atas. Pembangunnya siapa lagi kalau bukan koloni semut yang jumlahnya mencapai ribuan bahkan mungkin jutaan. Karena jumlahnya sangat banyak, bangunan- bangunan musamus itu mirip candi-candi purba yang biasa kita lihat di Pulau Jawa atau pulau-pulau lain seperti di Jambi dengan candi peninggalan Sriwijayanya. Berkumpulnya ratusan musamus dalam satu hamparan luas membuat area ini menyuguhkan pemandangan yang sangat 359
Berguru Pada Desa eksotis. Menariknya spot seperti hanya ada di Merauke. Keberadaan musamus pada umumnya tumbuh di daratan yang relatif datar sehingga memudahkan pengunjung untuk menjangkau lokasi. Salah satu kampung yang banyak ditumbuhi musamus yaitu Kampung Salor Indah. Menyadari akan potensi yang dimilikinya itu, Kepala Kampung Salor Indah, bersama Badan Permuyawaratan Kampung (Bamuskam) dan masyarakat bersepakat mengembangkan potensi musamus tersebut menjadi objek wisata unggulan. Menindaklanjuti gagasan tersebut, Pemerintah Kampung Salor Indah mengalokasikan dana sebesar Rp. 400.000.000,- yang bersumberkan Dana Desa TA 2019. Anggaran tersebut digunakan untuk membangun sarana-prasana penunjang objek wisata seperti jalan menuju lokasi, spot-spot slfie, saung- saung dan tempat peristirahan di tengah hamparan musamus dan juga kios-kios cidera mata. Kepala Kampung bersama masyarakat memiliki impian, suatu hari kampungnya menjadi desa wisata (Dewi) unggulan di Kabupaten Merauke. Menurut saya, ini tidak sulit diwujud kan, mengingat potensi yang dimiliki ini berada di tanah 360
Musamus, Mutiara Tersembunyi di Tana Merauke penduduk yang kurang produktif sehingga masyarakat yang memiliki tanah yang kebetulan berada di lahan tersebut merelakan untuk dibangun dan dikembangkan menjadi tempat wisata. Selain itu, Kepala Kampung sudah merancang kerjasama pemanfaatan lahan tersebut dengan penduduk setempat. Sistem yang dipakai, bagi hasil setelah lahan yang dikelola sebagai tempat wisata itu sudah menghasilkan. Kapala Kampung juga sudah menyiapkan armada khusus untuk memanjakan wisatawan. Kendaraan tersebut dirancang sendiri oleh masyarakat, yaitu dengan memodifikasi traktor sawah menjadi moda transportasi wisata yang mereka sebut Gerandong. Alat transportasi ini memang istimewa, karena bisa menembus medan-medan sulit yang tidak bisa dilalui oleh mobil atau sepeda motor. Transportasi model ini sangat penting, terlebih untuk jalan di seputaran lokasi wisata yang medannya cukup sulit serta jarak dan luasan kawasan wisata musamus yang luas hingga 10 hektaran. Kalau tak menggunakan transportasi, bisa-bisa pengunjung kehabisan nafas alias kelelahan dan tak bisa menikmati obyek wisata dengan senang hati. 361
Berguru Pada Desa Trasportasi model ini nantinya akan dikerjasamakan dengan penduduk setempat yang memiliki moda trasportasi gerandong yakni dalam hal mobilisasi pengunjung atau wisatawan yang akan berkeliling ke lokasi sarang semut. Hal ini sudah menjadi nilai tambah tersendiri bagi panduduk sekitar sebab mereka akan mendapatkan penghasilan dari dibukanya objek wisata ini. Kapala Kampung juga telah membuat rencana melatih penduduk setempat dengan keterampilan membuat kerajinan khas Papua yang natinya akan dijadikan souvenir dan dijual kepada para tamu yang datang. Rencana lain menjadikan rumah-rumah penduduk, yang bersedia diajak kerjasama tentunya, sebagai home stay bagi wisatawan yang membutuhkan penginapan. Dengan cara ini kampung tidak perlu lagi membangun losmen atau penginapan sendiri, sehingga dapat memberikan sumbangsih pemasukan bagi penduduk yang rumahnya difungsikan sebagai home stay. Yang paling penting lagi adalah dengan adanya objek wisata ini, diharapkan kampung akan memperoleh Pendapatan Asli Kampung (PAK) sebagai modal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat kampung. Harapan ini tentu akan terus mengalir, ketika Kepala Kampung beserta warga masyarakatnya mampu mempromosikan dan mengelola kegiatan wisata ini dengan baik. Dengan adanya kegiatan produksi jasa dari obyek wisata yang berkelanjutan, maka kesejahteraan warga kampung diharapkan akan bertambah berkahnya karena terjadi sirkulasi ekonomi yang berpusat di kampung serta bergerak secara berkesinambungan. Semoga cita-cita dan niat baik Kepala Kampung beserta warganya ini terwujud. Kita tunggu realisasinya. 362
Memperkuat Inisiatif Desa: Mewujudkan Tata Kelola PAM Desa Oleh: Ade Indriani Zuchri “Manusia Bisa Hidup Tanpa Emas, Tapi Tiada Akan Mampu Hidup Tanpa Air” Perjalanan menuju Kota Sungai Penuh dari Kota Jambi (Ibukota Provinsi Jambi) ditempuh dengan berkendaraan darat kurang lebih 12 jam. Performa jalan yang penuh kelokan dan sedikit curam, memberikan kesan kritis, bahwa sungguh tiada muda berjuang dan bekerja sebagai Pendamping Desa yang bertugas untuk memastikan Desa di Prov Jambi tumbuh sebagai desa yang mandiri dan memiliki kekuatan inisiatif lokal yang mampu menyusun desa nya menjadi desa yang bertumbuh dan berdaulat. Desa Talang Lindung ,Kecamatan Sungai Bungkal, Kota Sungai Penuh, provinsi Jambi sejak tahun 2001 telah mengembangkan program air bersih untuk masyarakat desa, pada awalnya program air bersih ini adalah program 363
Berguru Pada Desa pipanisasi yang memberikan jaminan kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat desa Talang Lindung, yang tidak tersentuh air bersih, oleh karenanya, atas rapat bersama antara kepala desa dengan masyarakat desa diputuskanlah untuk memulai program oipanisasi air bersih, yang dialirkan dari sungai menuju rumah masyarakat, pada awalnya program ini hanya diikuti oleh 100 an anggota keluarga saja, tetapi makin lama program ini diikuti oleh kurang lebih 400 orang kepala keluarga, sejak masuknya dana desa ke Desa Talang Lindung ini, maka Badan usaha Milik Desa (BumDes) memperkuat program ini melalui penyertaan dana yang diberikan untuk memperbesar wilayah distribusi air. 364
Memperkuat Inisiatif Desa: Mewujudkan Tata Kelola PAM Desa Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa memiliki dua kewenangan khusus, yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal skala Desa. Untuk mendukung desa dalam pelaksanaan kedua kewenangan tersebut, Pemerintah telah mengucurkan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sejak tahun 2015. Dengan adanya kuncuran dana ke desa-desa, diharapkan desa berkemampuan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya secara efektif, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. Program PAM Desa Pauh Jernih atau Pipanisasi air bersih yang diinisiasi oleh Kepala Desa bersama dengan Masyarakat desa Talang Lindung, Kecamatan Sungai Bungkul, Kota Sungai penuh,Provinsi Jambi, sepanjang 3km, tujuan awal program ini dikarenakan masyarakat desa yang sulit memperoleh air bersih, baik untuk konsumsi rumah tangga, maupun kebutuhan industri rumah tangga, pada tahun 2011 sebelum masuknya Dana Desa, program ini telah dijalankan melalui intervensi Alokasi Dana Desa untuk pemasangan pipa sepanjang 21/2 KM, Panjang Pipa sepanjang 500 meter, sebesar Rp. 80.000.000,-melalui skema swadaya atau gotong royong, pemasangan pipa dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat, dorongan untuk menikmati air bersih sangatlah kuat, PAM Desa ini akhirnya dikelola dengan cara atau mekanisme profesional, walaupun sebenarnya secara ekonomi, hasil retribusi PAM Desa ini jauh dari kata untung, bagai anak panah yang lemesat kencang, program PAM Desa ini telah mendorong,menumbuhkan banyak inisiatif, usaha-usaha ekonomi rumah tangga yang awalanya bagaikan tanamana ditanah tandus, telah berubah seperti taman bunga Firdaus, semua masyarakat desa terpacu adrenalinnya, semua ingin berkembang,maju seiring dengan dinginnya siraman air 365
Berguru Pada Desa dari Tanah Sungai Penuh. Program PAM Desa ini bukanlah program yang menguntungkan secara ekonomi, dengan retribusi Rp. 20.000,- Rp. 15.000,- bagi masyarakat yang mampu, dan Rp. 10.000,- bagi masyarakat, yang berpenghasilan sedang atau kecil, atau bahkan tidak dipungut bayaran bila masyarakat tersebut kurang mampu atau miskin, tetapi secara sosiologis, program PAM Desa ini sangatlah menguntungkan, memberikan ketenangan, stabilitas dan rasa aman bagi masyarakat desa Talang lindung, secara politik, program PAM Desa ini adalah kewajiban negara untuk memastikan rakyat menerima hak dasar mereka, air bukan saja kebutuhan penting,tetapi air dapat meredakan konflik, karena dengan penyediaan layanan dasar air tersebut, pengeluaran untuk membeli air dapat ditekan, beban psikologis keluarga akan berkurang, beban fisik yang ditimbulkan akibat mengangkut air akan hilang, alokasi waktu terpanjang dalam siklus harian kerja biasanya dihabiskan untuk mengambil air, sehingga banyak pekerjaan strategis dan penting menjadi terbengkalai, beban mengangkut air biasanya secara stereotype dilakukan oleh perempuan, peran domestik ini memang menjadi tipologi karakter yang diadopsi dan difahami oleh budaya masyarakat Indonesia, dan dijalankan dengan baik oleh masyarakat di pedesaan, beban kerja yang tinggi, akan menimbulkan hubungan yang tidak harmonis bagi keluarga, akibatnya pertengkaran didalam rumah tangga semakin marak, lebih luas lagi, konflik dapat terjadi antar sesama masyarakat, yang mengambil air tidak melakukan antrian, ribut kecil dan besar acap terjadi,sehingga kondisi ini yang akhirnya diputuskan sebagai dasar untuk segera melaksanakan program pipanisasi air bersih. Saat ini, pengguna PAM Pauh Jernih sebanyak 272 KK atau 95% dari total penduduk Desa Talang 366
Memperkuat Inisiatif Desa: Mewujudkan Tata Kelola PAM Desa Lindung, asumsinya hanya 5% saja masyarakat Desa Talang Lindung yang belum menikmati program air bersih tersebut, perbaikan atau rehabilitasi terhadap PAM Desa Pauh jernih terus dilakukan, melalui Dana Desa tahun 2016, sebesar Rp. 70.000.000,- untuk rehabilitasi air dan perbaikan pipa-pipa tua. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang semakin banyak,maka tahun 2017 melalui penyertaan dana BumDesa, dikucurkan lah dana sebesar Rp. 200.000.000,- untuk menambah debit air, yang saat ini telah 100% penduduk Desa Talang Lindung telah menikmati air bersih. PAM Pauh Jernih telah menjadi contoh baik sebuah inovasi yang dikembangkan secara ajeg oleh masyarakat, saat ini permintaan dari desa tetangga untuk ikut menikmati aliran air Pauh Jernih telah banyak diterima oleh Kepala Desa dan Direktur BumDesa, sayang, permintaan ini belum dapat dipenuhi karena akan mengganggu debit air,kualitas layanan kepada masyarakat Desa Talang Lindung, bila jeli, maka Walikota Sungai Penuh, dapat menjadikan pembelajaran inovasi PAM Desa Pauh 367
Berguru Pada Desa Jernih ini sebagai replikasi yang dapat diduplikasi pada desa- desa yang masih membutuhkan sarana air bersih, dalam rangka pemenuhan hak dasar. Kemampuan desa dalam menjalankan aktivasi kelembagaan bisnis di desa-desa binaan Kementrian Desa memang masih belum terlalu kuat,tetapi sebagai media pemenuhan akan hak dasar/hidup, cerita menarik seperti PAM Desa Desa Talang Lindung ini adalah cara kita keluar dari stigma “bisnis cepat”, bukankah kegiatan utama penyelenggara negara adalah memastikan hak dasar bagi warganegaranya?. Namun, disadari bahwa kapasitas Desa dalam menyelenggara kan pembangunan dalam perspektif “Desa Membangun”, masih terbatas. Keterbatasan itu tampak dalam kapasitas aparat Pemerintah Desa dan masyarakat, kualitas tata kelola Desa, maupun sistem pendukung yang mewujud melalui regulasi dan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa. Diharapkan dengan pelaksanaan Bursa Inovasi desa ini terjadi pertukaraan ide dan peluang replikasi yang dapat di implementasikan di desa-desa di Kota Sungai Penuh sebagai cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian desa melalui program inovasi desa dimasa mendatang. Perjalanan menuju Kota Jambi, telah terbayang kembali, menempuh 12 jam perjalanan darat dengan kondisi jalan yang berbelok, bukanlah hal mudah, tetapi selain fisik yang harus disiapkan, mental juga harus disiapkan, karena perjalanan ke Kota Sungai Penuh kali ini, bukan sekedar menjalankan tugas utnuk melihat pelaksanaan Bursa Inovasi Desa semata, tetapi juga untuk menemukan model inovasi-inovasi yang berserak, tugas kitalah untuk menyambungkan setiap serpihan yang berserak itu agar menjadi benang kekuatan peradaban desa yang lebih moderat. (AIZ) 368
Meramu Naskah Publikasi Oleh: KF. Borni Kurniawan (TAU Pengembangan Publikasi dan Media KNPID) Salah satu tugas saya adalah membuat berbagai macam produk publikasi yang berbentuk narasi. Nah, menjelang 17 Agustus 2019 lalu, saya mendapat tugas dari Direktur PMD Dirjend PPMD, M. Fachri. Tugasnya, membuat tulisan publikasi yang bahan bakunya berasal dari Dokumen Pembelajaran Inovasi Desa atau menu Bursa Inovasi Desa (BID). Mengapa direktur memerintahkan demikian. Ternyata beliau memiliki gagasan bagaimana bertepatan dengan momentum perayaan kemerdekaan RI yang ke-74 kabar tentang kemajuan desa disebarluaskan kepada publik. Pilihannya adalah membuat produk pengetahuan atau produk informasi berupa booklet. Istana negara dan tanggal 17 bertepatan dengan upacara perayaan HUT RI dipilih menjadi sasaran lokasi dan target komunitas atas penyebarluasan booklet tersebut. Agar penyeberluasanya efektif, proses distribusinya diserahkan pihak Tempo. Berikut cetaknya? Ya benar. Jadi, bahan awal tulisan diserahkan kepada saya, lalu pihakTempo mengeditnya, agar sesuai dengan space halaman yang disepakati. Karena 369
Berguru Pada Desa tema tulisan ada tiga, yakni didasarkan pada skenario di mana tulisan ini didedikasikan sebagai tulisan Menteri Desa, Sekjend dan Direjnd PPMD, maka penulisan saya berbagi peran dengan tim publikasi KNPID lainnya yaitu Bang Muis dan Mas Icham. Bagi perannya, saya menulis dua draft tulisan yaitu tulisan Menteri Desa dan Sekjend. Sementara Bang Muis dan Mas Icham menulis naskahnya Dirjend. Menabur Gerakan Inovasi Desa Menuai Desa Mandiri Lompatan sejarah inovasi dalam pembangunan desa di Indonesia salah satunya ditandai dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU Desa, demikian biasa disebut, menawarkan kebaruan pendekatan dan strategi kebijakan pembangunan desa. Bahkan kehadirannya mendisrupsi skema pembangunan nasional yang semula memusatkan pembangunan hanya sampai di daerah menjadi pembangunan nasional yang menjadikan desa di pinggiran sebagai pusat pembangunan. Meminjam pendapat Eko (2017) UU Desa mempunyai spirit demokrasi sosial, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dalam perspektif demokrasi sosial, UU Desa berupaya menghadirkan negara ke desa berdasarkan semangat kegotong-royongan dan kebersamaan. Salah satu bentuk kongkrit dan kegotong-royongan yakni mendekatkan alokasi anggaran pembangunan dari APBN ke desa yang disebut Dana Desa. DD ini bukanlah simbol kebaikan hati penguasa di pusat, melainkan bentuk pengakuan negara atas adanya hak desa dalam pembangunan nasional, yang harus direalisasikan setiap tahun anggaran. Realisasi komitmen pemerintah di bawah koordinasi Presiden Joko Widodo atas hak desa tersebut selama lima tahun terakhir 370
Meramu Naskah Publikasi saya kira tak diragukan lagi. Hal ini paling tidak terlihat dari jumlah alokasi DD yang tak pernah turun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, pemerintah mengalokasikan Rp. 20,67 triliun, sehingga setiap desa rata-rata menerima DD sebesar Rp.280,38 juta. Nah, pada tahun 2019 naik menjadi Rp. 70 triliun, sehingga dengan demikian lompatan penerimaan rata- rata DD per desa menjadi Rp. 933,9 juta. Hampir satu miliar. DD juga dapat dibaca sebagai bentuk dukungan negara kepada desa agar dapat mengoptimakan sumber daya atau modalitas pembangunannya baik yang berupa sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), maupun sumber daya sosial politiknya sehingga desa dapat berdaulat secara politik, berdaya secara sosial dan berdikari secara ekonomi. Untuk siapa, kalau bukan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan warganya sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Dengan menitikberatkan belanja anggaran pembangunan mulai dari desa diharapkan nyala lilin pembangunan di desa kian menerangkan nyala obor 371
Berguru Pada Desa kemakmuran nasional yang sebelumnya lebih memusat di kota. Mengoptimalkan Potensi Desa Membincang potensi dan modalitas pembangunan nasional dari desa, khususnya dari aspek ekonomi, sungguhlah kaya. Hasil pemetaan kami, menunjukan hasil demikian. 336 desa memiliki potensi di bidang peternakan, 3.112 desa memiliki potensi perikanan, 69.184 desa menyimpan potensi bidang pertanian. Potensi perkebunan ada di 20.034 desa. Potensi wisata terdidentifikasi di 1.902 desa. Yang lebih mengesankan, 1,8 juta komoditas UKM ada di desa. Namun apalah arti potensi apabila tata kelola pembangunan desa tak berkualitas, tata keuangan dan belanja APBDesa tidak berjalan efektif. Acemoglu dan Robinson (2014) dalam bukunya “Why Nations Fail” mengingatkan bahwa kekayaan geografis suatu negara tidak menggaransi negara tersebut dapat meraih kemakmuran. Justru kunci keberhasilan negara mencapai kemakmuran ada pada pengetahuan tata kelolanya. 372
Meramu Naskah Publikasi Acemoglu dan Robinson menyebutkan kelembagaan peme rintahan yang inklusif bukan ekstraktif. Bila kita biaskan dalam konteks desa, maka kelembagaan yang inklusif yaitu tata kelola pembangunan desa tidak menutup diri pada perubahan zaman, justru menyejaman dengan meningkatkan daya saing desa. Lalu, caranya bagaimana. Belajar pada Inggris, Jepang dan Korea, kita bisa mengetahui bahwa “inovasi” menjadi kata kunci keberhasilan negera-negara tersebut mencapai kemakmuran. Inggris pad atahun 1600-am berhasil menemukan mesin uap sehingga produktivitas industri tekstil bergerak dengan cepat. Jepang, tak berselang lama usai dibom atom oleh AS pada perang dunia II berhasil bangkit, setelah menerapkan inovasi di bidang pendidikan dan industri. Jepang mengirim ribuan anak mudanya untuk belajar ke berbagai penjuru dunia, lalu sepulang dari belajar, pemerintah memfasilitasi mereka mendirikan industri. Kini Jepang telah tumbuh menjadi negara industri dengan produk otomotif bermerk kelas dunia. Dari 10 merk otomotif dunia, Jepang mampu menenggerkan 6 merk. Jepang menduduki posisi ke-9 negara-negara dengan Global Competitiveness Indexes tertinggi di dunia. Korea Selatan, beberapa tahun etrakhir juga merangkak kain derajat kemakmurannya karena keberhasilanya berinovasi. Di Bidang SDM, Korea Selatan pernah memboomingkan Gang Nam style menjadi kiblat budaya anak muda dunia. Di bidang ekonomi, produk otomotif dan elektronik nyaris mengungguli negara yang dicontohnya, Jepang. Bercermin pada keberhasilan negara-negara tersebut, kita dapat belajar bahwa manajemen pengetahuan memiliki posisi penting dalam pembangunan sebuah negara. Tak terkecuali bagi desa. Karenanya, saya mengapresiasi kepada Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat 373
Berguru Pada Desa Desa (PPMD) yang telah membesut Program Inovasi Desa (PID). Selama tiga tahun terakhir sejak PID dilincurkan pada tahun 2017 kita menjadi tahu, ternyata daya inovasi desa- desa di Nusantara tidak kalah dari negara-negara yang sudah maju. Melalui metode Knowledge Management System (KMS), PID mampu mengangkat tata kelola pengetahuan pembangunan desa inovatif yang selama ini nyaris tak terpublikasikan, sehingga banyak memantik stigma negatif kalau UU Desa ataupun Dana Desa tidak bekerja efektif, sehingga rona ketertinggalan masih lekat di desa. Tak hanya itu, daya kreasi dan inovasi desa yang besar tersebut nyaris tertutup oleh persepsi publik yang mengarah pada kesimpulan kalau Dana Desa banyak disewengkan oleh koruptor. Padahal persentasenya kecil tinimbang bukti keberhasilan desa membangunnya. Tumbuhnya Benih Inovasi Desa dan Desa Mandiri Menjelang perayaan kemerdekaan RI yang ke-74 ini saya ajak anda semua untuk sedikit meluangkan waktu untuk merayakan kemenangan desa dalam membangun Indonesia mulai dari mereka. Sekali lagi, PID memang tidak membawa misi bagi- bagi uang kepada desa, tapi berusaha mengarusutamakan daya kreasi dan inovasi ke dalam kerangka kebijakan pembangunan desa. Dengan kata lain mendorong pelembagaan “inovasi” dalam kerangka dan struktur kebijakan pembangunan desa, sehingga struktur perencanaan dan distribusi pembelanjaan DD benar-benar diselenggarakan melalui methode yang kreatif dan inovatif, serta benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. 374
Meramu Naskah Publikasi Desa Silawan Terbebas dari Kegelapan Desa di beranda terdepan NKRI tepatnya perbatasan NKRI- Timor Leste sempat menyandang hidup tanpa listrik selama 72 tahun. Sebelum akhirnya menerima aliran listrik, waktu itu, masih ada 20-an KK di dua dusun (Dusun Halimuti dan Motabener) belum tak menikmati listrik. Praktis, bila malam tiba, mereka hanya mengandalkan temaram berbahan bakar minyak tanah atau memakai lilin untuk mengusir gelap. Ibu- ibu rumah tangga yang sebagian penenun tak bisa bekerja di malam hari, anak-anak sekolah pun belajar dalam remangnya penerangan. Karenanya, produktivitas ekonomi berbasis kain tenun di desa ini tergolong lambat dan ancaman angka putus sekolah tinggi karena listrik yang tak kunjung menyapa. Karena berkali-kali meloby pemerintah kabupaten tak kunjung turun program pengadaan listrik, akhirnya pada tahun 2017 Pemerintah Desa Silawan, atas persetujuan musyawarah desa mengalokasikan pos belanja pengadaan instalasi listrik dari Dana Desa yang ditargetkan untuk rumah tangga miskin. Kini, warga Halimuti dan Motabener dapat menikmati aliran listrik bervoltase 900 volt, langsung dari PLN tak lagi menyalur dari tetangga. Kini, penduduk di sana sudah bisa menikmati terangnya malam. Anak-anak sekolah dapat belajar di malam hari. Perempuan pengrajin kain tenun ikat dan penganyam tikar pandan yang dulunya tidak bisa menenun di malam hari, kini leluasa menenun di malam hari. Secara ekonomi, jelas ini merupakan dampak positif dari program pengadaan listrik PLN bagi keluarga miskin tersebut. Dulu perempuan penenun kain tenun ikat dan tikar pandan rata-rata hanya mampu berpoduksi di siang hari sebanyak 2 helai, untuk selendang per dua hari, kain tenun (1,5 m x 2 m) yang semula dapat diselesaikan paling cepat satu minggu, 375
Berguru Pada Desa kini dapat diselesaikan dalam waktu 3 atau 4 hari. Demikian pula untuk produksi tikar anyaman pandan juga mengalami peningkatan kapasitas produksinya. Nama Produk Lama Proses Produksi Tenun Selendang Sebelum ada Listrik Sesudah ada Listrik Kain tenun (tais) Tikar pandan 4 hari 2 hari Koba (tempat sirih) 7 hari (seminggu) 3-4 hari 7 hari (seminggu) 3-4 hari 4 hari 2 hari Gebrakan Pemdes Silawan membangun instalasi listrik untuk keluarga miskin tersebut, secara langsung membangkitkan kepercayaan diri penduduk setempat, bahkan nasionalisme mereka pada Negara dan bangsanya sendiri. Pasalnya, selama 72 tahun Indonesia merdeka, mereka belum pernah menikmati aliran listrik. Padahal di Negara tetangga yang baru merdeka 1999 lalu sudah teraliri listrik. Kini, masyarakat bisa mengembangkan forum-forum warga seperti arisan, musyawarah dusun sampai dengan hajatan seperti kenduri dilaksanakan di malam hari. Menambah Keahlian Wanita Tani dengan Keterampilan Membuat Bola Kaki Salah satu program prioritas kami adalah mendorong pemanfaatan Dana Desa untuk membangun sarana prasarana olah raga desa. Terkonfirmasi dari banyak dokumen pembelajaran inovasi desa yang berhasil dikumpulkan, didapatkan cerita inovasi menarik di bidang ini. Pemerintah Desa Tri Gadu di Kecamatan Galing Kabupaten Sambas memilih untuk tidak membangun sarana olah raga seperti 376
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 486
- 487
- 488
- 489
- 490
- 491
- 492
- 493
- 494
- 495
- 496
- 497
- 498
- 499
- 500
- 501
- 502
- 503
- 504
- 505
- 506
- 507
- 508
- 509
- 510
- 511
- 512
- 513
- 514
- 515
- 516
- 517
- 518
- 519
- 520
- 521
- 522
- 523
- 524
- 525
- 526
- 527
- 528
- 529
- 530
- 531
- 532
- 533
- 534
- 535
- 536
- 537
- 538
- 539
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 500
- 501 - 539
Pages: