Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

Published by SMP Negeri 1 Reban, 2022-07-12 13:47:55

Description: BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

Search

Read the Text Version

Hasbullah (1996 : 206) memberikan rincian di tengah-tengah masyarakat yaitu antara peranan majelis ta’lim adalah sebagai lain sebagai wadah untuk membina dan berikut: 1) Membina dan mengembangkan mengembangkan kehidupan beragama dalam ajaran Islam dalam rangka membentuk rangka membentuk masyarakat yang bertakwa masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, kepada Allah SWT, taman rekreasi rohaniah, 2) Sebagai teman rekreasi rohaniah, karena karena penyelenggaraannya bersifat santai, penyelenggaraannya bersifat santai, 3) Sebagai wadah silaturahmi yang menghidup suburkan ajang berlangsungnya silaturrahmi massal syiar Islam, dan media penyampaian gagasan- yang dapat menghidupkan dan menyuburkan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan dakwah dan ukhuwah Islamiah, 4) Sebagai umat dan bangsa. sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara serta umat, 5) Sebagai Secara strategis majelis-majelis talim media penyampaian gagasan yang bermanfaat menjadi sarana dakwah dan tabligh yang bagi pembangunan umat dan bangsa pada berperan sentral pada pembinaan dan umumnya. peningkatan kualitas hidup umat agama Islam sesuai tuntunan ajaran agama. Majelis ini Strategi dan Kiprah Majelis Taklim menyadarkan umat Islam untuk, memahami dan mengamalkan agamanya yang kontekstual Majelis taklim bila dilihat dari struktur di lingkungan hidup sosial budaya dan alam organisasinya, termasuk organisasi pendidikan sekitar masing-masing, menjadikan umat luar sekolah yaitu lembaga pendidikan yang Islam sebagai ummatan wasathan yang sifatnya non formal, karena tidak di dukung meneladani kelompok umat lain. Untuk oleh seperangkat aturan akademik kurikulum, tujuan itu, maka pemimpinnya harus berperan lama waktu belajar, tidak ada kenaikan sebagai penunjuk jalan ke arah kecerahan sikap kelas, buku raport, ijazah dan sebagainya hidup Islami yang membawa kepada kesehatan sebagaimana lembaga pendidikan formal yaitu mental rohaniah dan kesadaran fungsional sekolah. Dilihat dari segi tujuan, majelis talim selaku khalifah dibuminya sendiri. termasuk sarana dakwah Islamiyah yang secara self standing dan self disciplined mengatur dan Materi yang pelajari dalam majelis melaksanakan berbagai kegiatan berdasarkan talim mencakup pembacaan Al-Quran serta musyawarah untuk mufakat demi untuk tajwidnya, tafsir bersama ulum Al-Quran, kelancaran pelaksanaan talim Islami sesuai hadits dan Fiqih serta ushul fiqh, tauhid, akhlak dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari ditambah lagi dengan materi-materi yang aspek sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia dibutuhkan para jamaah misalnya masalah sampai sekarang banyak terdapat lembaga penanggulangan kenakalan anak, masalah pendidikan Islam memegang peranan sangat Undang-Undang. Perkawinan dan lain-lain. penting dalam penyebaran ajaran Islam di Majelis talim di kalangan masyarakat Betawi Indonesia. Di samping peranannya yang ikut biasanya memakai buku-buku berbahasa menentukan dalam membangkitkan sikap Arab atau Arab Melayu seperti Tafsir Jalalain, patriotisme dan nasionalisme sebagai modal Nail Nautar dan lain-lain. Pada majelis talim mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa ini ikut serta menunjang tercapainya tujuan Indonesia sebagai pegangan misalnya fiqih pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk Islam, karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga buku terjemahan. pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar, suarau, rangkang. Ada berbagai metode yang digunakan di majelis talim, yaitu Metode Ceramah Meskipun bukan organisasi massa yang dimaksud adalah penerangan dengan atau organisasi politik. Namun, majelis penuturan oleh guru terhadap peserta. talim mempunyai kedudukan tersendiri Metode Tanya Jawab, metode ini membuat peserta lebih aktif. Keaktifan dirangsang melalui pertnyaan yang disajikan. Metode 242 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Latihan, metode ini sifatnya melatih untuk ikhlas, jelas dalam berbicara, dan mengajak menimbulkan keterampilan dan ketangkasan. pada kebenaran. Metode Diskusi, metode ini akan dipakai harus ada terlebih dahulu masalah atau pertanyaan Hasil observasi data dari majelis-majelis yang jawabannya dapat didiskusikan. ta’lim menunjukkan tujuan keimanan mendominasi pencapaian tujuan kegiatan. Dewasa ini metode ceramah sudah Maka kontribusi pendidikan majelis ta’lim membudaya, seolah-olah hanya metode itu adalah menanamkan keimanan dalam keluarga saja yang dipakai dalam majelis talim. Dalam islami. Karenanya, proses pendidikan yang rangka pengembangan dan peningkatan mutu dilaksanakan di majelis ta’lim dimaksimalkan Majelis Talim dapat digunakan metode yang terutama dari sisi pemateri (mu’allim). Mu’allim lain, walaupun dalam taraf pertama mengalami sebagai pendidik di majelis ta’lim hendaknya sedikit keanehan. memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional. Kemudian, Dr Helmawati dalam disertasi yang pengadaan penilaian (evaluasi) kegiatan guna dibimbing oleh Prof Didin Hafidhuddin, Prof mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan Ahmad Tafsir, dan Prof Endin Mujahidin yang telah dicapai oleh jamaah. Selain itu, menyatakan bahwa kontribusi pendidikan di untuk melihat tingkat keberhasilan mu’allim majelis ta’lim menghasilkan jamaah (pendidik/ dalam proses pengajaran, mengetahui tingkat orangtua) yang memiliki keimanan. Keimanan keberhasilan pengurus dalam memberi tersebut diperoleh lewat pengetahuan agama pelayanan kepada jamaah. Juga sebagai seperti, tafsir, fiqh, tauhid, ibadah dan akhlak, pedoman untuk memperbaiki program atau dan keterampilan.Helma juga menambahkan tata kerjanya. bahwa majelis ta’lim telah berkontribusi besar dalam membentuk sifat mulia bagi para [Zainul Milal Bizawie] pendidik dalam keluarga. Antara lain, sifat takwa, shaleh, amanah, tanggung jawab, sabar, Sumber Bacaan Muhsin MK, Manajemen Majelis Taklim, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009 Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, Bandung: Mizan, 1997 Arifin, M., H., Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-3 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet. Ke 14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. Ke-4 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang,CV.Toha Putra Semarang,1989, hal. 421 Enung K. Rukiati,Dra.,Hj. dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Bandung : Pustaka Setia , 2006 ), Cet. 1 Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, ( Bandung, 1996, ) Hasbullah,Kapita Selekta Pendidikan Islam,Rajawali Pers,Jakarta,1995, Nata Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). hal. 102. Edisi Budaya | 243

Majzub Istilah jazab untuk orang yang belum waham, gangguan kepribadian dissosial, mengetahui dunia tasawuf atau belum gangguan kepribadian emosional tak stabil belajar tasawuf sama sekali (orang atau skizofrenia. Akan tetapi secara hakikat awam), pasti sangatlah asing dengan istilah sangatlah berbeda Majzub dengan orang yang ini. Sebenarnya orang awam sering melihat sedang terkena gangguan kejiwaan secara fenomena ataupun bersinggungan langsung umumnya, jika ditinjau dari berbagai aspeknya. dengan istilah atau pelaku jazab, sering orang awam mengatakan,” kyai koyok wong Definisi dan Bentuknya edan (bahasa Jawa yang artinya kyai seperti orang gila)”, atau “wah, wong ka’e kakean ilmu Majzub berasal dari sebaran kata Jazab, (agama), trus durung wayahe ngamalke malah di dalam istilah tasawuf adalah suatu maqom diamalke dadine edan (bahasa jawa yang artinya atau keadaan di luar kesadaran seseorang, wah, orang itu terlalu banyak ilmu (agama), atau bahkan, sudah tidak tertaklif secara belum saatnya diamalkan, justru diamalkan, syariat. Dalam kamus bahasa arab asal dari jadinya gila)”. Fenomena-fenomena itulah JAZAB adalah – Jazaba-Yajzibu-Jazban – yang disebut dengan jazab. yang berarti mempunyai makna ”menarik”, sementara obyek atau maf ’ulnya adalah majzub Orang yang jazab disebut majzub. Pada yang berarti mengandung makna tertarik, di umumnya majzub adalah para sufi atau para dalam istilah sufi, biasanya jazab di gunakan praktisi taswuf, atau didalam dunia tasawuf terhadap situasi bagi seseorang yang sedang disebut dengan orang salik dalam menempuh mengalami (khoriqul adat) atau jenis yang lain, thariqah. Jazab jika diistilahkan ke dalam seperti nyleneh, keluar dari adat kebiasaan bahasa Indonesia adalah wali gila. Dimana wali umum, atau mungkin bisa di kategorikan gila ini bertingkah laku seperti orang gila, dan orang gila yang berkeramat, dikatakan gila tidak sering melakukan hal-hal yang sering sebab munculnya pemahaman bahwa jazab bertentangan dengan syariat agama Islam, adalah hilangnya keumuman secara manusia, seperti meminum-minuman keras, berjudi, tentu beda dengan arti dari gila sendiri, sebab bergaul (melakukan hubungan suami-istri) gila di dalam bahasa arabnya adalah Junna- dengan para WPS (wanita pekerja seks) akan Junuunan – gila- atau, Janna-Yajunnu-Jannan tetapi pada hakikatnya perilaku para Majzub – yang artinya menutup. Istilah Jazab ditulis ingin memberikan suatu pesan tertentu oleh Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul kepada seseorang atau kepada masyarakat. Karim bin Athoillah Assakandari (658 H/1259 Dan Perilaku tersebut sering menimbulkan M –709 H/1309 M) dalam kitab Al-Hikam. perdebatan para ulama, ada yang menentang dengan keras karena dapat menyesatkan umat, Secara etimologis, jazab adalah bentuk dan ada yang memaklumi karena dianggap superlatif (mubalaghah) dari kata jazaba, yang sebagai anugerah langsung dari Allah. artinya “menarik”, dan dalam format superlatif dapat diartikan “sangat menarik”. Dalam Jika dipandang dari dunia psikologi, terminologi pesantren, ia sering digunakan maka jazab hampir sama dengan gangguan dalam konteks pengalaman batin dan buatan (malingering), stres, depresi, gangguan 244 | Ensiklopedi Islam Nusantara

pemahaman seseorang yang dimanifestasikan minnah dan masyi’ah-Nya, sebagai bentuk cara dalam perbuatan dan kata yang kurang dapat menjadi wali lebih cepat, ia juga mempunyai dipahami oleh publik. pengalaman keberagaman, yang secara otomatis mempunyai kesadaran mistis. Jazab adalah suatu istilah dalam dunia tasawuf yang berarti suatu keadaan di luar Kesadaran Spiritual Kesadaran batin yang kesadaran. Kaum sufi mengatakan bahwa paling dalam merupakan perkembangan jiwa Jazab adalah suatu keadaan dimana seseorang manusia yang sempurna. Dimana seorang sufi benar-benar mampu untuk menyingkap mampu melihat Allah melalui Allah, dan hanya dan melihat dengan nyata sifat-sifat Allah Allah-lah yang merupakan kesadarannya yaitu dalam alam sadar dan mampu merasakan hal berisi pengetahuan tentang realitas-realitas tersebut. Menurut mayoritas kaum sufi, jazab yang berlapis-lapis, yang terangkum dalam ke- disebabkan oleh rasa keimanan pada Allah Esaan Allah SWT. Kesadaran batin terdalam yang sangat kuat, sehingga mereka yang Jazab ini yang juga aspek terdalam hikmah, yaitu akan diberikan sesuatu yang tidak akan bisa sebuah kesadaran dimana para sufi merasakan dilihat, tidak bisa didengar, dan tidak akan dan mendapat kenikmatan di dalamnya. Dan bisa dirasakan oleh manusia lain. Selain itu, dengan kondisi itu, mereka menjadi bahagia, orang yang mengalami Jazab akan senantiasa yang tidak dapat dilihat oleh akal. Menurut berdoa pada Allah dengan tetak khouf (takut Al-Ghozali, kesadaran hati manusia ada dua. pada adzab Allah) dan thoma’ (keinginan untuk Pertama yaitu kesadaran terhadap alam malakut melihat Allah). (berhubungan dengan al-lawh al-mahfuzh dan alam malaikah). Alam ini hanya dapat dipelajari Eksistensi Jazab dalam Tasawuf Jazab dengan penuh keyakinan, dengan mengangan- sebagai jalan spiritual seorang salik, menuju angan pada aja’ib al-ru’ya (keajaiban mimpi). pengalaman rohani yang lebih tinggi Kedua, yaitu kesadaran terhadap alam empiris, ketimbang melalui jalur tarekat. Jazab maksudnya bahwa hati mampu memahami merupakan keniscayaan yang harus dijalani dan merespon terhadap semua informasi yang manusia, artinya bukan pilihan hidup. Kata diberikan oleh panca indera. Jazab berasal dari kata kerja Jazaba, yang berarti menarik, memikat, dan menawan Wali Majzub, jika dilihat dari (hati), memindah dari suatu tempat, cepat, kesadarannya, mereka ada yang masih sadar atau sebuah jarak. Dalam al-Qur’an terdapat dengan eksistensi dirinya, dan ada yang dalam surat Al-Syura’13 yang sering digunakan kehilangan control kesadaran normalnya. Bagi sebagai argumentasi oleh para ulama. Para wali Majzub yang masih mempunyai kesadaran ulama sering mendifinisikan Jazab dengan dan kekuatan mental serta kesiapan menerima tarikan Ilahiyah pada seorang hamba yang Jazab, maka dia akan tetap sadar terhadap Dia kehendaki, agar hamba itu lebih dekat eksistensi ciptaan Allah dan dirinya, mampu kepada-Nya dengan mendapat pertolongan- berpikir secara rasional, dan mempunyai Nya secara langsung tanpa ada usaha atau mukasyafah (terbukanya rahasia-rahasia susah payah (anugerah/minnah) dan kehendak Ilahiyyah) baginya. Berbeda dengan wali (masyi’ah). Bentuk Jazab ada dua, yakni yang Majzub yang kehilangan control kesadarannya, sadar dan tidak sadar artinya ada Jazab yang yang sudah tidak sadar terhadap fenomena dirasakan dalam batin dan tidak nampak, dan sosial yang ada di sekitarnya, kesadaran adapula yang terlihat dari luar. Jazab dalam mereka lebih condong dan didominasi oleh tasawuf, secara umum, ada yang muktasab alam malakut, yang tidak diketahui oleh (dapat diusahakan atau diperoleh) dengan banyak orang. Oleh karena itu, tidaklah jalan mujahadah dan ada yang ghayr muktasab mengherankan jika ada wali majzub yang tidak (tidak dapat diusahakan) atau merupakan puasa di bulan Ramadhan atau meninggalkan minnah dan masyi’ah langsung dari Allah. shalat fardhu. Menurut al-Dabusi, kondisi Berkaitan dengan wali Majzub-yaitu seorang seperti ini merupakan tingkatan yang terakhir wali yang mendapat tarikan Ilahiyyah dengan yang menyebabkan linglung-bingung dengan Edisi Budaya | 245

mabuk, yaitu sakrah li al-mahabbah (mabuk dibenarkan ataupun dimaklumi karena dapat cinta yang berasal dari ma’rifat Allah yang menyesatkan umat Islam yang masih awam. sejati), sakrah al-khasyyah (mabuk karena takut, yang timbul dari pengetahuan hamba Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Abdul Rahman tentang dirinya dengan sifat-sifat-Nya), Abdul Khaliq beranggapan bahwa seorang wali sakrah al-humiyyah (mabuk karena semangat seharusnya konsisten dengan ajaran syari’at yang menggelora yang berasal dari keyakinan Islam. Seseorang yang perbuatannya bertolak kewajiban taat terhadap perintah dan belakang dengan ajaran Rasulullah Saw, dia larangan Allah), dan sakrah al-minnah (mabuk bukanlah seorang wali. Kalaupun dia memiliki karena anugerah, yang berasal dari keyakinan kelebihan-kelebihan yang di luar nalar, itu bahwa berbuat baik adalah dari Allah SWT). bukanlah karamah, merupakan pemberian Kemudian jika mereka telah kembali dari yang diberikan setan. alam kesatuan menuju alam eksistensi ciptaan dan sadar terhadap eksistensi dirinya, maka Haji Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al- seluruh perbuatan mereka bisa dipertanggung Samarani yang dikenal sebagai Kiai Saleh Darat jawabkan dan ajara-ajaran syariat yang ada menyatakan jangan mudah tertipu dengan juga kembali berlaku pada mereka. orang yang mengaku mempunyai ilmu haqiqat, akan tetapi meninggalkan shalat, menjalankan Pandangan Ulama terhadap Wali Majzub ma’siat atau melanggar syari’at Islam. Orang yang paling utama disisi Allah adalah para nabi, Para ulama yang menentang para Wali baru kemudian para wali-Nya. Apakah pantas Majzub diantaranya al-Junayd, Abu al-Abbas seorang wali meninggalkan atau melanggar Sayyari, Abu Bakar Wasithi, Ibn al-Jawzi al- perintah Allah, sedangkan para nabi itu tidak Baghdadi, Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Haji pernah meninggalkan perintah Allah. Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-Samarani yang dikenal sebagai Kiai Saleh Darat, Abdul Sedangkan para tokoh yang memandang Rahman Abdul Khaliq. Al-Junayd (w. 297 wali madjzub penuh dengan kearifan, H atau 910 M), Abu al-Abbas Sayyari, Abu diantaranya Ibn’ Atha’ Allah, al-Hakim al- Bakar Wasithi, memiliki pendapat, bahwa Tirmidzi, J. Spencer Trimingham, Mihrabi. karamah (keajaiban-keajaiban spiritual) para Tokoh-tokoh ini mampu memahami kondisi wali seharusnya diaplikasikan dalam keadaan spiritual yang sedang menimpa para wali sadar, tenang tidak dalam keadaan ”mabuk”. Majzub, yang berperilaku seperti orang “gila”. Mereka menyatakan bahwa awliya’ Allah adalah para penguasa dan pengawas alam semesta Ibn ‘Atha’ Allah berpendapat (w 674 H beserta isinya, yang telah dititipkan oleh Allah atau 1309 M), para wali majzub berperilaku kepada para awliya’ Allah, sehingga tidaklah seperti orang gila dikarenakan dia kehilangan pantas orang-orang yang dalam keadaan tidak kesadaran yang disebabkan, ditariknya sadar atau “mabuk” itu menjadi penguasa dan kesadaran wali Majzub olh Allah. Ibn ‘Atha’ pengawas alam semesta beserta isinya. Allah juga berpendapat pada hekekatnya para wali majdub itu masih sadar dengan realitas Ibn al-Jawzi al-Baghdadi menyatakan yang terjadi disekitarnya. para sufi yang berperilaku menyimpang dari syari’at Islam, seperti tidak makan dan tidak Al-Hakim al-Tirmidzi menyatakan untuk minum sehingga menimbulkan keburukan, mendapatkan derajat al-wilayah , seseorang suka mendengarkan lagu dan gendang disertai dapat menempuh dengan jalan jazab. Jika dengan tepuk tangan, yang diiringi dengan seseorang benar-benar mengalami jazab, maka perasaan taubat seperti yang dilakukan oleh bisa dikatakan dia telah mendapatkan derajat para wali Majzub merupakan bagian dari seorang wali. Dengan berjazab, dia memperoleh rayuan setan yang merasuki jiwa para sufi pengetahuan tentang realitas superior secara tersebut. Sehingga perbuatan itu tidak dapat tiba-tiba dan memiliki banyak keajaiban dari kata-kata atau ilmunya. J. Spencer Tirmingham menjelaskan, sesungguhnya wali Majzub telah kehilangan kesadaran personal 246 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dalam keesaan Ilahi. Maka dari itu, wali Majzub Sedangkan Majzub awalnya dapat tarikan tidak dikenakan sangsi atas segala ucapan langsung dari Allah dan dikenalkan hakikat dan perbuatanya, meskipun perkataan dan kesempurnaan Zat yang suci, kemudian perbuatannya menyimpang dianggap orang daripadanya dialihkan kepada musyahadah lain sebagai penyimpangan atas norma yang sifat, dan dikembalikan kepada pergantungan berlaku. Sedangkan, Mihrabi berpendapat kepada asma, kemudian meeaka diturunkan yang pendapatnya dinyatakan oleh Jean Aubin, kepada penyaksian syuhud af ’al. Dalam hal beliau melihat wali Majzub dari segi positifnya. ini mereka tanazzul (turun perlahan-lahan, Yang mana keberadaan para wali Majzub dapat setingkat-demi setingkat) dari yang tertinggi menimbulkan kemakmuran dan kesejahteraan menuju yang paling rendah. Majzub adalah hal pada masyarakat disekitarnya. yang jarang sekali terjaya. Perbedaan Antara Majzub Dan Salik Perjalanan salik adalah menyaksikan bekas-bekas yang merupakan kesudahan bagi Dalam terjemah Al Hikam juga orang-orang majzub, dan awal perjalanan menyebutkan bahwa orang yang dapat diberi orang-orang majzub adalah tersingkapnya kedekatan kepada Allah itu ada dua macam hakikat zat kepadanya, lalu turun ke bawah Salik dan Majzub. Salik yaitu perjalanan yang merupakan kesudahan orang-orang salik. usaha memperoleh dapat dekat kepada Allah mencapai ma’rifatullah, dengan cara Apa yang dikehendaki salik ialah meningkatkan dan mengembangkan iman menyaksikan segala sesuatu bagi Allah (ILAH), dengan menghilangkan akhlaq tercela sedangkan apa yang dikehendaki orang-orang menggantinya dengan akhlak yang terpuji, majzub ialah menyaksikan segala sesuatu seperti halnya akhlak imaniyah ataupun dengan Allah (BILLAH). Salik ialah orang yang ijtimaiyyah (kemasyarakatan). beramal atas jalan fana (hilang) dan orang- orang majzub yang dijalaninya ialah jalan baqo’. Majzub yaitu orang yang ditarik ke hadirat Allah; dengan kehendak Allah, tanpa Sebagai pendekatan, salik mencari air melewati urutan suluk dalam thariqat. Jika dengan menggali sumur hingga keluar airnya, salik dapat menguasai akal sedang majzub sedangkan orang yang majzub itu seperti orang tidak bisa menguasai akal sebab tertutup oleh yang mencari air, maka tiba-tiba turun hujan. Nur Ilahiyyah, maka terkadang majzub sering Perlu diketahui perumpamaan ini hanya meninggalkan kewajiban agama, dan menurut pendekatan dan dibedakan menjadi dua hanya syar’i tidak berdosa sebab seperti orang gila. untuk mempermudah pemahaman, sebab Sedang majnun hilang akal / gila sebab tertutup salik satu dengan yang lainnya perjalanan oleh Nur Syayatiin. rohaninya tidak harus sama, demikian pula para majzub juga tidak harus sama, semuanya Salik Allah yang mengkhususkan diri berdasar ketentuan dan kehendakNya. untuk mencapai kehampiran/kedekatan dengan Allah dan sampai kepadaNya ada dua Secara syar’i orang Jazab dan Majnun yaitu orang-orang salik dan orang-orang yang mungkin memiliki persamaan yaitu hilang majzub. Salik mengambil langkah dengan akal dan dikatakan sebagai orang gila, segala sesuatu untuk sampai kepadaNya. dihukumi sama dalam arti tidak berkewajiban Merekalah orang-orang yang berkata, Tiada menjalankan syariat sebagaimana mestinya kami melihat sesuatu, melainkan kami sebab hilang akalnya (‘Udzur). Jika Allah melihat Allah sebelumnya. Awalnya tiada ragu menghendaki untuk menyempurnakan Majzub menjalankan syariat, setelah itu mereka naik maka akan diberi kesadaran akal. Jika salik setingkat demi setingkat dari satu anak tangga berawal memahami Af ’al Allah -Asma-asma ke satu anak tangga yang lebih tinggi. Dari Allah -Sifat-sifat Allah (Hayat, Ilmu, Irodat, af ’al, kemudian dengan af ’al ke asma, dengan Qudrat, Sama’, Basor, dan Kalam)- kemudian asma ke sifat,dan dengan sifat ke wujud Zat. mengerti Dzat Allah, jadi salik naik secara sedikit-sedikit. Edisi Budaya | 247

Majzub langsung menyaksikan Sufi, beliau mengatakan bahwa, hal-hal seperti fana’, wahdatul wujud (termasuk juga Jazab) kesempuraan Dzat Allah menuju Sifat-sifat sudang melenceng dari agama Islam, sebab hal itu merupakan kepercayaan-kepercayaan Allah -menuju kejadian makhluk dengan dari agama Hindu, Budha Zoroaster. Di samping iut, menurut Aly Awajiy, hal yang asma-asma Allah, menuju perubahan semua dikemukakan oleh ahli sufi bahwa saat dia mengalami Jazab tidak tertatklif, hanya sebuah makhluk. Contoh Tokoh Tasawuf Falsafi (Yang bentuk kemalasan untuk thoat pada perintah agama, dan pendapat ini juga didukung oleh mengalami Jazab / ekstase) antara lain Abu guru besar kaum sufi, imam sya’roni, beliau mengatakan bahwa para wali-wali ahli sufi pun Yazid Thaifur bin Isa Al-Bustami lahir 188 H, tetap terkena hukum taklif dari syariat. Abul Mughits Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj Sedangkan menurut Syekh Muhammad bin Sulaiman al Baghdadi, beliau mengatakan lahir di Baiha Persia, Abu Bakar Muhammad bahwa sesungguhnya Jazab tanpa adanya ketaqwaan atau menjalankan perintahNya Muhyidin bin Arabi Hatimi Al-Thai, lahir tak akan ada artinya , begitu juga jika hanya melakukan syariat tanpa adanya Jazab, karena di Mursieh, Spanyol bagian selatan 570 H tidak akan menghasilkan apapun, kecali menjadi golongan ulama yang cenderung /1165 M, dan Dan masih banyak lagi tokoh- dzohiriyah atau tekstual. tokoh sufi yang pernah mengalami JAZAB. Syekh Ismail Haqqi menyatakan, bahwa orang jazab tidak terkena khithab aturan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH syariat, karena akal mereka sudah hilang disebabkan pengalaman agung bersama Hamim Djazuli (Gus Miek) diyakini termasuk Allah yang mereka alami. Ulama fikih pun juga memaklumi hal itu. Imam as-Suyuthi diantaranya yang pernah mengalami Jazab. dalam al-Hâwi lil-Fatâwa menyatakan bahwa, cara paling elegan dalam menyikapi ucapan- Tanda-Tanda Jazab dan Hukumnya ucapan nyeleneh yang muncul dari kalangan sufi semisal “Aku adalah Allah” adalah dengan Ketika mengalami Jazab, seseorang menyatakan bahwa hal itu mereka lakukan akan mengalami khudur atas menyatunya dalam keadaan sakar dan tenggelam dalam jiwa dengan Allah (fana’). Selain itu, tanda- akalnya yang menghilang. Atau, mereka tanda Jazab yang lain adalah bertingkah laku menyatakan hal itu atas dasar hikâyah seperti orang gila, namun dia tidaklah gila, (menceritakan firman Allah). Sikap semacam karena sebenarnya orang yang sedang Jazab ini perlu diambil jika ucapan atau tindakan sedang menyatu, dalam penjelasan ulama sufi, aneh itu muncul dari orang yang memang dikatakan bahwa Gila yang dialami orang yang masyhur memiliki ilmu yang tinggi, amal yang sedang Jazab adalah karena mereka sedang baik, tekun mujahadah, dan patuh terhadap asyik larut ke dalam kecintaan mereka kepada syariat. Lain halnya jika muncul dari orang Allah. Menurut salah satu ulama tasawuf yang bodoh atau orang-orang yang fasiq. mashur, Syekh Abdul Aziz bin Muhammad Ad Dibaghu (1094H-1132H), beliau mengatakan Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa sesungguhnya Allah tidak akan bahwa penyimpangan yang dilakukan oleh mencintai seorang hamba, sebelum orang orang-orang wali tidak semuanya dilakukan tersebut diangkat derajatnya sebagai manusia dalam keadaan tidak sadar. Ada pula yang yang ma’rifat billah, dan hal inilah yang melakukannya dalam keadaan sadar. Dengan menyebabkan seseorang mengalami fenomena demikian berarti dia melakukan maksiat. Jazab. Hukum orang yang sedang Jazab, ada beberapa pendapat ulama tasawuf yang bertentangan dalam hal ini. Menurut Al Burhami, orang yang sedang Jazab tidak terkena taklif dari syariat, dan dia tidak berkewajian mengerjakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah atas hambanya, karena saat seseorang mengalami Jazab dia seperti orang gila dan hilang kesadarannya. Namun pendapat di atas dibantah oleh Abu Qosim al Amidi. Dalam kita Tholai’ul A 248 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Syekh Zarruq dalam kitab an-Nashîhah al- dia normal, tapi batinnya sedang terpukau dan Kâfiyah menyatakan, “Mengenai perbuatan terkesima. (orang-orang sufi) yang harus diingkari (secara syariat), maka harus diingkari, tapi dengan Ketiga, pengalaman metafisis itu tidak tetap meyakini bahwa mereka adalah orang- bertahan lama menguasai dirinya. Jazabnya orang baik. Sebab, seorang wali tidak mustahil cuma sebentar. Dia segera kembali normal, melakukan kesalahan. Mereka cuma mahfûzh hidup wajar, menyadari segala ucapan (dijaga, tapi tidak maksum). Orang mahfûzh dan rangsangan di sekelilingnya, disertai masih mungkin melakukan maksiat. dengan tadbîr (perencanaan yang disadari sepenuhnya) seperti manusia pada umumnya. Kondisi jazab yang menyebabkan seorang Di kalangan sufi, ini disebut Shâhibul-Qadam sufi terlepas dari akalnya, menurut Syekh al-Muhammadi atau orang yang menapaki Ismail Haqqi ada tiga tingkat. Pertama, jejak Nabi Muhammad. Pada detik-detik pengalaman metafisisnya bersama Allah (al- sedang menerima wahyu, Rasulullah seperti wârid) jauh lebih tinggi daripada kekuatan terlepas dari kemanusiaannya dengan tubuh yang ada dalam dirinya. Pengalaman itu gemetar dan tidak menghiraukan apa yang menguasai dirinya secara penuh, sehingga dia ada di sekelilingnya. Setelah selesai, beliau tidak bisa mengendalikan diri sendiri. Akalnya langsung kembali ke dalam keadaan sediakala, hilang sama sekali. menyampaikan wahyu tersebut kepada para Sahabat seperti biasa. Jazab ada yang mirip Kedua, akalnya masih ada dan perasaan dengan kondisi itu. Dan, inilah tingkat jazab kemanusiaannya masih tersisa. Dia masih yang paling sempurna, jazab yang disertai makan, minum, dan hidup wajar secara keseimbangan antara rangsangan fisik dan lahiriah, tapi tidak disertai tadbîr (perencanaan tarikan metafisik. yang disadarinya secara penuh). Merekalah yang disebut uqalâ’ul-majânîn atau orang- [Zainul Milal Bizawie] orang waras yang gila, karena secara lahiriah Sumber Bacaan Abu Khalid, MA, “Kisah Teladan dan Karomah Para Sufi“, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, th 1998. Davison, Gerald C., John M. Naele, Ann M. Kring. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali Press,. Drs. Imron abu amar “Disekitar masalah Thariqat”, Menara Kudus,1980. Drs.H.M. Laily Mansur,L.PH, “Ajaran dan teladan para sufi”,PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta,1999 H.Alim Bahreisy, “TerjemahAl-Hikam”, Madya,Surabaya, th 1984. Kartono, Kartini. 1986. PatologiSosial 3: Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: Raja Wali. Kyai Misbah bin Zainal Mustofa, “Tarjamah Matan Khikam “, Wisma pustaka, Surabaya,Tt. Masyhudi, In’amuzzahidin. 2007. Dari Waliyullah Menjadi Wali Gila: Antara Tasawuf dan Psikologi. Semarang: Syifa Press. Minister Supply and Service Canada. 2005. Schizophrenia: Sebuah Panduan Bagi Keluarga Penderita Skizofrenia. Yogyakarta: DOZZ. Muhammad Zaki Ibrahim, “Tasawuf Hitam Putih“, Tig sSerangkai,Solo, th 2004. Reber, Arthur S. dan Emily S. Reber. 2010. Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Edisi Budaya | 249

Makan Bedulang Makan Bedulang secarasebagai harfiah Belitung. Cara penyajian makanannya, 7 diartikan “makan piring berisi makanan dihidangkan dalam satu Makan nampan besar yang disebut “dulang.” Nampan menggunakan dulang”. itu diletakkan di atas meja. Di dalamnya tersuguh sayur ikan dalam mangkuk model bedulang adalah makan sesuatu yang disajikan kuno, ikan nila goreng garing, oseng-oseng, sate ikan (mirip pepes), ayam ketumbar, diatas dulang, biasanya terdiri dari 4 (empat) sambal serai, dan lalapan (daun singkong da +timun). Sumber daya alam yang tersedia orang duduk dilantai, duduk berhadapan diolah menjadi makanan-makanan lezat dan menyantapnya pun dilakukan secara bersama. dan ditengah-tengahnya ada dulang. Makan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bedulang merupakan tradisi orang Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau secara turun temurun. “Makan Bedulang” Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau berasal dari kata “makan” yang berarti Mendanau dan Pulau Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan memasukan sesuatu ke dalam mulut kemudian yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau dikunyah dan ditelan. Dan dari kata “dulang”, Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai yaitu sebangsa tulam yang biasanya berbibir daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota pada tepinya, serta terbuat dari kayu. provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari “Makan Bedulang” adalah prosesi makan 2001. Selat Bangka memisahkan Pulau bersama yang dilakukan menurut adat Belitung Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat dengan tata cara dan etika tertentu. Satu dulang Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau diperuntukan bagi empat orang yang duduk Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat bersila dilantai, saling berhadapan. Dalam Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut tradisi ini disajikan berbagai makanan khas Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur Belitung dalam seperangkat piranti Makan yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh Bedulang, yang mencerminkan keterkaitan Selat Karimata. Provinsi Kepulauan Bangka erat antara sistem sosial dan ekologi pulau Belitung sebelumnya adalah bagian dari Belitung. Salah satu makna fisolofis yang Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi terkandung dalam Makan Bedulang adalah rasa kebersamaan dan saling menghargai antara anggota masyarakat. Duduk sama rata, berdiri sama tinggi. Biar tambah ramai, biasanya tradisi bedulang dilakukan di masjid dan balai desa sehingga bisa disantap lebih meriah. Makna filosofis yang terkandung di dalamnya adalah tentang rasa kebersamaan dan saling menghargai antara anggota masyarakat yang menjadi cermin keterkaitan erat antara sistem sosial dan ekologi Pulau 250 | Ensiklopedi Islam Nusantara

sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tuan rumah yang dilatih sebaik mungkin untuk tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka memberi suguhan kepada tamunya. Belitung didirikan berdasarkan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Umumnya bedulang disesuaikan dengan Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka kemampuan tuan rumah dan ketersediaan Belitung tanggal 21 November 2000 yang bahan makanan di suatu wilayah. Kuliner terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten pesisir akan berbeda dengan kuliner Belitung dan Kota Pangkalpinang. pedalaman namun tetap diracik dengan citarasa khas Belitung. Beberapa menu khas Sejarah dan Prosesi yang bisa dinikmati adalah gangan darat yaitu sup daging ayam atau daging sapi, serati atau “Dulang” bagi masyarakat Belitung adalah cumi yang dimasak dengan ketumbar, sate sebidang nampan besar berbentuk bundar. ikan, sambal, dan kuliner khas lainnya. Mulanya yang digunakan adalah dulang kayu, dulang seng yang hingga kini masih dipakai Setelah mak panggong selesai membawa baru diperkenalkan pada 1950. Diperkirakan seluruh keperluan bedulang ke hadapan munculnya tradisi makan bedulang berkaitan tamu, kini giliran tamu yang melakukan dengan masuknya tradisi Islam ke tanah etika bedulang. Tamu paling muda bertugas Belitung. Prosesi makan bersama akan mengambil piring dan memberikannya pada melibatkan empat orang yang mengelilingi tamu yang lebih tua. Umur tidak hanya dulang. Mereka duduk bersila untuk menikmati patokan satu-satunya untuk menentukan ini, dulang dengan tata cara tertentu. Bukan hanya status sosial pun menjadi ukuran. Sebelum menjadi bagian upacara adat seperti syukuran makan tangan terlebih dahulu dicuci. Lalu kelahiran, pernikahan, ataupun sunatan, lauk pauk baru bisa diambil dan tentunya bedulang juga merupakan sarana komunikasi dengan cara yang tertib. Makanan yang sudah informal antar anggota keluarga. Secara tidak diambil harus dihabiskan agar tidak mubazir, langsung, orang tua mengajarkan etika kepada sedangkan makanan yang masih ada di dalam anak-anaknya melalui prosesi makan bersama. bedulang tidak boleh dikotori agar dapat dikembalikan ke dapur. Seperangkat “dulang” terdiri dari lauk- pauk khas Belitung yang disediakan di dalam Kemudian bagi yang merasa paling muda piring-piring kecil, semua piring diletakkan dalam kelompok itu seharusnya membagikan di dalam nampan dulang. Dulang ditutup nasi ke ketiga teman lainnya. Setelah itu bagi dengan tudung saji yang disebut mentudong. yang merasa paling tua boleh mengambil lauk Nasi disajikan terpisah, demikian pula dengan pauknya terlebih dahulu kemudian diikuti oleh air minum, buah-buahan, dan panganan yang lainnya secara bergiliran. Tata cara makan pencuci mulut. Untuk membersihkan tangan adat ini saat ini dilestarikan oleh restaurant- disediakan kobokan dan serbet yang dilipat restaurant kuliner Belitung dengan penyajian empat. makan dalam dulang untuk satu keluarga. Uniknya, tamu yang hendak santap “Makan Bedulang” tidak boleh bedulang tidak serta-merta melayani diri menggunakan sendok, maka diwajibkan untuk sendiri. Ada seseorang yang disebut “mak mencuci tangan terlebih dahulu. Karena hanya panggong” untuk membantu pelaksanaan satu “kobokan” sehingga mencuci tangan juga makan bedulang. Mak panggong tidak ada aturan sendiri yakni orang paling tua harus sendirian dalam memasak, menata bedulang, mendapat urutan pertama dan yang muda menuangkan air minum, menyiapkan kue, mendapat giliran paling akhir. Satu bedulang dan piranti lainnya. Ia berkoordinasi dengan berisi berbagai lauk pauk menggugah selera empat petugas yang disebut tukang rage, lengkap dengan nasi merah, buah dan jus. tukang perikse, tukang isi aik dan tukang angkat dulang. Biasanya petugas-petugas ini adalah “Makan bedulang” menggambarkan kebersamaan, toleransi, menghargai yang lebih tua, rasa syukur dan persatuan. Duduk bersila Edisi Budaya | 251

Makan Bedulang pada Acara Halal Bihalal di Rumah Adat Belitung. Sumber: http://portal.belitungkab.go.id/news-photo-index/1113 dinilai menjadi posisi duduk yang paling baik, maafan, tradisi bedulang yang masih dilakukan menyehatkan dan sempurna saat makan hingga sekarang selalu identik dengan makan- bedulang. Dalam tradisi ini, terjadi transfer makan. kearifan lokal, pengetahuan dan keterampilan dari generasi ke generasi. Tradisi ini pun dianggap menjadi salah satu alternatif untuk memanfaatkan potensi “Bedulang” kini tidak hanya bisa dinikmati alam serta mengurangi ketergantungan oleh warga asli Belitung. Seiring dengan produk dari luar karena apa yang dikeluarkan meningkatnya pariwisata, Bedulang bisa oleh perut bumi, itulah yang nanti akan diracik dicicipi wisatawan di Rumah Adat Belitung dan dimasak menjadi sajian lezat dalam tradisi namun tetap mentaati peraturan yang ada. bedulang. Selain satu bedulang hanya bisa dinikmati oleh empat orang, juga hanya tersedia untuk makan Karena itulah kenapa tradisi bedulang siang dan makan malam. erat kaitannya dengan ungkapan rasa syukur dengan hasil bumi yang diperoleh sehingga “Makan bedulang” disebut juga Makan hanya produk dari daerahlah yang tersaji Bagawai. Makan Bagawai masih sering dalam nampan bedulang. Mungkin kalau di dijumpai dalam acara acara pernikahan di Jawa lebih dikenal dengan istilah gunungan Belitung. Makan Begawai artinya makan di yang menjadi simbol rasa syukur dari hasil tempat orang begawai atau hajatan. Cara bumi yang dipanen. makan ini adalah dengan menaruh nasi dan lauk pauknya ke dalam “Dulang”. Sebenarnya ada dua kesempatan untuk menikmati meriahnya tradisi Bedulang, yaitu Tradisi ini selalu membuat para perantau saat hari raya Idul Fitri dan saat Maulud Nabi kangen ingin mudik lebaran. Kumpul bareng Muhammad SAW. Biasanya, makan bedulang keluarga, ketemu dengan sobat lama, dan juga dilakukan di Balai Desa atau masjid saat hari bisa bersilaturahmi dengan tetangga. Kalau di raya umat Muslim. Makan bersama dilakukan tempat lain momen lebaran orang-orang saling usai berdoa bersama atau mengaji.Tradisi berkunjung ke rumah kerabat untuk bermaaf- “Makan Bedulang” biasanya dilaksanakan 252 | Ensiklopedi Islam Nusantara

untuk menyambut/menghi-dangkan tamu- Pada puncak perayaan, acara dibuka tamu undangan dalam acara adat seperti dengan lagu dan tari Maras Taun yang perkawinan adat, selamat kampong dsbnya. dibawakan oleh dua belas gadis remaja, yang menggunakan kebaya khas petani perempuan, Makan Bedulang dalam Tradisi Maras lengkap dengan topi capingnya. Lagu yang Taun dinyanyikan oleh para remaja ini merupakan lantunan ucapan syukur atas hasil bumi yang “Maras Taun” pada awalnya merupakan mereka dapatkan. Sementara itu, gerak dalam acara peringatan hari panen bagi para petani tarian ini menyimbolkan para petani yang padi ladang di Desa Selat Nasik, Pulau bekerja sama saat memanen padi ladang. Mendanau Kabupaten Belitung. Padi ladang hanya dapat dipanen setelah masa tanam Usai tarian dipentaskan, acara dilanjutkan sembilan bulan, oleh karena itulah perayaan dengan Kesalan. Kesalan sendiri merupakan panen ini hanya dilaksanakan satu tahun haturan doa syukur atas panen yang telah sekali. Pada perkembangannya, pesta rakyat ini dilewati dan permohonan berkah untuk masa berubah, tidak sekadar untuk memperingati depan, yang dipimpin oleh dua orang tetua panen padi, melainkan juga sebagai ungkapan adat Selat Nasik. Usai doa dipanjatkan, kedua syukur semua penduduk pulau, baik petani tetua adat ini menyiramkan air yang telah maupun nelayan. Jika petani merayakan hasil dicampur dengan daun Nereuse dan Ati-ati. panen padi, maka para nelayan merayakan Penyiraman air ini merupakan simbol untuk musim penangkapan ikan tenggiri serta membuang kesialan bagi warga desa. keadaan laut yang tenang. Suasana perayaan Maras Taun akan Maras sendiri berarti memotong, dan taun semakin meriah ketika lepat (makanan dari berarti tahun. Makna dari nama ini adalah beras ladang berwarna merah, yang diisi semua penduduk meninggalkan tahun yang potongan ikan atau daging), diperebutkan lampau dengan ucapan syukur dan memohon oleh masyarakat. Dalam upacara Maras Taun, untuk semua yang baik di tahun selanjutnya. akan disajikan dua macam lepat, yakni sebuah Peristiwa Maras Taun ini, sebenarnya tidak lepat berukuran besar dengan berat sekitar 25 hanya dilakukan oleh masyarakat Selat Nasik kilogram, dan lepat berukuran kecil berjumlah saja, namun juga oleh beberapa desa di Pulau 5.000 buah. Lepat besar akan dipotong Belitung, Pulau Mendanau, dan pulau-pulau oleh pemimpin setempat ataupun tamu kecil lain yang termasuk dalam Kabupaten kehormatan, yang kemudian dibagi-bagikan Belitung. Kendati demikian, perayaan Maras kepada warga setempat. Taun di Selat Nasik merupakan perayaan pertama yang dijadikan agenda wisata dan Pemotongan dan pembagian lepat ini telah didukung oleh pemerintah Provinsi merupakan simbol dari seorang pemimpin Bangka Belitung. yang harus melayani warganya. Setelah itu, masyarakat setempat akan berebut untuk Rangkaian perayaan Maras Taun dapat mengambil lepat-lepat kecil. Berebut lepat berlangsung selama tiga hari, dengan hari merupakan simbol kegembiraan warga atas terakhir sebagai puncak perayaan. Sebelum hasil panen dan tangkapan ikan yang baik. puncak perayaan, masyarakat yang hadir disuguhi beragam pertunjukan kesenian dari Tradisi ini bertujuan untuk mencari Desa Selat Nasik maupun dari daerah-daerah keselamatan kampung. Dalam tradisi yang lainnya. Beragam kesenian seperti Stambul diadakan setiap tahun ini seluruh warga Fajar khas Belitung, Tari Piring khas Minang, berkumpul di rumah seorang tokoh atau bisa dan Teater Dulmuluk dipertontonkan. Selain dibilang dukun yang dihormati di seluruh kesenian tradisional, pentas musik organ kampung untuk didoakan bersama-sama. tunggal juga turut menambah kemeriahan Inilah tradisi marastaun yang masih dianggap pesta rakyat ini. sakral di negeri Belitung. Tradisi yang biasanya diadakan setiap Edisi Budaya | 253

bulan Mei ini diawali dengan sambutan dari Makan Bedulang Dalam Iringan Gambus dukun yang dianggap tokoh di kampung. Selanjutnya, ritual dilanjutkan dengan doa- Dalam acara tersebut juga diiringi alat doa yang dipimpin oleh sang dukun. Dalam musik gambus. Gambus adalah alat musik memanjatkan doa, seluruh warga secara tradisional yang umum ditemukan dalam khusyuk mengikuti rangkaian doa dan masyarakat Melayu. Alat musik ini dimainkan permohonan kepada Tuhan. Setelah doa-doa dengan cara dipetik seperti kecapi atau gitar. selesai dipanjatkan, acara diakhiri dengan Bagian badan gambus berbentuk seperti makan bersama yang dilakukan seluruh warga labu yang dibelah dua dengan tiga hingga 12 kampung. senar. Susunan senarnya ada yang berupa senar tunggal dan ada pula yang memiliki Makan bersama ini dilakukan dengan cara senar ganda. Di Nusantara, gambus datang tradisional Belitung yakni makan Bedulang. bersama syiar Islam dari Semenanjung Arab. Setiap warga membentuk lingkaran dan Penggunaan alat musik ini terus berkembang menikmati sajian makanan khas yang hanya dalam kebudayaan Melayu hingga saat ini. ada saat tradisi marastaun yakni berupa Lepat, Gambus dapat ditemukan dalam kesenian- gula aren cair, ikan, ketan, dan ayam. kesenian tradisional di berbagai daerah di Sumatera. Beberapa daerah yang diketahui Ada yang unik dari tradisi Maras Taun menggunakan alat musik gambus antara lain yakni sebelum pulang seluruh warga diberikan Aceh, Deli, Belitung, dan Lampung. bedak tepung yang sudah diberikan bacaan- bacaan oleh sang dukun. Bedak tepung ini Alat musik gambus juga digunakan sebagai wajib dipakai di wajah dan seluruh badan guna hiburan dalam masyarakat Melayu Belitung, mendapatkan keselamatan harta benda dan antara lain dalam tradisi makan bedulang. dijauhkan dari segala mara bahaya. Sedangkan dalam kesenian masyarakat Melayu Deli, gambus menjadi bagian dari aransemen Di Belitung sendiri perayaan tradisi pengiring tari zapin. Di Lampung, gambus Maras Taun biasanya dilakukan selama satu juga digunakan sebagai aransemen dalam minggu penuh. Perayaan ini selalu diisi dengan berbagai tarian, baik tari tradisional maupun hiburan-hiburan tradisional seperti menggelar tari kreasi khas Lampung. Gambus juga sandiwara Dul Mulok dan Beripat Beregong, menjadi instrumen utama dalam musik orkes sebuah tradisi adu ketangkasan dua orang pria gambus bersama seruling, biola, gendang, dan dengan menggunakan cambuk. tabla yang masih tetap lestari dalam budaya tradisional masyarakat Betawi. [Zainul Milal Bizawie] Sumber Bacaan Alfonso, 2014, Jhon, “Makalah Seni Budaya Belitung”, http://cekouff.blogspot.co.id/2014/01/makalah-seni-budaya- belitung.html, Belitung Info, 2015 , “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung, Dudung, 2013, ”Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”, http://dudung30.blogspot.co.id/2013/06/ maras-taun-tradisi- budaya-belitung.html, Belitung Info, 2015 , “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung, Dudung, 2013, ” Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”, http://dudung30.blogspot.co.id/ 2013/06/maras-taun-tradisi- budaya-belitung.html, Jhon Alfonso, 2014 , “Makalah Seni Budaya Belitung”, http://cekouff.blogspot.co.id/2014/01/ makalah-seni-budaya- belitung.html, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung, Jalan Depati Gegedek No.17, Tanjung Pandan, Belitung. 254 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Makna Gandul Pesantren sebagaimana dikatakan oleh terjemahannya tepat di bawah teks Arab Abdurrahman Wahid adalah sebuah dengan menggunakan huruf Arab. Sementara sub-culture. Ia adalah komunitas yang tulisan hasil kegiatan ngesahi, ngapsahi, memiliki banyak keunikan berbentuk tradisi maknani, ataupun ngalogat ini dinamakan yang tidak dijumpai di tempat lain. Salah satu dengan makna gandul. Dinamakan demikian keunikan dalam pesantren adalah “ngapsahi” karena bentuk dari tulisan ini menggantung “ngesahi” atau “maknani” (Ensiklopedi NU, (nggandul, jawa) di dalam teks utama. 163) (Jawa) dan “ngalogat” (Yahya, 363) (Sunda), yaitu memberi makna dalam di Melalui proses ini, pemahaman terhadap bagian bawah teks atau kalimat yang terdapat sebuah teks berbahasa Arab menjadi lebih dalam kitab kuning dengan menggunakan mudah didapatkan. Pemberian makna huruf pegon jawa. Ngesahi, ngapsahi, maknani, dengan cara ini dilakukan kata per kata dan maupun ngalogat merupakan sebuah praktik sesuai dengan kedudukannya dalam bahasa memberikan arti bahasa Arab yang terkandung Arab (I’rab-nya). Dengan demikian, proses dalam sebuah kitab dengan menuliskan pemberian makna ini sedapat mungkin bisa Edisi Budaya | 255

sesuai dengan struktur dan gramatika bahasa dimaknai dengan utawi (jawa) atau ari (sunda), Arab. Sehingga kesalahan dalam memahami khabar dengan iku (jawa) atau eta (sunda). teks asli sangat tipis. Hal ini membuktikan bahwa proses ngesahi sangat rinci dan detail. Ia bukan hanya proses Sejarah Makna Gandul menerjemah dari bahasa sumber (Arab) tapi juga memberikan penjelasan tentang tarkib Sebagaiman dijelaskan di atas, bahwa atau susunan gramatikal sebuah kalimat. “makna gandul” adalah hasil kegiatan tulis- menulis yang dilakukan para santri di Untuk dapat memahami bagaimana cara pesantren dengan membubuhkan makna di kerja dan praktik makna gandul ini dapat bawah teks aslinya (Arab) yang dinamakan diperhatikan dalam contoh berikut: dengan istilah ngesahi, ngapsahi, maknani, atau ngalogat. Dengan demikian menilik sejarah 1. Contoh makna gandul berbentuk jumlah makna gandul sama halnya dengan menilik fi’liyyah (Kata Kerja ): sejarah aktivitas ngesahi. Dharaba Zaidun Amran Sejauh ini diskusi mengenai asal usul tradisi makna gandul serta siapa penggagas Dalam makna gandul bahasa Jawa kalimat pertama tradisi ini masih menjadi perdebatan. tersebut dibaca: (Dharaba) wis nabok , sopo Sebagian kalangan mengatakan bahwa tradisi (Zaidun) zaid, (Amran) ing Amar. makna gandul pertama kali dipelopori oleh Raden Rahmat alias Sunan Ampel. Sebagai Lafadz dharaba dalam kalimat tersebut pendiri pesantren Ampel Denta, menurut adalah berbentuk fiil madhi (sebuah pendapat ini, Sunan Ampel telah mengajarkan pekerjaan yang telah lampau), oleh karena kitab dengan menggunakan makna gandul. itu dalam makna gandul diberi makna wis Sementara menurut Iip Dzulkifli Yahya, nabok (telah memukul). Sedangkan lafadz apabila merujuk pada keberadaan sebuah Zaidun adalah fa’il (pelaku atau subyek), sekolah agama di Jawa Barat, pesantren Quro dalam makna gandul di atas diberi tanda di Pura Karawang, yang didirikan oleh Syekh (sopo/siapa) sebagai penunjuk bahwa kata Hasanuddin pada awal abad ke-15 maka bisa itu adalah fa’il. Dan Amran dalam tata jadi bukan warisan dari Ampel. Menurutnya, bahasa Arab adalah maf ’ulun bih (obyek). bukanlah hal yang mustahil bila Syekh Sehingga makna gandulnya adalah ing Hasanuddin alias Syekh Quro inilah perintis (terhadap). tradisi ngalogat (makna gandul) sebagai media pengajaran kitab-kitab berbahasa Arab kepada Kalimat di atas dalam bahasa Indonesia masyarakat setempat. (lihat Pegon) diterjemah menjadi Zaid telah memukul Amar. Praktik Ngesahi, Ngapsahi, Maknani, Ngalogat: Ngesahi sebagai sebuah tradisi 2. Contoh makna gandul berbentuk jumlah khas pesantren ismiyyah (kebendaan): Cara ngesahi ini sama dengan penulisan Zaidun Qaimun dalam huruf Arab, dari kanan ke kiri. Salah satu fungsinya adalah untuk memudahkan Dalam makna gandul bahasa Jawa, para santri dalam memahami teks sumber kalimat tersebut dibaca: (Zaidun) utawi (bahasa Arab). Sebab, ngesahi bukan Zaid, iku (Qaimun) ngadeg. menerjemahkan teks sumber secara bebas. Ia justru sangat rigid. Struktur dan kedudukan Lafadz Zaidun dalam kalimat di atas kalimat bahasa Arab yang terdapat dalam teks dalam tata bahasa Arab kedudukannya sumber juga diberi makna. Misalnya, Mubtada sebagai mubtada. Oleh karena itu dalam makna gandulnya diberi makna utawi Zaid (Adapun Zaid). Sedangkan lafadz qaimun posisinya sebagai khabar. Sehingga makna gandulnya adalah iku (qaimun), ngadeg (berdiri). 256 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Kalimat di atas apabila diterjemahkan ke Di samping rumus-rumus singkatan dalam bahasa Indonesia akan menjadi: Zaid dari kedudukan atau tarkib seperti di atas, berdiri. makna gandul juga memiliki rumus lain untuk menyingkat sebuah makna yang kembali Sementara dalam makna gandul bahasa kepada kata sebelumnya (dalam bahasa sunda (ngalogat sunda), perubahan serta pesantren disebut marji’). Hal ini hanya ada perbedaan dengan makna gandul jawa dalam kata-kata bahasa Arab yang berbentuk sebagaimana contoh di atas hanya terletak dhamir (kata ganti). Dalam penulisan ini, tidak dari segi bahasa. Artinya, pada titik ini, baik ada standar tetap. Para santri memiliki kreasi makna gandul jawa maupun ngalogat sunda sendiri-sendiri. Sebab, yang terpenting dari sebenarnya sama. Yang membedakan hanyalah hal ini di samping mempersingkat waktu juga bahasanya saja. Utawi sebagai makna tarkib bisa dibaca sendiri oleh masing-masing santri. mubtada dalam bahasa Jawa diganti menjadi ari dalam bahasa Sunda. Iku sebagai makna 1. Ari/Utawi/Adapun, digunakan untuk dari tarkib khabar dalam bahasa Jawa, diganti menunjukan kalimat yang berkedudukan menjadi eta dalam bahasa Sunda. sebagai mubtada. Selain pemberian makna terhadap susunan 2. Eta/Iku/Adalah, digunakan untuk gramatikal Arab ke dalam bahasa lokal, dalam menunjukan kalimat yang berkedudukan penulisannya makna gandul juga memiliki sebagai khobar. rumus yang digunakan untuk mempersingkat dan memangkas waktu agar tidak tertinggal 3. Saha/Sopo/Siapa, digunakan untuk dari kyai yang sedang membacakan kitabnya menunjukan kalimat yang berkedudukan serta menyiasati dari ruang penulisan dalam sebagai fail/naibul fail yang berakal. kitab yang cukup sempit. Rumus-rumus tersebut seperti huruf mim sebagai pengganti 4. Naon/Opo/Apa, digunakan untuk dan sekaligus tanda mubtada. Huruf kha menunjukan kalimat yang berkedudukan menunjukkan kedudukan sebagai khabar. sebagai fail/naibul fail yang tidak berakal Fa’ sebagai fa’il. Mim Fa’ sebagai Maf ’ul Bihi, Mim Tha’ sebagai tanda maf ’ul mutlaq, dan 5. Kana/Ing/Kepada, digunakan untuk seterusnya (lihat dalam gambar) menunjukan kalimat yang berkedudukan sebagai maf ’ul bih. Edisi Budaya | 257

6. Kalayan/Kalawan/Dengan, digunakan gambar kitab “pethuk” untuk menunjukan kalimat yang berkedudukan sebagai maf ’ul muthlaq. dilakukan untuk mengoreksi kitab-kitab milik para santri apakah semua kitab yang dipelajari 7. Dina/Ingdalem/Di, digunakan untuk mereka sudah penuh dengan makna gandul menunjukan kalimat yang berkedudukan atau belum. Bila penuh maka para santri akan sebagai dharaf zaman. mendapatkan salah satu syarat mengikuti ujian. Bila tidak, maka harus mengikuti ujian Sedangkan dalam hal penulisan “makna ulang serta diwajibkan menyetorkan kitab dan gandul,” para santri biasanya menggunakan dikoreksi kembali. pena yang runcing (ada yang terbuat dari bambu maupun besi) dan juga tinta cina. Dalam memenuhi keperluan komunitas Pena yang runcing (disebut pentul alias masyarakat pesantren terhadap kitab kuning bolpen tutul) agar mendapatkan tulisan yang dengan makna gandul, beberapa pesantren tipis sehingga tidak melebar dan meluber ke mulai menerbitkan kitab-kitab yang dikaji di teks asli serta bisa terbaca di antara baris- pesantren lengkap dengan makna gandulnya. baris teks kitab kuning yang rata-rata ditulis Sejumlah pesantren di Kediri seperti dalam ukuran satu spasi. Sementara tinta Pesantren Petuk dan Kwagean Pare Kediri cina (sebagian pesantren mengistilahkannya mulai memproduksi kitab-kitab dengan makna dengan tinta bak) yang digunakan sebagai pesantren. Penggandaan kitab dengan makna medium penulisan makna gandul ini dianggap gandul ini kemudian dipasarkan di sejumlah lebih awet dan bertahan cukup lama. Sebagai toko di pesantren-pesantren di Jawa dan luar wadah dari tinta ini, para santri menggunakan Jawa. Selain produksi di dalam pesantren wadah yang terbuat dari besi atau sebuah sendiri, terdapat sejumlah penerbit yang juga wadah bekas yang terbuat dari plastik seperti turut memproduksi kitab makna gandul ini. balsem. Seperti penerbit Menara Kudus, Penerbit Bungkul Indah Surabaya, dan lain sebagainya. Sebagian santri (bisa jadi mayoritas) sekarang lebih suka dengan penggunaan Kitab-kitab yang dijual lengkap dengan ballpoint sebagai pengganti dari pentul. “makna gandul”nya ini kemudian terkenal Meski demikian, tidak semua ballpoint dengan sebutan “Kitab Petuk”. Nama ini digunakan oleh para santri. Biasanya mereka menggunakan ballpoint yang tintanya tidak meluber dan tipis. Perkembangan Makna Gandul: Produksi Kitab Sampai saat ini, praktik pemberian makna gandul terhadap kitab kuning masih berlangsung di pesantren-pesantren salaf (tradisional). Bahkan beberapa pesantren seperti pondok pesantren hidayatul mubtadiin Lirboyo Kediri, mewajibkan para santrinya untuk memberikan makna gandul di setiap kitab yang dipelajarinya. Untuk mengawasi praktik “makna gandul” ini dilakukan oleh para santrinya, pesantren lirboyo Kediri menjadikan salah satu syarat mengikuti ujian ganjil maupun genap semesternya. Di setiap menjelang ujian semester diadakan ujian “tam-taman” koreksian kitab. Hal ini 258 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merujuk pada pesantren Pethuk Kediri lulus dan dianggap telah mampu membaca yang merupakan salah satu pesantren yang kitab kuning tanpa makna. Jadi, kitab petuk memproduksi kitab kuning lengkap dengan ini hanya dijadikan sebagai “muqabalah” atau makna gandulnya. Proses penerbitan kitab perbandingan dari kitab yang telah diberikan petuk ini dimuali dengan penulisan makna oleh makna gundul milik para santri sendiri. santri-santri senior yang tulisannya bagus. Meski demikian, kitab petuk ini juga tidak Mereka bertugas mencatat semua makna mudah dibaca bagi mereka yang tidak pernah yang dibacakan oleh Kiainya. Setelah selesai mengenyam pendidikan di pesantren. pemaknaannya, lalu hasilnya diselaraskan lagi dengan isi kitab. Setelah dikoreksi berulang- Dari sini terlihat dengan jelas bahwa ulang maka kitab ini siap diproduksi secara proses pemberian makna gandul masih massal. banyak dilakukan di sejumlah pesantren. Hal ini membuktikan bahwa tradisi makna Menurut KH. Yasin Asymuni, pengasuh gandul masih lestari di tengah gempuran arus Pondok Pesantren Petuk yang sering modernisasi. memimpin proses pemaknaan kitab kuning, dengan penggunaan kitab petuk maka kitab Kontribusi Makna Gandul Merawat kuning akan lebih mudah dipahami oleh para Bahasa Lokal pembacanya. Waktu belajar para santri juga menjadi lebih efektif. Menurutnya, selama Makna gandul kiranya memiliki peranan ini target kurikulum pesantren sering tidak yang cukup penting sebagai salah satu cara tercapai karena para santri terlalu lama melestarikan bahasa Arab Pegon yang kini mempelajari kitab kuning yang rumit. posisinya tergantikan dengan aksara latin. Pada titik ini aksara pegon dan makna gandul Meski demikian, sejumlah pesantren ada berkait kelindan. Dan pesantren adalah tempat yang melarang menggunakan kitab ini bagi persemaian keduanya. Hal ini menunjukkan para santrinya. Para santri tetap diharuskan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan mengikuti pengajian dan memberikan makna tradisional masih setia merawat tradisi lokal gandul dengan tulisannya sendiri. Hal ini ini dengan baik. konon agar tetap mendapatkan keberkahan. Memang, pada dasarnya kitab petuk ini hanya [M Idris Mas’udi] diperuntukkan bagi para santri yang telah Sumber Bacaan IIP D Yahya, “Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang dimangkirkan.” Dalam Henri Chambert-Loir, Sadur Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia, Edisi Budaya | 259

Manaqiban Tradisi Manaqiban begitu populer moral (Fadeli dan Subhan, 2007: 131). Dalam di sebagian masyarakat Islam di Kamus Al Munawwir (hlm. 1451) dicontohkan Nusantara, terutama dalam kalangan faakhrojahu bilmanaqib, diartikan berlomba- umat Islam tradisional atau di kalangan kultur lomba dalam kebaikan. Kamus Al-Munjid pesantren. Selain memiliki aspek seremonial (hlm. 829) menjelaskan manaqibul al insan dan mistikal, Manaqiban juga merupakan ma‘urifa bihi minal khishali al hamidah wal modal sosial dan kultural. Hal ini ditunjukkan akhlaqi al jamilah , manaqib seseorang adalah dengan adanya prosesi khusus yang melibatkan apa yang diketahui dari orang tersebut terkait relasi sosial dan kultural baik berupa bacaan- kepribadiannya yang terpuji dan akhlaknya bacaan khusus dan rentetan kegiatan yang di yang mulia. Secara khusus manaqib juga bisa dalamnya sarat nilai-nilai spiritual. diartikan riwayat hidup atau biografi seorang tokoh teladan seperti para nabi, tabi’in, Hingga sekarang tradisi manaqiban masih tabi’ittabi’in, waliyyullah dan ulama’ (Tim Nurul hidup dan berlangsung dalam kehidupan Huda, 1996: 2). Dengan pengertian tersebut masyarakat Islam Nusantara meskipun berarti pula bahwa manaqib merupakan seiring dengan perkembangan sosial, ilmu bagian dari sejarah atau tarikh, di dalamnya pengetahuan dan teknologi mengalami menyangkut peristiwa masa lalu yang benar pergeseran pola, namun tetap masih ada adanya (z|i haqqin haqqahu) dan terdapat substansi yang sama. Lebih-lebih setelah sejumlah keteladanan berbagai perilaku yang terjadinya fenomena Islamophopia dalam baik untuk diambil pelajaran (Musthofa, 1952: media, sebagai dampak dari gerakan sosial i). Islamis atau fundamentalis, maka tradisi ritual kolektif semacam manaqiban akan Namun dalam perkembangan berikutnya memupuk kepekaan perasaan dan pengalaman kata “manaqib” sudah menjadi istilah populer, atas kompleksitas kehidupan sosial sehingga sebagai bagian dari terminologi khas dari tumbuh rasa saling pengertian dan juga Islam nusantara. Di kalangan nahdhiyyin, keterbukaan. Dalam konteks inilah tradisi yakni warga ahlisunnah wal jama’ah (aswaja) manaqiban menjadi tetap penting untuk yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU), dipahami lebih mendalam baik oleh orang manaqib adalah sebuah buku yang berisi kisah, dalam sendiri (insider) maupun orang luar sejarah dan biografi Syekh Abdul Qodir Jilani. komunitas (outsider). Beliau adalah Sayyid Abu Muhammad Abdul Qodir Jilani dilahirkan di Jilani, Irak, pada Pelacakan Istilah Manaqiban tanggal 1 bulan Romad}on, tahun 470 Hijriyah (versi lain 471 Hijriyah), bertepatan dengan Kata manaqiban berasal dari kata bahasa 1077 Masehi. Beliau wafat pada tanggal 11 Arab ‘manaqib’ ditambah akhiran –an, yang Rabi’ul Akhir tahun 561 Hijriyah bertepatan merupakan jamak dari kata manqobah yang dengan 1166 Masehi, pada usia 91 tahun. berarti beberapa kebaikan atau keindahan. Beliau dikebumikan di Bagdad, Irak (Manaqib, Bisa juga bermakna sifat yang baik, etika dan bagian 1). Maka setiap tanggal 11 Rabi’ul Akhir di berbagai penjuru nusantara, umat 260 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Kitab Induk Manaqib yang menjadi salah satu rujukan aksara Latin dengan dikombinasi bahasa utama Manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani di Nusantara aslinya yaitu bahasa Arab. Koleksi Nur Said Kitab-kitab tersebut seperti kitab Annurul al Burhani, terjemahan Manaqib Islam aswaja banyak yang menyelenggarakan Syekh Abdul Qadir Jilani memakai bahasa haul, peringatan wafat Syekh Abdul Qodir Jawa dengan aksara pegon, disusun oleh Abi Jilani dengan berbagai acara pengajian dan Luthfi Al Hakim Muslih bin Abdurrahman, pembacaan manaqib sebagai puncaknya. Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Jawahirul Ma’ani, dilengkapi kaifiyah dan penjelasan Seputar Kitab manaqib dan Keteladanan faedah dengan bahasa Jawa, aksara Pegon, Syekh Abdul Qodir Jilani disusun oleh Syaikh KH. Ahmad Jauhari Umar, Tanggulangin, Kejayan, Pasuruan, Jawa Kitab manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani Timur. Ada juga dalam bentuk Buku Pelajaran yang berkembang di nusantara cukup beragam. Nurul Huda seri 1 sampai 6 Yayasan Nurul Huda, Hal itu tergantung pada pemberi ijāzah atau memakai bahasa Indonesia yang disusun oleh seorang guru yang memiliki sanad keilmuan KH. Machmudi dan Tim Yayasan Nurul Huda, dalam menjalankan ritual pembacaan manaqib. Keleng Kelet, Jepara, Jawa Tengah. Ada juga dalam bentuk Penjelasan Manqobah (Kisah Kitab-kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir tentang keshalehan dan keutamaan ilmu) Jilani yang banyak beredar di nusantara dari Syekh Abdul Qodir Jilani yang disadur pada umumnya disusun oleh penulis-penulis dari Tafrikhul Khothir fi Manaqibisy Syaikh Indonesia sendiri yang maraji’ (sumber Abdul Qodir dan kitab ‘Uqudul Laili fi Manaqibil rujukan) dari kitab-kitab berbahasa Arab yang Jaili seperti dilakukan di Pondok Pesantren dipandang mu’tabar, terutama kitab Lujainud- Suryalaya, Jawa Barat, di bawah asuhan KH. Dani karangan Sayyid Syaikh Ja’far bin Hasan A. Shohibulwafa Tadjul Arifin yang dikenal al Barzanzy yang kemudian diterjemahkan ke dengan Abah Anom semasa hidupnya. dalam bahasa Jawa, aksara Pegon. Sebagian lagi ditulis memakai bahasa Indonesia dengan Seluruh kitab-kitab manaqib tersebut, berisi berbagai kisah keteladanan antara lain berupa keteladanan perilaku moral (akhlak mulia), kedalaman ilmu dan berbagai kejadian keluarbiasaan (khawariqul’adah) yang dipercaya sebagai “karamah” (kekeramatan) dari Syekh Abdul Qadir Jilani. Secara lebih rinci beberapa manqobah dalam manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani antara lain: 1) Manqobah pertama: Menerangkan tentang nasab keturunan Syekh Abdul Qodir Jaelani. 2) Manqobah kedua: Beberapa macam tanda kemuliaan pada waktu Syaikh Abdul Qodir dilahirkan. 3) Manqobah ketiga : Kecerdasan Syekh Abdul Qodir dalam waktu menuntut ilmu. 4) Manqobah keempat : Kepribadian dan budi pekerti Syekh Abdul Qodir. 5) Manqobah kelima : Pakaian Syekh Abdul Qodir dan ujian yang beliau terima. Edisi Budaya | 261

6) Manqobah keenam : Syekh Abdul Qodir Qodir, lalu jatuh dan mati. bersama Nabi Khidhir di Iraq. 21) Manqobah kedua puluh satu : Syekh Abdul 7) Manqobah ketujuh : Kebiasaan Syekh Qodir mengusap burung elang yang Abdul Qodir setiap malam digunakan terputus kepalanya dan terbang kembali. untuk ibadah sholat dan dzikir. 22) Manqobah kedua puluh dua : Syekh Abdul 8) Manqobah kedelapan : Berlaku benar Qodir tiap tahun membebaskan hamba dan jujur adalah pandangan hidup Syekh sahaya dari perbudakan, serta nilai Abdul Qodir. busana. 9) Manqobah kesembilan: Syekh Abdul Qodir 23) Manqobah yang kedua puluh tiga : Syekh untuk pertama kalinya memberikan Abdul Qodir menerima makanan yang ceramah pengajian di hadapan para ulama turun dari langit. Baghdad. 24) Manqobah keduapuluh empat : Masyarakat 10) Manqobah kesepuluh : Para ulama yang menderita penyakit tho’un/kolera Baghdad berkumpul di madrasah Syekh sembuh dengan rumput dan air madrasah Abdul Qodir dengan membawa masalah Syekh Abdul Qodir. yang berbeda. 25) Manqobah kedua puluh lima : Tulang 11) Manqobah kesebelas : Telapak kaki Nabi belulang ayam hidup kembali berkat Muhammad Saw. memijak pundak Syekh karomah Syekh Abdul Qodir. Abdul Qodir pada malam Mi’raj. 26) Manqobah kedua puluh enam: Anjing 12) Manqobah kedua belas: Para wali penjaga istal (kandang kuda) Syekh Abdul menyaksikan peringkat ketinggian Syekh Qodir membunuh seekor harimau. Abdul Qodir. 27) Manqobah kedua puluh tujuh : Syekh 13) Manqobah ketiga belas: Kerusakan orang- Abdul Qodir membeli empat puluh ekor orang yang menyebut Syekh Abdul Qodir kuda untuk cadangan obat orang sakit. tanpa berwudlu. 28) Manqobah kedua puluh delapan : Jin dan 14) Manqobah keempat belas : Orang yang syetan di bawah kekuasaan Syekh Abdul membaca hadiah bertawasul kepada Qodir. Syekh Abdul Qodir akan hasil maksudnya. 29) Manqobah kedua puluh sembilan : 15) Manqobah kelima belas: Nama Syekh Mengampuninya raja jin kepada orang Abdul Qodir seperti ismu al a’z}om yang telah membunuh anaknya. 16) Manqobah keenam belas: Syekh Abdul 30) Manqobah ketiga puluh : Berkat karomah Qodir menghidupkan orang yang sudah Syekh Abdul Qodir bisa menolak gangguan mati dalam kubur. jin dan orang jahat. 17) Manqobah ketujuh belas : Syekh Abdul 31) Manqobah ketiga puluh satu : Syekh Abdul Qodir merebut ruh dari malakul maut. Qodir berziarah ke makam Rosululloh Saw dan mencium tangan beliau. 18) Manqobah kedelapan belas: Berkat karomah Syekh Abdul Qodir bayi 32) Manqobah ketiga puluh dua: Syekh perempuan menjadi bayi laki-laki. Abdul Qodir berbuka puasa di rumah murid-muridnya pada satu waktu yang 19) Manqobah kesembilan belas : bersamaan. Diselamatkannya orang yang fasiq karena menjawab Syekh Abdul Qodir kepada 33) Manqobah ketigapuluh tiga : malaikat Munkar Nakir. Menyelamatkan seorang perempuan muridnya syekh abdul qodir dari 20) Manqobah kedua puluh : Seekor burung khianatnya seorang lelaki fasik. pipit terbang di atas kepala Syekh Abdul 262 | Ensiklopedi Islam Nusantara

34) Manqobah ketiga puluh empat: Syekh Abdul Qodir duduk di atas sejadah Abdul Qodir memberikan pertolongan melayang-layang di atas sungai Dajlah. kepada seorang wali yang telah dilepas pangkat kewaliannya. 44) Manqobah Keempat puluh empat : Berkat syafa’at Syekh Abdul Qodir, wali yang 35) Manqobah ketigapuluh lima : Syekh mardud (ditolak) dapat diterima kembali Ahmad Kanji menjadi murid Syekh Abdul menjadi wali maqbul (diterima). Qodir atas petunjuk gurunya. 45) Manqobah keempat puluh lima: Syekh 36) Manqobah ketiga puluh enam : Syekh Abdul Qodir menyelamatkan muridnya Ahmad Kanji menjunjung kayu bakar dari api dunia dan akhirat. diatas kepalanya. 46) Manqobah keempat puluh enam : 37) Manqobah ketiga puluh tujuh : Berkat do’a Keberadaan, perwujudan, Syekh Abdul Syekh Abdul Qodir seorang perempuan Qodir adalah wujud Nabi Muhammad mempunyai tujuh anak laki-laki. Saw. 38) Manqobah ketiga 47) Manqobah keempat puluh delapan : puluh tujuh: Syekh Syekh Abdul Qodir Abdul Qodir tak tergoda menyelamatkan oleh tipu daya syetan. muridnya dari 48) Manqobah keempat puluh delapan : Syekh siksaan malaikat Abdul Qodir menampar Munkar dan Nakir. 39) M a n q o b a h dan mengusir syetan. ketigapuluh 49) Manqobah keempat sembilan : Setiap puluh sembilan : Raja datang tahun baru Baghdad memberi tahun itu memberi hadiah uang kepada tahu kepada Syekh Syekh Abdul Qodir, uang Abdul Qodir itu berubah menjadi peristiwa yang akan darah. terjadi pada tahun ini. 50) Manqobah keempat kelima puluh: Syekh 40) Manqobah keempat Kitab Manaqib Jawahirul Ma’ani, Pegangan Tradisi Abdul Qodir diminta puluh : Syekh memberikan buah apel Abdul Qodir diberi oleh Raja Baghdad bukan buku, daftar untuk pada musim berbuah. mencatat murid- Manaqiban di Pasuruan Jawa Timur dan sekitarnya 51) Manqobah kelima muridnya sampai puluh satu : Wasiat hari kiamat. Gambar 3 (Koleksi Nur Said) 41) Manqobah Keempatpuluh satu: Salah Syekh Abdul Qodir seorang murid Syekh Abdul Qodir tidak kepada putranya Abdul Rozak. merasa lapar dan haus setelah menghisap 52) Manqobah kelima puluh dua; Keutamaan praktek sholat hajat dan tawasul kepada jari tangan Syekh Abdul Qodir. Syekh Abdul Qodir. 42) Manqobah Keempat puluh dua : Syekh Son’ani karena tidak taat kepada 53) Manqobah kelima puluh tiga: Tanda-tanda keistimewaan Syekh Abdul Qodir ketiaka Syekh Abdul Qodir nasibnya menjadi menjelang wafat wafat. penggembala babi. 43) Manqobah Keempat puluh tiga Syekh 54) Manqobah kelima puluh empat: Syekh Edisi Budaya | 263

Suasana Manaqiban Suryalaya Kuno, Tasikmalaya, Jawa Barat Gambar 4 (Sumber: suryalaya.com) Abdul Qodir bertemu dengan wali ini seorang mursyid boleh memodifikasi atau pembimbing Syekh Hamad wali besar memadukan dengan aliran thariqah lain yang pada zamannya beliau. dianggap cocok sebagaimana terbentuknya Thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah yang 55) Manqobah Kelima Puluh Lima : Syekh banyak diikuti oleh jama’ah manaqib dari Abdul Qodir dengan latihan-latihan berbagai kota di Indonesia. rohaninya. Hal ini bisa dicermati dari jama’ah manaqib 56) Manqobah kelima puluh enam: Syekh yang berpusat di Pondok Pesantren Futuhiyyah Abdul Qodir tekun dan istiqomah Mranggen Demak, dengan perintisnya Rama membaca wirid asmul husna dan asmuun KH. Muslih Abdurrahman; juga di Pondok Nabi serta jiwa sosialnya yang tinggi. Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, Jawa Tengah dengan tokoh sentralnya Rama KH. M. Arwani 57) Manqobah kelima puluh tujuh : Syekh Amin serta Pondok Pesantren Suryalaya, Naqsyabandi menerima talqin z|ikir Tasikmalaya, Jawa Barat dibawah bimbingan Ismuz|z|at dari Syekh Abdul Qodir Abah Anom. yang telah wafat jauh sebelumnya (Fafirruuilalloh, 2016). Thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah merupakan perpaduan dari dua buah thariqah Dari beberapa manqobah yang penuh (tarekat) besar, yaitu Thariqah Qadiriyyah dan dengan kemuliaan dan keluarbiasaan tersebut Thariqah Naqsabandiyyah. Pendiri tarekat ini mencerminkan keluhuran akhlak dan pancaran adalah seorang Sufi Syekh besar Masjid Al- Cahaya Ilahi yang melekat pada diri Syekh Abdul Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Qodir yang dikenal sebagai pendiri Thariqah Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd. Ghaffar al- Qadiriyyah yang dikenal luwes. Salah satu Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah keluwesannya adalah bahwa murid yang sudah seorang ulama besar dari Indonesia yang mencapai derajat gurunya (mursyid) dianggap tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. sudah mandiri sebagai Syekh bisa langsung Syaikh Ahmad Khatib adalah Mursyid dari menjadikan Allah sebagai walinya. Dalam hal 264 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Thariqah Qadiriyyah dan juga sebagai Mursyid Islam sufistik adalah Islam pertama yang atas Thariqah Naqsabandiyyah. Sebagai berpengaruh di Indonesia bahkan hingga seorang Mursyid Thariqah Qadiriyyah, beliau sekarang (Mas’ud, 2004: 64-65; Said, 2010: memiliki kewenangan untuk memodifikasi 54; Shihab, 2004). Tanpa sufisme, Islam tidak atas thariqah yang dipimpinnyan, maka beliau akan pernah menjadi “Agama Jawa” atau menggabungkan inti ajaran kedua tarekat sufisme Islam Jawa dengan cirinya antara lain tersebut, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah dominasi sifatnya yang sarat dengan nilai-nilai Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada toleransi dan akomodatif terhadap tradisi Jawa murid-muridnya terutama dari Indonesia yang yang antara lain mewujud tradisi manaqiban berkembang hingga sekarang. yang berkembang hingga sekarang. Sejarah dan Keberlansungan Manaqiban Seperti di singgung di atas bahwa thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah yang banyak Kalau dicermati betul manaqib dalam diikuti oleh jamaah manaqib berkembang pengertian kisah, sejarah atau biografi di nusantara pada pertengahan abad XIX, sosok-sosok panutan sudah ada sejak Nabi tepatnya dibawa oleh Syaikh Ahmad Khatib Muhammad Saw lahir, selama hidup maupun Ibn Abd. Ghaffar al-Sambasi al-Jawi yang setelah wafat. Bahkan manaqiban terkait wafat tahun 1878 M. Maka diduga kuat tradisi kisah-kisah teladan juga banyak disinggung manaqiban juga berkembang sejak tahun itu, dalam Al Qur’an dan Hadis. Misalnya saja meskipun manaqib itu sendiri sudah ada jauh manaqib Maryam, Ashhabul Kahfi, Zulqornain, sebelumnya. Abu Bakar as-Sidiq, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, dan juga para Walisongo di Jawa Dalam perkembangan sejak akhir abad termasuk Syekh ‘Abdul Qodir Jilani. Karya XX dan awal abad XXI tradisi manaqiban manaqib seperti itu mengalami perkembangan mengalami dinamika yang cukup menarik. yang cukup dinamik yang sebagian memang Dari segi penyelenggaraannya, paling tidak telah dikisahkan dalam Al Qur’an, namun dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) pola sebagian yang lain memang belum tertulis unik: (QS. Al-Mu’min: 78; An Nisa’: 164). 1) Manaqiban Berbasis Kekeluargaan (MBK) Untuk yang belum tertulis atau belum terdokumentasi tugas generasi penerus Pola MBK ini biasanya diselenggarakan Islam nusantara segera bangkit bergerak untuk memenuhi kepentingan individu mengadakan penelitian sejarah, baik dari atau keluarga ketika sedang memiliki sumber al-Qur’an, Hadis atau juga sumber- hajat tertentu, misalnya mau mendirikan sumber lain yang dapat dipercaya sehaingga rumah, khitanan, pernikahan atau terlahir berbagai kitab manaqib berbagai tokoh berbagai hajat lain yang bersifat mendesak. teladan yang darinya bisa diambil pelajaran Dalam pelaksanaannya terkadang dan hikmahnya. dilakukan dengan menggabungkan dalam bentuk nazar (janji seseorang kepada Allah Khusus manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani untuk melakukan sesuatu hal jika apa yang yang berkembang di nusantara memang diharapkan terpenuhi atau terkabulkan). memiliki sejarah tersendiri yang sangat erat Hal ini seperti sering dilakukan sebagian kaitannya dengan jejak sufisme Jawa pada umat Islam dalam momen ziarah ke periode kewalian (Walisongo) sejak abad makam Kangjeng Sunan Muria Kudus XV-XVI. Dalam sejarahnya Walisongo telah atau ziarah para auliya yang lainnya. berperan sebagai agen perubahan yang unik di Jawa sehingga mampu mengawinkan aspek Figur kunci sebagai agen penguatan tradisi spiritual yang sakral dengan aspek sekuler dalam MBK adalah para kiai kampung yang profan dalam menyemaikan Islam di atau kiai langgar/masjid yang sudah Jawa dalam bentuk sufisme Islam Jawa. mendapatkan ijazah manaqib dari dari kiai- kyai sepuh atau mursyid yang memiliki sanad keilmuan. Figur kunci kelompok Edisi Budaya | 265

MIBK ini terkadang juga dari kepala Jama’ah Manaqiban K.H. Ahmad Asrori Utsman Al-Ishaqi, keluarga sendiri yang kebetulan sudah Kedinding, Surabaya mendapatkan ijazah manaqib. Sementara pesertanya adalah para anggota keluarga Gambar 7 (Sumber: google.com) yang sedang memiliki hajat (nduwe gawe) dengan mengundang sejumlah kerabat utamanya adalah Abah Anom atau KH.A. atau tetangga dekat yang biasanya Shohibulwafa Tadjul Arifin secara terinci terdiri dari sekitar 5 sampai 10 orang menjelaskan 57 (lima puluh tujuh) untuk kelompok kecil atau 10 sampai 20 manqobah (kisah tentang keshalehan dan orang ukuran keluarga besar. Pesertanya keutamaan ilmu) dari Syekh Abdul Qodir bisa dari kaum laki-laki maupun kaum Jilani dengan merujuk dari beberapa kitab perempuan, masing-masing yang memiliki menggunakan bahasa Indonesia dan juga waktu boleh mengikuti sesuai kesepatan bahasa Sunda. keluarga. Legitimasi karya-karya berupa kitab Bermacam-macam hajat yang sering terjemahan atau penjelasan (syarah) didahului dengan Manaqiban antara dari manaqib Syekh Abdul Qodir al- lain: khitanan, pernikahan, membangun Jilany didukung dengan sanad keilmuan rumah (mbuka pandeman), ulih-ulihan yang jelas menjadi daya tarik tersendiri (menempati rumah baru), memiliki bagi jamaah manaqib di tiga pesantren kendaraan baru, menempati kios/ tersebut. Namun faktor utamanya adalah pertokoan baru, selametan weton (hari kebesaran dan kharisma guru/mursyid lahir) seseorang, mengawali awal di masing-masing pesantren seperti KH pendidikan dan kegiatan lain yang Muslih Abdurrahman, Mranggen, Demak; diharapkan membawa kebaikan. K.H. Ahmad Asrori Utsman Al-Ishaqi, Kedinding, Surabaya; KH. Ahmad Jauhari 2) Manaqiban Berbasis Pesantren (MBP) Umar, Pasuruan; KH. A. Shohibulwafa Tadjul Arifin atau yang terkenal dengan Pola ini biasanya berkembang di pesantren Abah Anom, Tasikmalaya dan tokoh- yang dikelola oleh kyai yang memiliki tokoh lainnya. Beberapa hal itulah yang kewenangan memberi ijazah dan atau antara lain menjadi faktor pengiring mursyid. Beberapa kyai yang menjadikan berkembangnya jama’ah manaqib hingga pondok pesantrennya sebagai pusat jutaan jamaah dari berbagai propinsi di pengembangan dan penyebaran ritual Indonesia dan juga dari manca negara. manaqiban biasanya memiliki karya kitab karangan khas baik berupa penerjemahan 3) Manaqiban Berbasis Jam’iyyah (MBJ) atau penjelasan (syarah) kitab manaqib yang secara khusus diperuntukkan Pola ini berkembang diawali dengan kepada para anggota jamaahnya. adanya figur kunci seorang guru atau pembina Misalnya kitab Jauharul Ma’ani, disusun oleh Syaikh KH. Ahmad Jauhari Umar, dengan Pondok Pesantren Darus Salam Tanggulangin, Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur sebagai pusat dan kedudukan guru atau mursyidnya. Ada juga kitab Annurul al Burhani karangan Abi Luthfi Al Hakim Muslih bin Abdurrahman, Mranggen, Demak, Jawa Tengah dengan Pondok Pesantren Futuhiyyah sebagai sentral pemberian ijazah dan kegiatan jamaah. Sementara di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Jawa Barat dengan tokoh 266 | Ensiklopedi Islam Nusantara

utama yang memiliki pengalaman spiritual “Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda iku # tingkat tinggi sebagai cikal bakal berdirinya Kang diamalake kabeh ana telu Jam’iyyah Manaqib. Hal ini sebagaimana Maca tahlil, maca manāqib kanthi saestu dialami oleh KH. Machmudi di Keleng # Maiz}ah h}asanah amalan kang kaping Kelet, Jepara yang awalnya mendalami dan telu” mengamalkan bacaan manaqib sejak tahun (Jam’iyah Manaqib Nurul Huda itu # Yang 1993 dan dirasakan besar karomahnya. Suatu diamalkan semua ada tiga saat ketiak menunaikan ibadah haji tahun (1) Membaca tahlil, (2) membaca 1995, sempat bermimpi bebera kali ditemui Manaqib dengan sungguh# (3) Nasehat Syekh Abdul Qodir Jilani sejak di tanah suci utama itu amalan yang ketiga) hingga bahkan hingga kembali ke tanah air. Tempat pertemuan selapanan (35 hari) Dengan pertimbangan pengikutnya semakin sekali diselenggarakan di rumah masing- banyak dan dari berbagai daerah akhirnya masing anggota NH secara bergantian. Setiap tahun 1996, mendirikan Yayasan Jam’iyyah kali putaran selesai, semua rumah anggota Manaqib Nurul Huda (JMNH). Strategi sudah ditempati, maka Pembina Utama yakni pengembangannya adalah dengan membentuk KH Macmudi biasanya hadir langsung dalam kelompok di berbagai kota bahkan hingga forum pertemuan kelompok. Kepentigannya manca negara. adalah disamping untuk membangun silaturrahim dan kedekatan emosional, juga Setiap kelompok terdiri dari 15 sampai 20 memberikan bimbingan secara langsung orang boleh dari kalangan muslimin maupun kepada anggota kelompok termasuk dalam muslimat. Masing-masing kelompok disebut merespon berbagai masalah anggota NH. kelompok Nurul Huda (NH). Di seluruh Dalam hal ini, setiap kelompok NH disamping Indonesia ada seribu lebih kelompok NH atau memiliki fungsi solutif atas permasalahan terdiri dari NH1, NH2, NH3 dan seterusnya hidup umat, cinta kepada waliyyullah dan hingga seribu lebih. taqarrub ila Allah juga memiliki nilai-nilia pendidikan tasawuf yang lebih sistematis dan Secara nasional Jam’iyyah Manaqib NH terarah. menyelenggarakan mu’tamar setiap lima tahun sekali dan setahun sekali menyelenggarakan Prosesi Ritual Manaqiban pertemuan dengan pembina utama Sebelum ritual manaqiban diselenggarakan (tawajjuhan) yang bertempat di kota tertentu secara bergantian. ada persyaratan khsuus yang harus dipenuhi. Sisi lain dari pola MBJ adalah, setiap Peserta Muktamar Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda kelompok NH bukan sekedar menjalankan asuhan KH. Machmudi Jepara, Jawa Tengah pertemuan rutin ritual manaqiban, tetapi juga ada pendampingan dan pendalaman materi Gambar 8 (Sumber: google.com) berhubungan dengan tasawuf yang dipimpin langsung oleh pembina kelompok. Disamping itu juga disediakan modul atau buku pelajaran seri satu hingga enam yang dapat dijadikan sebagai sumber materi belajar (mengaji). Untuk memudahkan pendalaman dan penyerapan materi JMNU juga menggunakan pendekatan syi’iran yang berisi materi terkait tasawuf dan nilai-nilai utama dalam JMNU. Pada intinya orientasi materi yang dikembangkan dalam JMNI ada 3 (tiga) sebagaimana disampaikan dalam syi’iran Nurul Huda: Edisi Budaya | 267

Setiap jamaah dianjurkan dalam keadaan kepada kyai kampung atau modin (bagian suci lahir maupun batin, bebas dari najis dan kesejahteraan rakyat) dari aparat desa. berwudlu. Bersaaan dengan itu, sejumlah sarana pelengkap juga dipersiapkan antara Di tengah proses pembacaan Manaqib, lain: (1) nasi, diutamakan nasi uduk kuning; (2) setiap kali nama Syekh Abdu Qodir Jilani ingkung ayam jago 1 (satu) ekor; (3) satu kendi disebut, maka jamaah Manaqib yang hadir atau botol air putih; (4) bunga sembilan jenis; menjawab dengan bacaan Al Fatihah atau (5) empat cawik (cawan) bubur merah putih; membaca doa radliyallahu anhu (semoga Allah (6) dua lirang pisang raja (Versi JMNU). mencurahkan rida kepadanya). Selama bacaan Manaqib dibacakan sebagian jamaah juga ada Dalam menjalankan proses ritual yang terus membaca shalawat kepada Nabi manaqiban masing-masing jamaah manaqib, Muhammad Saw. Ada juga yang membaca zikir terkadang memang ada sedikit perbedaan. “lailaha illah, Muhammadurrasulullah, Syaikh Hal ini sesuai petunjuk guru, pembina utama Abdul Qodir waliyyullah” (tiada Tuhan selalin atau mursyid. Namun pada umumnya prosesi Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah, Manaqiban meliputi acara pokok antara Syaikh Abdul Qodir wali Allah). lain: (1) Pembukanaan (iftitahul majlis) yang diawali dengan pembacaan Surat Al Fatihah. Pada bagian penutupan bacaan Manaqib (2) Pembacaan hadhrah atau tawas}s}ul yang biasanya dilanjutkan dengan doa istigoshah dilanjutkan tahlil dan doanya. Sebagian ada yang isinya berupa tawashshul melalui Syaikh yang diselingi dengan pembacaan tanbih Abdul Qodir Jilani dalam mengantarkan doa- (peringatan) dan pembacaan manqobah (kisah doa khusus kepada Allah Swt. Para jamaah tentang keshalehan dan keutamaan ilmu) Manaqib ini memiliki keyakinan teologis Syekh Abdul Qodir Jilani. (3) Pembacaan dalam bahwa bertawasul kepada waliyullah Manaqib yang dipimpin oleh sesepuh jamaah; sebagaimana kepada Syaikh Abdul Qodir Jilani (4) Istirahat (5) Mauidzah Hasanah (pengajian); adalah dianjurkan dan tidak bertentangan (6) Pesan-pesan dari anggota jamaah; (7) do’a dengan akidah Islam Kalaupun ini tergolong penutup. bagian dari bid’ah, namun tergolong bid’ah mahmudah atau bid’ah yang membawa berkah Namun untuk ritual manaqiban yang (Muslih, 2013: 83). diselenggarakan oleh individu atau keluarga tertentu karena memiliki hajat tertentu, Apalagi begitu prosesi manaqiban selesai maka biasasanya proses acara lebih simpel. beberapa sarana manaqiban seperti nasi, Sebelum upacara manaqiban dimulai terlebih bubur, ingkung ayam berikut air berkah yang dahulu diberi penjelasan terkait maksud bertabur doa juga dibagikan kepada jama’ah diselenggarakan manaqiban oleh orang yang dan tetangga sebelah sebagai wujud sedekah ditunjuk sebegai juru bicara mewakili tuan dan syukur kepada Sang Maha Rahmah. rumah dan sekaligus sebagai pembawa acara. Dengan manaqiban, Islam justru terasa lebih indah. Acara diawali dengan pembacaan surat Al Fatihah yang ditujukan pahalanya kepada Manaqiban, Jalan Cinta Insan Beriman Nabi Muhammad SAW, para nabi dan rasul, para syuhada, para wali, ulama dan kaum Semarak manaqiban di kalangan umat muslimin, muslimin yang sudah wafat. Pahala Islam nusantara ini, tidak menunjukkan bahwa bacaan surat Al Fatihah juga secara khusus itu sebagai tujuan hidup. Manaqiban hanyalah dihadiahkan kepada orang tua, leluhur dan sebagai bagian dari alat atau media dalam sanak saudara yang sudah meninggal dimana menempuh jalan cinta kepada Yang Maha data nama-namanya sudah dipersiapkan lebih Rahmah dengan mencintai para kekasihnya awal oleh tuan rumah. Begitu pembacaan surat (waliyyullah). Al Fatihah selesai secara berjamaah, maka dilanjutkan pembacaan Manaqib oleh salah Meskipun dalam upacara manaqiban seorang yang ditunjuk, biasanya diberikan ada perlengkapan yang disiapkan, namun 268 | Ensiklopedi Islam Nusantara

itu tidaklah baku. Yang lebih utama perlu tambahan bacaan tertentu. Antara lain bisa diperhatikan adalah memperkuat robithoh mendapatkan ‘ilmu ladunni, keluasan rezeki, (ikatan batin) kepada Guru atau Mursyidnya. Di dagangan menjadi laris, cepat tercapai hajat sampung itu di tengah manaqiban para jamaah pembangunan, banyak murid, kanuragan, mengkondisikan situasi dan kondisi agar tetap cepat memperoleh jodoh dan lainnya (Umar, tenang dan fokus sebagaimana sedang wukuf tt: 34-36). dalam ibadah haji. Wukuf adalah diam penuh kesadaran untuk mengaktifkan kepekaan 7 Dari beberapa uraian di atas dapat (tujuh) indra dari anggota badan sekaligus, dipahami bahwa tradisi manaqiban sebagai yaitu; (1) telinga tidak mendengarkan suara bagian dari warisan budaya Islam nusantara kecuali suara dari bacaan-bacaan yang tereproduksi dalam relasi sosial dan kontestasi dibacakan dalam manaqib; (2) mata dipejamkan tanda budaya yang dibalut dalam kesadaran untuk membantu bisa fokus; (3) keluar dan keislaman yang kuat sehingga di dalamnya masuk nafas hidung diiringi dengan zikir khofi; sarat dengan modal sosial, kultural dan (4) mulut tidak bersuara, kecuali ketika sedang sekaligus modal spiritual. membacakan bacaan-bacaan dalam manaqib; (5) tangan tidak memegang kecuali alat-alat Kekayaan modal sosial dalam tradisi manaqib; (6) perut tidak diisi oleh makanan manaqiban dapat dicermati adanya rasa saling atau minuman ketika manaqib sedang dibaca; percaya (trust), tepo sliro (toleransi), dan (7) kaki dalam posisi diam, baik dengan duduk tolong menolong (kooperasi). Maka adanya ataupun berdiri. kesadaran untuk mengundang sanak saudara dan tetangga sebelah dalam manaqiban adalah Diamnya tujuh indra seperti di atas masih wujud nguwongke (menghargai) sebagai bagian didukung dengan kesadaran batin yakni yang penting dalam kehidupan sosial. Yang menarik paling utama adalah hati yang harus dalam ketika prosesi manaqiban selesai juga ada bertawajuh (berdzikir kepada Allah swt). ruang untuk ramah tamah, makan bersama Melalui olah batin dengan penuh “diam” dan yang diselingi berbagai cerita hidup untuk keheningan tersebut diyakini akan menjadikan saling memperkaya pengalaman. Pengalaman manaqib bisa berfungsi sebagai 3 (tiga) alat adalah guru yang terbaik. Suasana seperti itu sekaligus yaitu: (1) alat untuk menebus dosa; hanya bisa ditemukan dalam relasi sosial yang (2) alat untuk menerima dan mengumpulkan dialogis sebagaimana dalam tradisi manaqiban. kucuran Rohmat Allah swt.; (3) Alat untuk menghasilkan suatu berkah dan jalan keluar Kekayaan modal kultural dapat dicermati bagi berbagai masalah (Fafirruuilalloh, 2016). dalam berbagai sarana manaqiban yang disiapkan seperti nasi kuning, ingkung ayam Hal ini juga disadari secara ekplisit dalam jago yang masih utuh, empat bubur merah panduan manaqib Nurul Huda (NH) Jepara putih, satu kendi air putih dan warna-warni diantara tujuan manaqiban adalah antara lain: sembilan bunga, semua itu adalah bagian dari (1) memupuk rasa cinta kepada z|urriyyah bahasa simbol yang sarat makna. Simbol dan Nabi Saw.; (2) Memperkuat cinta kepada ungkapan dalam tradisi Jawa Islam adalah para salihin (orang-orang shaleh) dan para manifestasi pikiran, kehendak dan rasa Jawa auliya; (3) Memperoleh berkah dan syafa’at yang halus. Maka ada istilah Wong Jawa Nggone dari Syekh Abdul Qodir Jilani; (4) Bertawasul Semu, yang bermakna bahwa orang Jawa dalam kepada Syekh Abdul Qodir Jilani hanya karena memandang realitas tak hanya menampilkan Allah semata; (5) Ada juga sebagian orang yang wadhag (kasat mata), namun penuh dengan menjalankan ritual manaqib untuk memenuhi isyarat atau sasmita (Endaswara, 2016: 24). nazar karena Allah. Hal ini juga berlaku dalam memahami Sementara dalam kitab Manaqib Jauharul modal kultural dalam media ritual manaqiban. Ma’ani disebutkan secara eksplisit paling tidak Nasi yang ditampilkan dalam manaqiban ada 20 (dua puluh) faedah ‘az}imah (manfaat diupayakan harus kuning. Warna kuning agung) dari bacaan manaqib dengan beberapa adalah simbol kemakmuran sebagaimana para Edisi Budaya | 269

petani ketika padi sudah menguning akan Terkait sajian ingkung ayam jago yang melahirkan kebahagiaan karena sebentar lagi masih utuh, hal ini tak lepas dari kisah dalam akan panen. manaqib yang termasuk paling kontroversial karena ini bagian dari keluarbiasan. Diceritakan Demikian juga adanya bubur merah putih suatu ketika Syekh Abdul Qadir Jilani pernah sebagai wujud simbol keberanian (merah) “menghidupkan” tulang-belulang ayam atas dalam membela yang benar (putih). Dalam izin Allah. Begitu ayam hidup ternyata ayam keadaan apapun hidup harus dilalui penuh tersebut langsung berzikir mengucapkan: dengan keberanian, optimisme selagi dilalui “Lailaha illallah, Muhammadurrasulullah, Syekh dengan jalan yang benar. Ibarat pepatah Jawa, Abdul Qadir waliyyullah” (Tiada Tuhan selain becik ketitik ala ketara (yang baik dikenang, Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah, yang buruk jelas dipandang). Syekh Abdul Qadir wali Allah) (Hasan Al Barzanzy, tt: 23). Sedangkan penggunaaan pisang raja dalam sarana manaqiban adalah wujud Peristiwa seperti di atas kalau dilihat penegasan bahwa dalam tradisi manaqiban dengan paradigma sain maupun paradigma Syekh Abdul Qadir Jilani adalah rajanya filsafat tentu akan tertolak. Namun dalam para wali sehingga dikenal dengal Sulthanul epistemologi ilmu disamping ada paradigma Auliya, yang tentu memiliki kelebihan dan sain yang mengedepankan kriteria rasional keistimewaan di antara para wali Allah yang empiris dan paradigma filsafat dengan lain sehingga jamaah manaqib diharapkan kriterianya adalah rasional murni. Maka semakin semangat dalam meneladaninya. Hal paridigma mistik dengan kriteria kepekaan ini termasuk dalam meneladani para Walisongo rasa, iman, logis dan kadang empiris lebih yang telah berjasa mengenalkan Islam di tanah cocok dalam mencermati peristiwa itu (Tafsir, Jawa. Maka adanya bunga sembilan macam 2004: 11). (kembang sangang werno) adalah sebagai simbol pengingat peran Walisongo sebagai Pengalaman Syekh Abdul Qadir auliyaillah yang harus dingat dan senantiasa menghidupkan tulang-tulang ayam mati didoakan kerana perannya dalam Islamisasi menjadi hidup kembali atas ijin Allah dalam Jawa dengan penuh ramah dan damai. paradigma mistik termasuk logis meskipun tidak rasional. Harus dibedakan antara logis Sementara penyedian air kendi atau dan rasional. Sesuatu yang rasional itu sesuai wadah yang tanpa tutup ketika pembacaan hukum alam. Rasionalitas ternyata begitu manaqib berlangsung diharapkan bacaan- sempit hanya dibatasi oleh kesesuainnya bacaan kalimah thayyibah bisa dengan mudah dengan hukum alam yang empirik. Misalnya menyerap dalam air itu. Di mana ada air di tulang belulang ayam yang remuk bisa hidup situ ada kehidupan. Maka air perlu dirawat kembali itu tidak rasional, namun dalam antara lain dengan tetap selalu ingat asal paradigma mistik, peristiwa itu bisa saja sumber air adalah dari bumi (tanah) yang terjadi karena persoalan hidup dan mati itu diwujudkan dengan kendi yang terbuat dari atas kehendak dari Sang Maha Menghidupkan tanah. Penggunaan media air juga wujud yaitu Allah Swt. Kalau Allah menghendaki tafa’ulan (mengikuti perbuatan), ketika tulang-tulang ayam itu hidup kembali itu suatu ketika Syekh Abdul Qodir, warganya masuk akal (logis). Logis itu melampoi banyak terjangkit wabah penyakit tho’un/ rasional, karena termasuk logis adalah sesuatu kolera sehingga ratusan ribu orang yang yang masuk akal meskipun dalam obyek meninggal dunia. Berkat karomahnya, air yang abstrak supra rasional. Maka metode yang berasal dari madrasahnya bisa sebagai sarana cocok untuk memahami fenomena tersebut penyembuhan berbagai penyakit waktu itu. dengan menggunakan metode intuisi atau Maka menyediakan air dalam ritual manaqib dalam istilah epietemologi mistik disebut akal sebagai wujud tabarrukan agar bisa menjadi mustafad atau qalb atau zauq (Tafsir, 2004: 12- media penyembuh dari segala macam penyakit 13). Maka dengan paradigma mistik, berbagai bagi yang meminumnya. 270 | Ensiklopedi Islam Nusantara

kejadian keluarbiasaan (khawariqul’adah) spirital, ritual manaqib yang paling menonjol yang dialami oleh Syekh Abdul Qadir menjadi adalah sarat dengan nilai-nilai spiritual menuju bagian dari pengetahuan yang bisa diterima ma’rifat kepada Allah. Seperti ditegaskan di dalam epistemologi ilmu. awal, manaqiban bukanlah tujuan tetapi sebagai sarana atau alat, yaitu alat untuk menebus dosa Adanya ingkung ayam jago dalam ritual dengan mencintai para kekasih Allah dan juga manaqiban mengingatkan akan kisah luar biasa sebagai upaya mendapatkan kucuran Rohmat tentang “ayam berdzikir”, sehingga kepada Allah swt dengan berwasilah kepada orang- jama’ah manaqib agar tak henti-hentinya orang yang jelas-jelas menjadi kekasih Allah. selalu mengingat Allah (zikrullah) baik dalam Mengambil i’tibar (pelajaran) atas kehidupan hati, pikiran maupun tindakan. Ingkung ayam para wali Allah adalah anjuran Islam dan jago sebagai wujud penghormatan yang tinggi semua itu adalah sebagai upaya menempuh kepada tamu antara lian dengan suguhan jalan cinta sejati kepada Allah Swt yang dalam yang terbaik apalagi dan sekaligus wujud tasawuf disebut dengan ma’rifatullah. Maka cinta kepada auliya Allah yang ramah kepada tak berlebihan kalau dikatakan bahwa ritual kehidupan. Salah satu tanda cinta adalah manaqiban adalah bagian dari jalan cinta bagi mempersembahkan yang terbaik. insan-insan beriman. Disamping modal sosial dan modal [Nur Said] Sumber Bacaan Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Annurul al Burhani, fi Tarjamati Al Lujaini al Dani fi Zikri Nubzati min Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani. (Juz 1). Semarang: Thoha Putra. Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Annurul al Burhani, fi Tarjamati Al Lujaini al Dani fi Zikri Nubz|ati min Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani. (Juz 2). Semarang: Thoha Putra. Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Yawaqitu al Asani fi Manaqibi al Syaikhi Abdil Qadir al Jilani. (Juz 1). Semarang: Thoha Putra. Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta: Cakrawala. Fafirruuilallah, (2016). “Manaqiban”, dalam http://fafirruuilalloh.com/blog/2016/11/01/manaqiban-pengertian- manaqib/ (diakses 1 Desember 2016). Machmudi, KH. dan tim, (1998). Buku Pelajaran Nurul Huda ke-2 Yayasan Nurul Huda, Jepara: Nurul Huda. Mas’ud, Abdurrahman, (2004). Intelektual Pesantren; Perhelatan Agama dan Tradisi. Yogyakarta: LKIS, 2004. Hanif, Muhammad, KH. (2013). Bid’ah Membawa Berkah, Semarang: Ar-Ridha (Thoga Putra). Musthofa, Bisri. (1952), Tarikhul Auliya, Tarikh Wali Sanga, Kudus: Menara Kudus. Said, Nur. (2005). Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Brillian Media Utama. Shihab, Alwi. (2001). Islam Sufistik; IslamPertama dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia, Bandung: Mizan. Tafsir, Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Rosda. Umar, Ahmad Jauhari, Al Syekh, Al Hajj. (tt). Jawahirul Ma’ani fi Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani Radiyallahu Anhu, Pasuruan: PP Darussalam. Yayasan Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda. (1998). Kitabul Manakib Lujainuddani fi Manaqibi Sayyidi al Syekh Abdil Qadir al-Jilani, Jepara: Nurul Huda. Edisi Budaya | 271

Manganan Manganan adalah kegiatan berkumpul perasaan ragu atau malu dengan apa yang yang digelar di sebuah tempat di dibawa oleh orang lain. (Okyana R Siregar & FX desa yang dianggap paling baik atau Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan sakral. Mulai dari sendang yang memiliki dalam Pembentukan Karakter Masyarakat pohon besar dengan air yang melimpah, Desa Sugihwaras, 2013: 202 ) di area pemakaman leluhur yang dituakan atau dan tak jarang “Manganan” juga digelar Prosesi pertama, adalah dengan menggelar di balai desa atau rumah Ketua Kampung, tahlil, ngaji dan doa bersama yang dipimpin seorang Kamituwo atau di rumah Kepala desa sorang ulama setempat. Sementara penduduk setempat. desa yang laki-laki melakukan prosesi ngaji dan doa bersama, penduduk perempuan, Istilah yang serupa dengan tradisi mulai ibu-ibu, nenek-nek dan para remajanya “manganan” adalah sedekah bumi. Di Cirebon, berdatangan, dengan membawa bakul berisi “tradisi sedekah bumi” juga dilangsungkan jajan dan makanan. di tempat-tempat tertentu. Biasanya kepala desa dan perangkat desa lainnya Acara ngaji dan doa bersama diikuti mengkoordinir acara tersebut. Pada intinya, dengan sangat khidmat mereka tertata rapi acara “manganan” adalah sebuah tradisi yang memanjang dengan saling berhadapan. berkembang dan bertahan di masyarakat Penduduk wanita terus berdatangan dengan dengan tujuan memperoleh keselamatan membawa jajan dan makanan khas desa. (selametan). Adapun ragam dan proses Jajan dan makanan di keluarkan dari bakul ritual atau penamaannya berbeda antar satu ibu-ibu. Dikelompokkan pada jenis makanan daerah dengan daerah lainnya, diantaranya yang sama, digelar di atas daun pisang untuk Botram di Sunda, Bajamba di Minangkabau kemudian dibagi lagi dengan rata. dan Bukittinggi, ada juga yang menggunakan dengan istilah munjung, biasanya untuk tukar Do’a adalah ritual penting dalam tradisi menukar makanan yang kemudian dimakan “manganan” perahu yang menyimbolkan bersama. keberadaan Islam, hal ini dikarenakan do’a yang dilakukan adalah do’a Islami yakni Pada hakikatnya, masyarakat memaknai memanjtakan puja syukur kepada Allah. tradisi manganan dengan memandang status Dipimpin oleh tokoh agama masyarakat desa sosial seseorang dalam memabawa makanan Panyuran. Berdo’a kepada Allah sebagai bentuk ke acara manganan. Orang yang memiliki ucapan syukur atas nikmat yang diberikan dari status sosial yang tinggi mewujudkan hasil laut serta sebagai bentuk permintaan makanan tersebut dengan lauk-pauk yang kepada Nya untuk diberikan kemudahan mencerminkan kondisi ekonomi dirinya. dalam mencari rejeki. (DS Utami, Upacara Meski demikian, jika dilihat dari fakta yang Ritual Sunan Andong Willis di Desa Panyuran, ada di lapangan, status sosial ini tidak menjadi skripsi UIN SBY, 2016, h.70 ) sekat yang memberi jarak antara status sosial yang tinggi dan status sosial di bawahnya. Setelah melakukan doa secara bersama- Buktinya, mereka tidak memiliki rasa iri atau sama kemudian mereka melakukan tradisi makan bersama dengan guyub. Mereka memakan dari hasil makanan yang 272 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dikumpulkan bersama kemudian dimakan pengajian tersebut. Beliau mendeskripsikan secara bersama-sama pula. perlunya mendoakan orang tua yang telah meninggal. Sopone wong sing ora seneng Di daerah Tuban Jawa Timur, tepatnya ndungakno marang wong sing wis mati, sesuk yen di desa Gesikharjo, upacara “manganan” mati ora bakal didungakno wong sing sik urip, dilakukan setiap hari Senin Kliwon bulan artinya, siapa pun yang tidak suka mendoakan Maulid pada setiap tahun. Jadi patokannya orang yang telah mati, nanti ketika dia mati, bukan tanggal tetapi hari sekaligus maka tidak akan didoakan oleh orang lain. pasarannya. Pelaksanaan ritual “manganan,” (Nur Syam, hal. 209) dengan demikian bergantung kepada hari yang bertepatan dalam bulan Mulud tersebut. Dalam upacara manganan tak ada Tidak diketahui secara pasti, siapa yang hingar bingar festival yang bernuansa dan memulai menggunakan hari itu untuk upacara dikonstruksi oleh kaum elit. Oleh karena itu, manganan, tetapi hal itu telah dilakukan secara tradisi manganan berbeda dengan tradisi turun temurun. ( Nur Syam, hal. 208) lain seperti haul yang lebih sering hanya dikhususkan sebagai bagian dari acara orang Dahulu, acara manganan dilakukan elit. Tradisi ini hanya khusus dihadiri oleh disertai dengan sindiran pada malam hari. orang lokal, tokoh lokal dengan kesederhanaan Semenjak tahun 1980-an tradisi mengundang khas pedesaan. Upacara manganan meskipun sindir (tayuban) dihilangkan dan diganti tidak bisa dilepaskan dengan tradisi orang dengan pengajian. Hari Ahad malam Senin besar berupa wasilah kepada para awliya (wali- Kliwon di halaman kompleks Masjid Ibrahim wali) dan Nabi, akan tetapi pada hakikatnya Asmaraqandi telah disiapkan tempat ditujukan kepada masyarakat desa- terutama pengajian umum dalam rangkaian manganan. yang telah meninggal- dengan harapan akan Kiai Maimun Jakfar dari Bojonegoro sengaja memperoleh ampunan dan kebahagiaan di diundang untuk memberikan siraman alam kubur dan akhirat. (Nur Syam, hal. 206) rohani pada pengajian tersebut. Beliau mendeskripsikan siraman rohani pada Para Ibu Yang Sibuk Tengah Mempersiapkan Jajanan Sedekah Bumi. Courtesy : http://blokbojonegoro.com Edisi Budaya | 273

Nilai-Nilai Filosofis dan Sosiologis membangun kebersamaan masyarakat dari Tradisi Manganan segala lapisan. Bila tradisi ini dilakukan oleh para petani, maka tradisi manganan Tradisi manganan bukan hanya tradisi dapat menambah informasi mengenai dunia yang diwariskan dari leluhur yang tanpa nilai- pertanian melalui acara manganan. Selain nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. para petani, tradisi manganan juga diikuti oleh Justru dalam tradisi ini terdapat nilai- masyarakat non petani. Pedangang misalnya. nilai filosofis. Pertama, membangun ikatan Acara manganan dapat mempertemukan emosional dengan alam sekitar. Warga desa semua kelompok masyarakat dengan berbagai yang melakukan tradisi manganan ini tengah jenis pekerjaan. Kedua, berbagi. Sebagaimana mewujudkan ungkapan rasa syukur kepada diketahui, acara manganan ini mereka saling Allah SWT atas karunia hasil panen yang membawa makanan dari rumah kemudian melimpah. Kedua, menghargai lingkungan. membagikannya kepada yang lain. Lalu mereka Hal ini didasarkan pada rasa takut akan juga menerima hasil bawaan orang lain yang dampak perusakan terhadap lingkungan yang juga turut dikumpulkan dalam acara manganan. akan berdampak pada hasil panen yang tidak Apapun yang mereka terima tetaplah sesuai harapan. Mereka berharap agar hasil menunjukkan rasa kebahagiaan. Bukan panen ke depan lebih baik dan melimpah. perasaan menggerutu terhadap makanan (Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan tersebut karena mereka merasa kemampuan Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan orang berbeda dalam mewujudkan makanan Karakter Masyarakat Desa Sugihwaras, 2013: untuk ditukarkan dalam acara manganan. 206) (Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan Selain nilai filosofis, manganan Karakter Masyarakat Desa Sugihwaras, 2013: juga memiliki nilai-nilai sosiologis 208) (kemasyarakatan). Pertama, membangun kebersamaan. Tradisi manganan mampu [Saifuddin Jazuli] Sumber Bacaan Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan Karakter Masyarakat Desa Sugihwaras, 2013 Nur Syam, Islam Pesisir, Jogjakarta: LKiS, 2005 http://www.eastjavatraveler.com/limpah-ruah-manganan/ 274 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Mbangun Nikah Di Betahwalang, sebuah desa di hal yang merusak pernikahan sebelumnya tapi kabupaten Demak, masyarakatnya karena faktor lain yang mempengaruhinya memiliki sebuah tradisi unik terkait seperti perselisihan dalam rumah tangga. masalah perceraian yang dikenal dengan nama “mbangun nikah”. Dalam praktiknya, Dalam bahasa fikih mbangun nikah tradisi mbangun nikah di desa ini mempunyai sering disebut dengan istilah tajdidun nikah. dua makna. Pertama bahwa mbangun nikah Secara etimologi tajdidun nikah berasal itu dilakukan apabila dalam kehidupan dari kata jaddada-yujaddidu-tajdidan yang rumah tangga terjadi ketidak harmonisan, artinya memperbaharui atau pembaharuan. perselisihan dan sering terjadi pertikaian yang Sedangkan nikah berasal dari kata nakaha- terus menerus sehingga mengakibatkan suami yankih}u-nikahan yang artinya menikah. mengucapkan kata talak kepada istrinya. Jadi secara umum tajdidun nikah adalah Untuk kembali kepada isterinya, berbeda pembaharuan akad nikah atau mengulang dengan ketentuan dalam fiqh Islam, suami nikah atau menjadi baru lagi. harus melakukan mbangun nikah dengan akad baru. Kedua, mbangun nikah dilakukan apabila Mbangun nikah atau tajdidun nikah} yang pada saat terjadi pernikahan antara pasangan terjadi di masyarakat Desa Betahwalang adalah calon suami istri tersebut, hari pasaran antara melakukan akad baru yang dilakukan oleh calon pasangan suami istri kurang baik atau suami terhadap isteri yang secara syar’i selama rizkinya kurang lancar. nikah atau akad yang pertama masih (belum batal) dan tidak ada hal-hal yang merusak akad Walaupun dibedakan dalam sebelumnya atau dengan kata lain seorang suami menikahi lagi isterinya yang sah dengan pemaknaannya, namun dalam pelaksanaan akad baru sedangkan akad yang sebelumnya tidaklah rusak. Hal inilah yang biasanya tradisi mbangun nikah, baik dalam pemaknaan dipakai oleh masyarakat Betahwalang dalam hal memperbaharui nikah atau mbangun nikah, yang pertama dan yang kedua, adalah sama yang dalam istilah bahasa Jawa disebut dengan “nganyar-nganyari nikah”. persis dengan pelaksanaan nikah pada Tujuan diadakannya tajdīdun nikāh} umumnya, yang mana rukun-rukunnya harus yaitu yang pertama, untuk memperbaiki atau memperbaharui nikah; kedua, untuk terpenuhi semuanya seperti yang ada dalam memperoleh kebahagiaan dan keselamatan dalam hidup berumah tangga; ketiga, Kompilasi Hukum Islam (KHI). untuk memperoleh kelapangan rizki dalam rumah tangga; keempat untuk menghindari Istilah lain untuk menyebut mbangun keturunan mereka yang seterusnya supaya nikah adalah istilah nganyar-nganari nikah yang tidak menjadi “anak haram” (menjaga berarti memperbarui nikah. Dalam kamus kemurnian dalam berhubungan suami istri). Jawa-Indonesia kata “bangun” mempunyai arti membangun, memperbaiki, sementara Dari beberapa penjelasan diatas dapat “nikah” mempunyai arti kawin atau menikah. disimpulkan bahwa dalam tradisi mbangun Apabila kata tersebut dirangkai secara bahasa, mbangun nikah mempunyai makna memperbaiki nikah atau membangun nikah. Dalam masyarakat desa Betahwalang mbagun nikah dipahami sebagai melakukan akad baru antara suami isteri bukan karena adanya hal- Edisi Budaya | 275

nikah di desa Betahwalang yang dilakukan suatu hal yang lumrah terjadi dalam rumah oleh laki-laki dan perempuan yang menikah tangga. Akan tetapi ketika perselisihan- sebenarnya masih memiliki ikatan pernikahan perselisihan dan permasalahan- yang sah sebagai suami isteri. Sehingga tujuan permasalahan tersebut tidak kunjung dari mbangun nikah atau tajdīdun nikāh} dapat diselesaikan, maka perselisihan tidak hanya untuk menghalalkan hubungan dan permaslahan tersebut akan menjadi kelamin antara keduanya saja, karena secara semakin besar dan kemudian bisa hukum mereka masih halal dalam melakukan berlanjut dengan perselisihan fisik, maka hubungan kelamin, melainkan karena keadaan kemudian munculah kekerasan dalam rumah tangga yang tidak harmonis lagi, sering rumah tangga. Hubungan semakin tidak terjadi kesialan dalam rumah tangganya, jelas, tidak saling peduli, salah satu dari rizkinya kurang lancar dan lama belum mereka pulang ke rumah orang tuanya. dikarunia keturunan dalam rumah tangganya. Masyarakat percaya bahwa setelah melakukan 2. Adanya ketidak cocokan hitungan weton mbangun nikah kehidupan rumah tangganya atau pasaran pasangan suami istri. akan kembali harmonis dan menjadi lebik baik lagi. Ada juga pasangan suami isteri yang melakukan mbangun nikah ini disebabkan Sejarah tradisimbangunnikah sendiri susah karena sering terjadi musibah. Maka oleh dicari dari mana tradisi itu bermula. Tidak Kiai atau orang yang dituakan dalam desa satupun dari masyarakat desa Betahwalang tersebut disarankan untuk memperbarui mengetahui dari mana istilah mbangun nikah kembali pernikahannya, dimungkinkan berasal, baik orang yang melakukan tradisi karena hari dan pasaran pada waktu nikah mbangun nikah, atau orang yang memberikan yang terdahulu tidak cocok dan harus anjuran untuk melakukannya, atau orang yang dilakukan mbangun nikah agar kembali menikahkan lagi. Dalam melakukan mbangun harmonis kehidupan rumah tangganya. nikah sendiri tidak ada batasannya, jadi Hal ini pernah dialami oleh pasangan pasangan suami istri yang pernah melakukan suami isteri yang melakukan mbangun mbangun nikah bisa melakukannya lagi, sampai nikah karena setelah mereka berdua pasangan suami istri tersebut sadar dengan melakukan pernikahan, kehidupan sendirinya. rumah tangganya dilanda musibah yang beruntun. Kemudian setelah melakukan Terjadinya fenomena tradisi mbangun mbangun nikah ini kehidupan rumah nikah pada masyarakat desa Betahwalang tangga mereka semakin membaik. tidak terlepas dari adanya penyebab yang mempengaruhi terlaksananya tradisi tersebut. 3. Dihawatirkan ada perkataan yang Berdasarkan pengamatan dan wawancara menjurus pada talak yang penulis lakukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tradisi mbangun Pasangan suami isteri yang melakukan nikah ini yaitu: mbangun nikah karena faktor ini yaitu pasangan yang dalam rumah 1. Ketidak harmonisan hubungan suami tangganya sering terjadi perselisihan isteri dan pertengkaran kemudian ketika perselisihan dan pertengkaran telah Hubungan suami dan isteri dalam sebuah berlangsung berulang kembali, mereka rumah tangga tidak selamanya berjalan mulai menyadari kesalahan mereka dengan aman, tenteram, bahagia atau masing-masing dan sudah saling pun harmonis, adakalanya terdapat memaafkan. Biasanya mereka merasa agak perselisihan-perselisihan, perbedaan ragu-ragu untuk memulai lembaran baru pendapat serta permasalahan yang dengan pasangan mereka masing-masing lainnya. Perselisihan kecil maupun besar karena mereka takut apa yang telah dan perbedaan pendapat merupakan mereka perbuat secara tidak langsung 276 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merusak pernikahan mereka, sehingga tidak menjadi anak haram. kemudian mereka melakukan mbangun nikah untuk memantapkan keyakinan 6. Rumah tangga yang dibina belum mereka. mendapatkan keturunan 4. Faktor Ekonomi Ada pasangan suami isteri yang sudah lama menikah tetapi belum dikaruniai Mereka melakukannya lebih dikarenakan keturunan. Mereka merasakan kehidupan melihat orang yang melakukan bangun rumah tangga menjadi hambar dan nikah ini yang tidak hanya rumah kurang sempurna,sehingga pasangan tangganya kembali berjalan harmonis suami istri tersebut berinisiatif untuk tetapi juga kehidupan perekonomiannya melakukan mbangun nikah, karena mereka ikut membaik. Oleh karenanya ada berkeyakinan bahwa setelah melakukan sebagian orang yang memandang bahwa mbangun nikah rumah tangga mereka membaiknya kehidupan ekonominya menjadi lebih baik lagi dan terhindar dari lebih disebabkan karena apa yang telah keburukan sehinga mereka bisa segera dilakukan oleh pasangan yang melakukan mendapatkan keturunan. mbangun nikah tersebut sehingga ada saja pasangan yang secara ekonomi kurang atau Tempat dan Pelaksanaan kehidupan perekonomiannya kurang baik ikut melakukan mbangun nikah ini dengan Pasangan suami istri melakukan mbangun harapan kehidupan perekonomiannya nikah dengan harapan bahwa kehidupan rumah menjadi lebih baik. tangga mereka akan menjadi lebih baik lagi. Mereka biasanya melakukan mbangun nikah di Tetapi tidak banyak masyarakat yang kediaman pasangan suami isteri sendiri atau melakukan mbangun nikah karena faktor di rumah orang tua salah satu pasangan suami ini. Lebih banyak masyarakat melakukan istri. Mereka biasanya mengundang keluarga bangun nikah ini karena faktor mereka atau kerabat dekat dari pasangan suami perselisihan dalam rumah tangga yang istri yang jumlahnya tidak begitu banyak. menimbulkan hubungan rumah tangga yang tidak harmonis lagi. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam prosesi mbangun nikah seperti pernikahan pada 5. Atas petunjuk ustad atau kyai umumnya. Hanya saja pelaksanaan mbangun nikah ini tidak dicatat dan hanya disaksikan Banyak orang melakukan mbangun nikah oleh kerabat dekat atau hanya beberapa atas petunjuk para tokoh agama dalam orang saja. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat seperti ustad atau kyai. tidak ditemukannya bukti tertulis tentang Mereka pergi ke ustad atau kyai tersebut terjadinya pelaksanaan mbangun nikah ini. untuk mengkonsultasikan masalah dalam rumah tangga mereka dan atas anjuran Dalam pelaksanaan tradisi mbangun ustad atau kyai untuk melaksanakan nikah ini prosesi akad nikah juga sama dengan mbangun nikah agar mereka terbebas dari pernikahan pada umumnya yaitu biasanya masalah dan beban yang mereka alami yang menikahkan adalah ustad, kiai atau dalam rumah tangga. Seperti yang terjadi modin (orang yang mengurus pekerjaan yang pada satu pasangan suami istri dimana bertalian dengan agama Islam di Dusun atau mereka melakukan hubungan suami istri kampung) desa tersebut. Kadang juga modin di luar nikah dan sang wanita kemudian sebelum menikahkan ulang masyarakat yang hamil, maka demi nama baik keluarga saat melakukan mbangun nikah, modin memberikan hamil mereka melangsungkan pernikahan. wejangan-wejangan kepada kedua pasangan Setelah selang beberapa bulan sampai tersebut tentang bagaimana membina rumah sang istri melahirkan, mereka melakukan tangga yang sakinah, mawadah, warahmah, mbangun nikah demi untuk menghidari keturunan mereka yang seterusnya supaya Edisi Budaya | 277

dan manfaat atau hikmah pada pelaksanaan ingkung ayam Jawa, pisang raja, jenang merah mbangun nikah ini. putih (bubur tolak balak), dengan tujuan ngalap (mencari) berkah semoga setelah melakukan Setelah itu prosesnya sama dengan mbangun nikah rumah tangganya menjadi pernikahan pada umumnya diawali dengan selamet dan terhindar dari mara bahaya. syahadat yang kemudian diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh orang yang Mengenai masalah pemberian mahar menikahkan meraka untuk mendoakan pelaksanaan mbangun nikah ini juga ada agar pernikahan mereka lebih baik lagi dan pemberian mahar dari suami kepada isterinya. diberkahi oleh Allah. Tidak ketinggalan pula Karena pada pernikahan pada umumnya ada bahwa pelaksanaan mbangun nikah biasanya pemberian mahar maka pada pelaksanaan disertai dengan pembacaan manaqib syaikh mbangun nikah ini juga ada mahar sesuai Abdul Qadir al-Jailani serta beberapa makanan dengan kesepakatan suami isteri tersebut. yang menjadi uborampe dalam prosesi tersebut, biasanya jenis makanan itu adalah: satu [Ismail Yahya] Sumber Wawancara dengan Bapak Sho’im Kompilasi Hukum Islam pasal 14. Wawancara dengan Bapak Waselam. Wawancara dengan Bapak Abdul Fatah. Wawancara dengan Bapak Sholikhin. Wawancara dengan Ibu Khoifah Wawancara Bapak Sholikhin. 278 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Mandi Belimau Mandi Belimau adalah tradisi mensucikan diri secara lahir dan batin. menyambut bulan Ramadhan oleh masyarakat Melayu khususnya Pelaksanaan Mandi Belimau ini bertujuan masyarakat Bangka Belitung dan Riau. untuk membersihkan diri menjelang Bulan Tradisi mandi Belimau merupakan tradisi Ramadhan, Perayaan upacara Mandi Belimau yang dilaksanakan turun-temurun hingga dilakukan 1 (satu) minggu sebelum puasa saat ini. Mandi Belimau artinya pencucian bulan Ramadhan. atau pensucian lahir dan batin menggunakan air limau. Di Bangka Belitung, tradisi mandi Selanjutnya pelaksanaan mandinya Belimau sudah ada sekitar 300 tahun yang dimulai dengan membasahi telapak tangan lalu dan sempat berhenti. Tradisi mandi dari kanan dan kiri, kemudian kaki kanan Belimau dimulai dengan ziarah ke makam dan kiri yang diteruskan dengan membasahi tokoh masyarakat atau ke pahlawan yang ubun-ubun dan seluruh anggota tubuh dengan sangat dihormati. Selepas melakukan ziarah, siraman air yang dicampur dengan jeruk limau masyarakat pergi ke tempat acara mandi yang disimpan dalam gentong air. Masyarakat Belimau. Tepat di panggung disiapkan air yang ingin dimandikan sebelumnya dianjurkan yang diisi dalam sebuah guci besar yang terlebih dahulu berdoa apa saja untuk kebaikan bertuliskan kalimat Arab. Air limau dibuat mereka. Selain itu banyak masyarakat yang dengan beberapa bahan yang ditentukan oleh juga membawa pulang air yang digunakan para kaum pandai dan kaum ulama terdahulu. pada ritual Mandi Belimau ini karena mereka Bahan-bahan untuk membuat air limau antara meyakini bahwa air ini mempunyai khasiat lain daun pandan wangi, daun serai wangi, tertentu. mayang pinang, daun limau, daun soman, daun liman, daun mentimun, akar siak-siak, daun Ritual adat Mandi Belimau ini adalah limau purut, dan buah limau purut. Bahan- simbol-simbol tradisi yang baik untuk bahan tersebut dipilih karena keharumannya. perenungan dan pensucian diri baik lahir Keharuman bahan-bahan tersebut baik maupun batin. Diharapkan simbol-simbol untuk penyambutan bulan Ramadhan dan Mandi Belimau ini dapat membekas bagi pembersihan diri. masyarakat untuk kehidupan selanjutnya dan bukan hanya prosesi saja. Sebelum air limau disiram ke seluruh badan, masyarakat menguatkan niat dalam Sejarah dan Aneka Ragam Nama rangka menyambut dan menjalani kewajiban puasa nantinya. Setelah air limau membasahi Tradisi Mandi Belimau merupakan ritual seluruh badan, tidak perlu dibilas dengan air turun temurun. Diperkirakan kegiatan ini biasa. Hal ini dimaksudkan agar keharuman sudah ada sejak 300 tahun lalu, dan kepercayaan menyatu dengan badan. Setelah mandi masyarakat setempat tradisi ini diperkenalkan Belimau, sanak keluarga beserta tetangga pertama kali oleh Depati Bahrin, bangsawan bersalam-salaman, dan meminta maaf antara keturunan kerajaan Mataram, Jogyakarta dan sesama. Hal ini yang dimaksudkan dengan dan para pejuang lain di antaranya seperti Akek Jok, Akek Pok, Akek Daek. Menurut cerita Edisi Budaya | 279

masyarakat setempat, adat ini dimulai saat Nganggung adalah suatu tradisi turun Depati Bahrin dikejar pasukan Belanda hingga temurun yang hanya bisa dijumpai di sampai ke Pulau Bangka. Ketika itu pula, Depati Bangka. Karena tradisi nganggung merupakan Bahrin melakukan ritual mandi pertaubatan identitas Bangka, sesuai dengan slogan atau lebih dikenal dengan sebutan Mandi Sepintu Sedulang, yang mencerminkan Belimau. Masyarakat dan petinggi pemerintah sifat kegotong royongan, berat sama dipikul terlihat menyatu dalam acara adat ini. Ritual ringan sama dijinjing. Nganggung atau yang tahunan ini berlangsung seminggu sebelum dikenal masyarakat Bangka dengan Sepintu Ramadan. Adapun lokasi pelaksanaan berada di Sedulang merupakan warisan nenek moyang tepi Sungai Limbung, Desa Limbung, Kecamatan yang mencerminkan suatu kehidupan Merawang, Kabupaten Bangka. Masyarakat sosial masyarakat berdasarkan gotong- desa meyakini dengan menyelenggarakan royong. Setiap bubung rumah melakukan upacara adat Mandi Belimau, ibadah puasa kegiatan tersebut untuk dibawa kemasjid, akan berjalan lancar dan segala yang diinginkan surau atau tempat berkumpulnya warga tercapai. Keinginan dapat terwujud dengan kampung. Adapun nganggung merupakan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat melalui salat dan dzikir serta bersalawat. Selain dalam rangka memperingati hari besar agama itu melakukan sunah yang dilakukan Nabi Islam, menyambut tamu kehormatan, acara Muhammad SAW selama Ramadan. Tanamkan selamatan orang meninggal, acara pernikahan semangat dan ikhlas dalam menjalankan atau acara apapun yang melibatkan orang ibadah kepada Allah SWT, niat yang tulus agar banyak. Nganggung adalah membawa makanan kita termasuk orang bertaqwa. di dalam dulang atau talam yang ditutup tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa Ada enam unsur yang digunakan dalam untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan mandi Belimau yaitu Kunyit, Bonglai, Pinang, ritual agama. Mata Mukor, Arang Usang, Bawang Merah, dan Jeruk nipis ke dalam dua buah gentong Dalam acara ini, setiap kepala keluarga bertuliskan aksara Arab. Enam unsur itu membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat perlambang pertaubatan. Tujuh jeruk nipis sebesar tampah yang terbuat dari aluminium yang mensyaratkan untuk dapat menguasai dan ada juga yang terbuat dari kuningan. ilmu panglima Sayidina Usman dan kesaktian Untuk yang terakhir ini sekarang sudah agak Akek Pok. Tujuh butir Pinang mensyaratkan langka, tapi sebagian masyarakat Bangka kesucian Nabi Muhammad SAW, dan juga masih mempunyai dulang kuningan ini. Di kesucian Batin seorang pendekar Depati dalam dulang ini tertata aneka jenis makanan Bahrin. Tujuh iris Bonglai kering mensyaratkan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus keberanian Syaidina Ali dan kesaktian Akek dibawa. Kalau nganggung kue, yang dibawa Jok mengusir jin iblis. Tujuh mata kunyit kue, nganggung nasi, isi dulang nasi dan lauk mensyaratkan untuk rajin bekerja dihiaskan pauk, nganggung ketupat biasanya pada saat pada sosok Syaidina Umar dan tauladan Akek lebaran. Dulang ini ditutup dengan tudung saji Sak. Mata Mukot tujuh jumput dan bawang yang dibuat dari daun, sejenis pandan, dan di merah tujuh biji mensyaratkan sosok Akek cat, tudung saji ini banyak terdapat di pasaran. Daek dengan kepribadian penurut serta Dulang ini dibawa ke masjid, atau tempat acara mendengar dan menerima nasehat serta Arang yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan Usang mensyaratkan agar sabar dan bersatu dinikmati bersama. Hidangan ini dikeluarkan dalam jihad Fisabilillah. Prosesnya dilakukan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan dengan membasahi telapak tangan dari yang rasa bangga. Namun dalam perkembangannya kanan, lalu telapak kiri, kemudian kedua sekarang kegiatan nganggung yang masih eksis kaki kanan dan kiri diteruskan membasahi dipertahankan hanya pada saat memperingati ubun-ubun dan kepala keseluruhan. Ritual hari besar agama Islam, dan menyambut tamu diakhiri dengan kegiatan Nganggung di masjid kehormatan. Limbung. 280 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Manfaat diadakannya Mandi Belimau memasuki bulan puasa. Sebenarnya upacara ini antara lain untuk meningkatkan nilai bersih diri atau mandi menjelang masuk bulan silaturahmi, sebab acara ini diikuti oleh ramadhan tidak hanya dimiliki masyarakat keluarga Depati Amir yang berada di Kupang Kampar saja. Kalau di Kampar upacara ini Nusa Tenggara Timur dan yang terpenting sering dikenal dengan nama Balimau Kasai, adalah melepaskan diri dari pada azab. maka di Kota Pelalawan lebih dikenal dengan nama Balimau Kasai Potang Mamogang. Di masyarakat Jambi dikenal Mandi Di Sumatera Barat juga dikenal istilah yang Belimau Gedang sedangkan di Riau dikenal hampir mirip, yakni Mandi Balimau. Khusus Balimau Kasai yang berasal dari India yaitu untuk Kota Pelalawan, tambahan kata potang umat hindu di India. Balimau kasai ini dianggap mamogong mempunyai arti menjelang petang mirip dengan Makara Sankranti, yaitu saat karena menunjuk waktu pelaksanaan acara umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk tersebut. memuja dewa Surya pada pertengahan Januari, kemudian ada Raksabandha sebagai penguat Tradisi Balimau Kasai di Kampar, konon tali kasih antar sesama yang dilakukan pada telah berlangsung berabad-abad lamanya sejak bulan Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami daerah ini masih di bawah kekuasaan kerajaan. pada bulan Januari-Februari sebagai penyucian Upacara untuk menyambut kedatangan bulan diri untuk menyambut musim semi. Penyucian Ramadan ini dipercayai bermula dari kebiasaan disini maksudnya dengan mandi balimau kasai Raja Pelalawan. Namun ada juga anggapan lain dosa-dosa mereka hilang bersama mengalirnya yang mengatakan bahwa upacara tradisional air sungai tersebut dan kemudian agama itu ini berasal dari Sumatera Barat. Bagi berkembang di Indonesia hingga sampai ke masyarakat Kampar sendiri upacara Balimau pelosok negeri yang ada di nusantara dan sungai Kasai dianggap sebagai tradisi campuran di kampar. Ini membuktikan bahwa adanya Hindu- Islam yang telah ada sejak Kerajaan agama hindu sampai di kampar.apalagi dengan Muara Takus berkuasa. ditemukannya gugusan candi di muara takus yang terletak di XIII Koto Kampar. Dan setelah Keistimewaan Balimau Kasai merupakan masuk di daerah pelalawan berkembangnya acara adat yang mengandung nilai sakral Budaya dan Tradisi dan budaya itupun masih yang khas. Wisatawan yang mengikuti acara berkembang hingga sekarang ini. ini bisa menyaksikan masyarakat Kampar dan sekitarnya berbondong-bondong menuju Balimau Kasai adalah sebuah upacara pinggir sungai (Sungai Kampar) untuk tradisional yang istimewa bagi masyarakat melakukan ritual mandi bersama. Sebelum Kampar di Provinsi Riau untuk menyambut masyarakat menceburkan diri ke sungai, ritual bulan suci Ramadan. Acara ini biasanya mandi ini dimulai dengan makan bersama dilaksanakan sehari menjelang masuknya yang oleh masyarakat sering disebut makan bulan puasa. Upacara tradisional ini selain majamba.. sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan puasa, juga merupakan Di samping sebagai luapan gembira, simbol penyucian dan pembersihan diri. upacara ini merupakan simbol pembersihan Balimau sendiri bermakna mandi dengan diri. Balimau kasai itu sendiri adalah mandi menggunakan air yang dicampur jeruk yang dengan menggunakan air yang dicampur oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk dengan limau atau jeruk. Limau yang digunakan yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk bermacam-macam kadang limau purut,limau nipis, dan jeruk kapas. nipis atau limau kapas. Balimau kasai/Mandi potang diwarnai dengan upacara adat yang Sedangkan kasai adalah wangi-wangian mengandung nilai sakral yang unik. (Dinas yang dipakai saat berkeramas. Bagi masyarakat Kebudayaan Kesenian Dan Pariwisata,2006) Kampar, pengharum rambut ini (kasai) dipercayai dapat mengusir segala macam Balimau Kasai bagi masyarakat Riau rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum mempunyai makna yang mendalam yakni Edisi Budaya | 281

bersuci sehari sebelum Ramadhan. Biasanya penguasaan terhadap ilmu sakti sebagai dilakukan ketika petang sebelum Ramadhan mana penguasaan Akek Pok. berlangsung. Dari kaum yang tua sampai kaum yang muda turun ke sungai dan mandi bersama. o Pinang 7 Butir. Melambangkan kesucian Balimau sendiri berasal dari bahasa ocu batin pendekar, sebagaimana Depati (bahasa Kampar ). Balimau artinya membasuh Baherein diri dengan ramuan rebusan limau purut atau limau nipis. Sedangkan kasai yang bermakna o Bonglai kering 76 iris. Melambangkan lulur dalam bahasa Melayu adalah bahan sikap pemberani, pemberantas jin dan alami seperti beras, kunyit, daun pandan dan iblis, serta ahli politik sebagaimana sifat bunga bungaan yang membuat wangi tubuh. dan keahlian Akek Jok. Tradisi ini berlangsung secara turun temurun di kalangan Melayu Riau. Tradisi dilakukan o Kunyit 7 mata. Benda ini mempunyai hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada, arti bahwa orang yang rajin musuhnya dengan nama berbeda satu sama lain iblis, dan orang malas kawannya iblis sebagaimana yang ditujukkan oleh Akek Di Pekanbaru, tradisi ini dinamakan Sak. Petang Megang sedangkan di Indragiri Hulu cukup dengan nama Balimau saja. Balimau o Mata Mukot 7 jumput dan bawang merah Kasai artinya mensucikan diri baik lahir 7 biji. Melambangkan sifat penurut dan batin, sebelum datangnya Ramadhan. sebagaimana sifat akek Daek. Kebanyakan orang kegiatan Balimau Kasai ini merupakan ritual wajib yang harus dilakukan. o Arang using. Melambangkan sifat Selain mandi di sungai dengan limau yang sabar, pandai menyimpan rahasia, dianggap sebagai penyucian fisik, ajang ini dan kuat melakukan jihad fisabilillah. juga dijadikan sarana untuk memperkuat rasa Sebagaimana ditunjukkan oleh Akek persaudaraan sesama muslim dengan saling Dung. Kain lima warna yang dipajang mengunjungi dan meminta maaf. ditempat pelaksanaan. Adapun warna dan maknanya adalah Proses Pelaksanaan o Kain warna merah, mempunyai arti Adapun peralatan dan bahan-bahan yang panglima- Isrofil istana jantung Daging digunakan dalam upacara ini adalah : Usman. • Baju enam warna, yaitu : putih, hijau, o Kain warna kuning mempunyai arti merah, kuning, hitam dan kelabu. Pakaian pengrajin- Mikail Istana Urat Umar. berwarna putih secara khusus digunakan oleh pemimpin upacara. Sedangkan o Kain warna kelabu mempunyai arti sisanya digunakan oleh pembantunya. pemberani- Isroil istana Jantung Tulang Ali. • Guci atau kendi. Guci yang digunakan adalah guci khusus yang telah berumur o Kain warna hitam mempunyai arti Sabar ratusan tahun. Guci ini digunakan penyimpan Rahasia, Bersatu Jihad-Jibroil sebagai tempat ramuan khusus yang akan Istana Lidah Darah Abu Bakar. digunakan dalam upacara Mandi Balimau. o Kain warna putih mempunyai arti • Ramuan khusus. Ramuan ini terbuat dari kesucian-titis Nur Muhammad SAW Al campuran air yang diambil dari sumur Ulama Miswhatul Mursyid. kampung yang telah dibacakan mantera dan dicampur dengan : Sementara itu tata cara pelaksanaan tradisi mandi Balimau Ini antara lain yaitu o Jeruknipis7buah.Buahinimelambangkan Sehari menjelang pelaksanaan mandi Balimau, orang-orang mengadakan ziarah ke makam tokoh masyarakat setempat yakni Makam Depati Bahrein yang terletak di wilayah Lubuk Bunter sebagai bentuk Nampak tilas pada 282 | Ensiklopedi Islam Nusantara

perjuangan beliau. Setelah sasmpai dimakam, masjid. Dan setelah itu acara selesai. Adapun para peziarah berdoa didampingi tokoh agama. doa dan mantra yang digunakan antara lain Kemudian para peserta upacara langsung yaitu: Surat Yasin, ketika melakukan ziarah menuju ke dermaga Lubuk Bunter lebih kurang ke makam Depati Bahrein Mantra untuk 3 meter dari lokasi makam. Selanjutkan membuat ramuan keramat Doa memulai menyebrangi sungai Jada Sementara itu mandi· sang pemimpin upacara menyiapkan ramuan khusus, yaitu air yang diambil dari sumur Nilai Filosofis Dari Mandi Balimau kampung yang telah dibacakan mantera dan Mandi Balimau kasai tersebut bukanlah dicampur dengan ramuan yang terdiri dari jeruk nipis, pinang, bonglai, kunyit, bawang termasuk sunnah rasulullah, melainkan hanya merah, kenanga dan bunga mawar. Dimana sebagai tradisi semata yang memiliki nilai ia juga harus menyiapkan 5 kain dengan filosofis yang tinggi bagi masyarakat pelalawan warna berbeda yang melambangkan kekuatan dan sekitarnya. Selain untuk membersihkan pengawal Depati Bahrein. Lalu ramuan diri secara zahir, mandi Balimau Kasai juga keramat tersebut dibungkus dan dimasukkan merupakan momentum untuk menjalin dalam tas berisi kain lima warna. silaturahmi dan acara saling maaf memaafkan dalam rangka menyambut tamu agung yaitu Pada hari berikutnya, pemimpin upacara Syahru Ramadan Syahrus Siyam, jadi bukanlah menuju tempat pelaksanaan upacara dengan sebuah keyakian yang memiliki dalil naqli menggunakan pakaian putih dengan dikawal secara qat’i. tapi ini lebih kepada sebuah adat oleh para pengawal yang mengenakan yang bersendikan syara’ (Syariat Islam) syara’ pakaian berwarna hitam, abu-abu, kuning, bersandikan Kitabullah yang secara filosifisnya merah dan hijau. Setelah semua persiapan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. cukup, acara balimau dimulai. Dan kemudian peserta mengucapkan niat sebelum memulai. Tidak dapat kita pungkiri bahwa Kemudian pemimpin upacara dengan kemajuan zaman hari ini secara langsung didampingi lima laki-laki dengan mengenakan maupun tidak memberikan dampak negatif kain hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu terhadap kehidupan kita dalam kerangka adat membaca doa dan memantrai air ramuan istiadat, banyak terjadi distorsi sejarah, salah yang ada dalam kendi. Setelah itu air ramuan tersebut disiramkan kepada warga. Prosesi Ritual Mandi Belimau Sultan, Wabup: Mari Bersama Acara pemandian dimulai dengan Pelihara Gedung Istana Sayap Pelalawan membasahi telapak tangan kanan dan dilanjutkan dengan tangan Sumber: http://piramidnews.com/foto/pelalawan/ kiri, jika dalam upacara ini hadir pejabat penting, maka para pejabat tersebut dimandikan terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan membasuh kaki kanan lalu kaki kiri. Setelah itu membasahi ubun-ubun. Kemudian dilanjutkan dengan seluruh badan. Setelah semua peserta upacara selesai mandi. Kemudian dipentaskan tarian Nampi. Setelah itu dilanjutkan dengan pelaksanaan tradisi adat Sepintu Sedulang, yaitu membawa makanan secara bergotong-royong di suatu tempat, seperti Edisi Budaya | 283

interpretasi terhadap nilai-nilai adat yang telah Namun tradisi ini mulai bergeser, dahulu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam ada batasan antara lelaki dan perempuan, kehidupan kita, termasuk mandi Balimau sekarang semua bercampur baur. Musik yang Kasai. Bisa kita lihat dari tahun ke tahun dihadirkan pun bukan lah yang bernuansa kegiatan mandi Balimau Kasai telah dinodai Islami, melainkan musik dangdut dengan dengan tindakan yang yang berseberangan goyangan yang membangkitkan gairah. dengan syariat islam di antaranya berhura- Sehingga tradisi ini dijadikan sebagai ajang hura, berboncengan laki-laki dan perempuan untuk berkenalan dengan gadis dari daerah lain. yang bukah muhrim, mandi massal yang Sehingga beberapa tokoh mengkhawatirkan bercampur antara laki-laki dan perempuan, tradisi ini menodai Ramadhan (Prof Dr.Duski mabuk-mabukan sampai kepada musik yang Samad:2011), seperti dalam balimau kasai menjauhkan masyarakat dari mengingat Allah diharamkan mandi bareng karena itu bukanlah Swt. tradisi yang Islami ( Mawardi:2011). Padahal dulunya, tradisi ini merupakan Karena itu, Balimau kasai yang sebagian hal yang tergolong urgen dan sakral. Sebelum besar masyarakat Kampar masih percaya memasuki bulan puasa atau sebelum magrib, dengan upacara balimau kasai ini dan masih anak kemenakan dan menantu atau juga melestarikan budaya ini hingga sekarang, yang tua serta murid akan mendatangi orang perlu dijaga agar tidak melenceng dari tujuan tua, mertua, mamak (paman), kepala adat, utamanya, yaitu penyucian diri dan saling atau guru ngaji mereka datang dalam rangka bermaafan dalam masyarakat. meminta maaf menjelang masuk bulan suci. [Zainul Milal Bizawie] Sumber Bacaan Abdullah, Irwan, dkk., (ed.). 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM Ermiwati. 2007. “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Suku Mapur Dusun Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung Mandi Belimau Gaya SPA Melayu Tempo Dul”. Bappeda.Pekanbaru.go.id. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.00. Ritual Mandi Belimau, Dusun Limbung Desa Jada”. RadarBangka.co.id. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.00. Ramuan Air Mandi Belimau Melayu Asli”. Riaupos.co. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.25. Dinas Kominfo, http://www.babelprov.go.id/ content/ gubernur-pertahankan-budaya-mandi-belimau#sthash.o8mggM7x.dpuf Adriandro.Ritual Mandi Balimau.blogspot.com/ html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2015 Indonesia Ultimate in diversity.2006.`Profil Pariwisata Riau. Pekanbaru :Dinas Kebudayaan Kesenian Dan Pariwisata. Koentjaraningrat,Dkk.2007.Masyarakat Melayu Dan Budaya Melayu Dalam Mizaneducation. Mandi Balimau Kasai. blogspot.com/html.Diakses pada tanggal 5 Mei 2015 Tim Penyusun, Provinsi Bangka Belitung; Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat,(Presidium Pembentukan Provinsi Bangka Belitung, 2000), hal. 47. Zulkifli, Kontinuitas Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007), 284 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Metik Ada beberapa perbedaan di dalam istilah Faktor ketiga yaitu perlawanan dari dan praktiknya di masing-masing kelompok Islam puritan terhadap tradisi- daerah, misalnya di Jawa Barat. Di tradisi masyarakat termasuk metik dengan Jawa Tengah dan Yogyakarta, tradisi panen alasan bahwa tradisi-tradisi tersebut tidak padi sering disebut dengan metik atau wiwid. memiliki dasarnya di dalam Islam, juga Istilah metik lebih sering digunakan yang mengandung praktik pantheistik berupa secara harfiah berarti menuai atau mencabut, pengakuan kepada makhluk gaib selain Allah sementara wiwid berarti memulai. Kedua yang dianggap melanggar ketentuan asasi istilah mengindikasikan memulai menuai. tentang tauhid. Secara tradisional hampir seluruh penduduk desa di Jawa mempraktikkan metik, terutama Asal usul Metik di Jawa Tengah dan Yogyakarta, walaupun beberapa mengabaikan bahkan menolak Melacak asal usul tradisi ini bukan tradisi ini dengan berbagai alasan. Bagi mereka pekerjaan mudah dikarenakan tidak adanya yang masih mempraktikkan metik, tujuannya bukti siapa yang memulai tradisi ini dan kapan bisa dalam rangka melestarikan tradisi leluhur ia mulai dipraktikkan. Umumnya keberadaan dan memastikan bahwa panen mereka tahun tradisi ini dikaitkan dengan sebuah legenda. ini berhasil. Rahmat Djatnika (Rahmad, 163) menjelaskan legenda tesebut yang ia dengar dari informan Ada beberapa alasan mengapa penduduk penelitiannya, walau asal usul legenda tersebut pedesaan meninggalkan praktik metik. juga tetap tidak diketahui. Legenda didasarkan Salah satu alasan umumnya sebagaimana kepada cerita percintaan antara Tisnawati berlangsung pada negara-negara berkembang (anak perempuan dari Dewa Bathara Guru, berupa perubahan cara pandang dunia mereka atau disebut Guru, atau dalam mitologi Jawa dikarenakan faktor pendidikan dan kesadaran disebut Bathara Girinata, Raja Gunung, dalam akan perkembangan sains teknologi yang hal ini gunung Meru), dan Joko Sedono, membawa kepada ketidakpercayaan kepada manusia biasa. Mengetahui cerita cinta anak makhluk gaib. Penyebaran informasi dan perempuannya dengan seorang anak manusia perilaku yang demikian telah melahirkan biasa, Bathara Guru menjadi murka dan generasi baru yang cenderung rasional dan mengusir anak perempuannya tersebut ke praktis. Beberapa warga bahkan cenderung bumi. merasa malu dengan praktik tradisional mereka. Singkat cerita, keduanya pun menikah. Dikarenakan kesulitan dalam menyesuaikan Alasan kedua di balik meninggalkan diri untuk hidup sebagai manusia, Tisnawati, praktik adalah pergeseran fungsi lahan yang tidak lain adalah manifestasi dari Dewi pertanian yang sekarang banyak dijadikan Sri, dewi padi, mengubah dirinya menjadi sebagai zona industri. Sensus menunjukkan setangkai padi. Mengetahui keadaan isterinya angka penurunan setiap tahunnya terhadap ini, maka Joko Sedono pun kemudian juga lahan pertanian yang banyak berubah menjadi mengubah dirinya menjadi setangkai padi agar pabrik, perumahan, dan perluasan jalan. tetap dekat dengan isterinya dan tetap selalu Edisi Budaya | 285

Gambar 1: Sejumlah makanan yang disiapkan dalam prosesi wali tidak melakukannya dengan kekerasan tradisi metik, terdiri atas beberapa jenis makanan khusus dalam namun lebih mengedepankan jalan damai. masyarakat Jawa seperti nasi, sayuran, buah seperti pisang, air Mereka menggunakan media pembelajaran di dalam kendil. Makanan ini berfungsi sebagai “bancakan” atau yang sampai hari ini masih digunakan yang “selamatan” agar panen tahun ini berhasil dan mencukupi untuk mengakibatkan ajaran-ajaran Islam dapat memenuhi kebutuhan keluarga. diterima dengan mudah oleh masyarakat Nusantara ketika itu. Para wali melakukan bersama. Pilihan keduanya menjadi setangkai akomodasi dan akulturasi ajaran Islam dan padi dipahami sebagai hadiah bagi manusia budaya setempat tanpa menghilangkan esensi karena padi merupakan makanan pokok. dan ruh Islam. Oleh karena itu, untuk menghormati Dalam kasus metik, para wali cinta sejati dan pengorbanan Tisnawati dan tidak menghapusnya namun lebih Joko Sedono, beberapa petani melakukan “mengIslamkan”nya dengan membiarkan “slametan” berupa suguhan makanan, walau tradisi ini berlangsung namun pada saat yang itu bukan sebuah kewajiban. Secara umum sama “mewarnai”nya dengan ajaran Islam. Ini “slametan” bertujuan untuk melahirkan misalnya terlihat dalam praktik memulai metik, keselamatan dan bebas dari segala gangguan para petani memulainya dengan membaca baik yang sifatnya tampak dan gaib. lafaz Basmalah “Bismillahirrahmanirrahim.” Oleh karena itu tidak tepat penggunaan istilah Dalam melakukan metik, para petani sinkretisme dialamatkan kepada praktik ini pertama kali memetik dua tangkai padi dan praktik-praktik akulturasi Islam dan sebagai simbol dari Tisnawati dan Joko budaya lokal lainnya, jika istilah sinkretisme Sedono, dari sawah dan membawa keduanya, itu seperti dikatakan oleh Beatty “selalu kemudian “mengawinkan” mereka. Kerelaan berimplikasi pada penggabungan aspek-aspek keduanya bertransformasi menjadi padi tidak penting, dengan kehilangan identitas mereka saja diperingati karena memberikan manfaat sendiri, suatu hal yang sebenarnya tidak bisa kepada manusia namun juga sebagai sebuah dianggap terjadi di dalam kasus orang Jawa.” penyataan akan hakikat cinta perkawinan (usually implies a substantial merging of keduanya di mana kebaikan keduanya akan types, with a loss of their separate identities, melimpah ke dalam kehidupan masyarakat something that cannot be presumed in the yang lebih luas. Dengan demikian manifestasi Javanese case). (Andrew , 3) kekekalan cinta mereka akan selalu diingat oleh petani manakala mereka panen. Sinkretisme itu, mengutip Stewart dan Andrew Beatty, “dalam pengertian yang lebih KehadiranIslamdiJawadanpenyebarannya abstrak menunjuk kepada kesalingterkaitan oleh Walisongo telah mengubah dan mewarnai elemen-elemen yang sistematik dari beragam praktik metik ini dengan nuansa ajaran tradisi, sebagai sebuah respons tertata Islam. Dalam melakukan perubahan ini para terhadap keragaman dan keberbedaan budaya. Kita akan lihat bahwa kesalingterkaitan ini tidak berimplikasi atau membentuk kepada terjadinya sebuah penggabungan; kasus orang Jawa sebenarnya lebih kompleks ketimbang hal tersebut. Dalam hal ini, sinkretisme merujuk kepada proses yang dinamis dan berulang, sebuah faktor yang terus menerus ada dalam reproduksi budaya, bukan hanya sekedar masalah hasil yang tampak mapan. (in a more abstract sense to refer to a systematic interrelation of elements from diverse traditions, an ordered response to pluralism and cultural 286 | Ensiklopedi Islam Nusantara

difference. We shall see that this interrelation hanya dua kali dalam setahun. Panen utama need not imply or lead to fusion; the Javanese case yang di Jawa dikenal dengan nama panen is rather more complicated than that. Syncretism, rendhengan dilakukan pada musim penghujan in this sense, refers to dynamic, recursive process, dari bulan Januari sampai bulan April atau a constant factor in cultural reproduction, rather Mei. Panen kedua disebut dengan panen gadhu, than to a settled outcome).( Andrew , 3) dilaksanakan pada musim kemarau yang Proses dan Pemaknaan banyak menghasilkan panen dibanding panen pada musim penghujan. Metik dilakukan satu hari sebelum panen padi dilakukan yang di dalam praktiknya Pria dan wanita terlibat di dalam melekat banyak simbol yang mengandung semua proses bertani, mulai dari menanam makna yang perlu dijelaskan. sampai memanen. Walaupun menanam dan memanen merupakan pekerjaan yang lebih Sekarang ini dimungkinkan untuk banyak dilakukan oleh wanita, sementara memanen padi tiga kali dalam setahun di desa- membuat tanggul, saluran air, membajak, dan desa Jawa, walau pada umumnya rata-rata mencangkul merupakan pekerjaan para pria. Gambar 2: Informan: Bapak Sapawiro Satu hari sebelum metik dimulai, Sapin dan isterinya Ibu Sakinem. Keduanya makanan untuk acara ini disiapkan oleh para bersiap-siap berangkat ke sawah. Sang isteri wanita. Mereka membentuk sebuah miniatur menggunakan pakaian tradisional Jawa. gudang padi yang dibentuk dari daun kelapa muda (janur) yang menyimbolkan sesuatu yang tahan lama atau kuat di mana padi yang dipanen akan disimpan dan terjaga selama setahun. Miniatur gudang padi ini mewakili harapan akan panen yang subur yang kan bertahan selama setahun kedepan. Di hari saat metik dilakukan, isteri petani membawa makanan yang telah disiapkan ke sawah. Suami kemudian memetik tiga belas pasang atau dua puluh enam tangkai padi. Tiga belas tangkai padi pertama membentuk “pengantin pria” yang mewakili Joko Sedono, dan tiga belas tangkai padi kedua membentuk “pengantin wanita” mewakili Trisnawati atau Dewi Sri. Setelah itu, sang suami membuat gundukan api untuk memanggil danyang, istilah Jawa untuk menyebut “makhluk halus” yang menempati sawah tersebut. Dalam pandangan dunia orang Jawa seluruh tempat memiliki “penghuni” dan “penjaga” nya masing-masing. Gundukan api merupakan salah satu medium di samping media lainnya untuk memanggil makhluk halus di tempat tertentu untuk meminta izinnya sebelum melakukan panen. Para petani berharap bahwa sang makhluk halus tidak mengganggu produksi panen mereka yang karenanya akan dapat memenuhi kebutuhan mereka pada Edisi Budaya | 287

tahun berikutnya. Sang isteri kemudian ini menyimbolkan ketenangan dan keseriusan mengambil dan melemparkan makanan untuk prosesi metik dari awal sampai akhir. Tatkala sang makhluk ke empat sudut sawah sambil keduanya sampai di rumah, mereka membasuh mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim: kaki mereka sebelum masuk ke dalam rumah dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi dan kemudian meletakkan dua buntelan padi, Maha Penyayang. “pengantin pria” dan “pengantin wanita” di atas tempat tidur. Di sinilah akhir dari Pada titik ini, akhir dari praktik di metik prosesi metik, besoknya masyarakat memulai dilakukan dengan penyerahan dua buntelan memanen bersama-sama. Bagian dari tangkai dari tiga belas tangkai padi kepada isteri, yang batang padi yang membentuk “pengantin kemudian membawa mereka ke rumah dengan pria” dan “pengantin wanita” tadi kemudian menggendongnya di punggung sang isteri. diletakkan di dalam miniatur gudang padi Dalam perjalanan pulang, masyarakat yang yang telah dibuat sebelumnya. menyaksikannya tidak dibolehkan menyapa sang isteri. Dia tetap fokus pada tugasnya. Hal [Ismail Yahya] Daftar Bacaan Beatty, Andrew, Varieties of Javanese Religion; An Anthropological Account (UK: Cambridge University Press, 1999). Djatnika, Rahmat, Pengaruh Islam Terhadap Hukum Adat di Aceh, Sumatera Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (The Influence of Islam to the Customary Law in Aceh, West Sumatra, East Java and South Celebes), Journal Qualita Ahsana, IAIN Sunan Ampel (Surabaya: the State Institute of Islamic Studies “Sunan Ampel”, 1999) Masdar Hilmy, The Genealogy of Javanese Islam: A Preliminary Study on the Acculturation of Islam to Java, Journal Qualita Ahsana, IAIN Sunan Ampel, vol. 1 no. 2: October 1999 (Surabaya: the State Institute of Islamic Studies “Sunan Ampel”, 1999) Wawancara dengan informan. 288 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Meunasah Meunasah adalah salah satu warisan Meunasah Aceh di Saree Aceh Besar. kebudayaan khas Islam di Nusantara yang terdapat di wilayah Aceh. Sumber: Koleksi Mawrdi Hasan, http://www.panoramio.com/photo/80981899 Meunasah adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan tradisional Islam di Aceh yang suatu bentuk lembaga pendidikan formal sudah lestari sejak ratusan tahun lamanya. di mana transmisi dan pelestarian tradisi Meski mirip dengan lembaga pendidikan Islam berlangsung. Selama berabad-abad formal Islam lainnya yang terdapat di wilayah lamanya, meunasah menjadi salah satu pusat Aceh, seperti dayah dan madrasah, namun terpenting bagi kegiatan belajar-mengajar dan meunasah memiliki perbedaan dan kekhasan transformasi pelbagai bidang dan cabang ilmu- tersendiri. ilmu keislaman di Aceh secara khusus, dan di Nusantara secara umum. Kata “meunasah” sendiri, sebagaimana dikutip Sabirin (2014, 107) dari Safwan Idris, Di Aceh, meunasah hampir dapat secara etimologi berasal dari kata “madrasah” dijumpai di setiap gampong (perkampungan). yang berarti tempat belajar atau lembaga Keberadaan meunasah sangat erat pendidikan. Di Aceh, arti meunasah sebagai kaitannya dengan gampong, hampir tak bisa mana di jelaskan di atas, dapat dijumpai dalam dipisahkan. Di mana ada gampong, di sana istilah yang berbeda-beda, seperti “meulasah”, ada meunasahnya. Hampir semua gampong “beulasah”, “beunasah”, atau “meurasah”. di Aceh memiliki meunasah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat Aceh sangat Azyumardi Azra (dikutip Sabirin; 2014, menjunjung tinggi tradisi ilmu pengetahuan 107) mengatakan bahwa meunasah merupakan dan memiliki komitmen tinggi untuk terus melestarikannya. Edisi Budaya | 289

Di meunasah, anak-anak gampong gampong yang dikepalai oleh Keuchik dan usia Aceh dapat belajar membaca al-Quran dan anak didik meunasah berkisar 6-7 tahun; (5) dasar-dasar ilmu Islam seperti hadits, fikih, di meunasah juga diajarkan kesenian (sya’ir) tauhid, akhlak, nahwu, sharaf, dan lain-lain. yang bernafaskan Islam seperti qasidah, rapai, Pendidikan di meunasah dilakukan hanya dikê, seulaweut dan dalail khairat. beberapa jam saja dalam sehari. Setelah belajar, dan anak-anak gampong dapat kembali pulang Setiap meunasah memiliki seorang ke rumahnya masing-masing untuk melakukan pemimpin yang mengelola keberadaan aktivitas lainnya. setiap meunasah dan mengatur jalannya berbagai aktivitas kegiatan di sana. Pemimpin Para orang tua di Aceh akan mengirim meunasah ini dikenal dengan “imeum anak-anak mereka untuk belajar di Meunasah meunasah”, teungku imeum, atau imeum, ini sejak usia dini. Para orang tua memiliki yang kesemuanya berarti pemimpin atau kewajiban dan tanggung jawab untuk imam meunasah. membekali anak-anak mereka akan ilmu- ilmu keagamaan dan budi pekerti yang luhur Melongok pada kenyataan di atas, yang kelak menjadi bekal dan pedoman hidup meunasah sangat mirip keberadaannya mereka. Meunasah adalah wadah dan tempat dengan “kuttâb” di Mesir. Kuttâb adalah penempaan dan pembekalan bagi anak-anak lembaga pendidikan formal-tradisional yang akan ilmu-ilmu tersebut. hampir ada di setiap qaryah (desa) di Mesir sebagai tempat belajar anak-anak kecil akan Meunasah memiliki akar sejarah al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu keislaman yang cukup panjang. Muslim A. Jalil (?) lainnya. Jika di meunasah ada “imeum”-nya, menyebutkan jika meunasah menjadi sebagai maka di “kuttâb” ada juga “syaikh al-kuttâb” lembaga pendidikan Islam tradisional Aceh sebagai pemimpinnya. sejak masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Seorang imeum meunasah masuk ke Muda, Kesultanan Aceh memiliki badan dalam struktur pengurus gampong, menjadi khusus yang secara terstruktur mengurusi bagian dari pimpinan gampong, dan salah satu pendidikan. dari unsur “tuha peut” atau empat orang tetua pemimpin gampong. Keempat tetua itu adalah Berdasarkan tingkatan dan jenjang “keuchik” atau kepala pemerintahan, “imeum” pendidikan di Aceh diketahui lembaga- sebagai kepala urusan peribadatan dan lembaga pendidikan Meunasah (tingkat dasar), kegiatan sosial, “hariya” sebagai sekretaris dan Rangkang (tingkat menengah pertama), Dayah juru bicara gampong, dan tokoh masyarakat (tingkat menengah atas), Dayah Teungku Chik sebagai perwakilan hampong. (tingkat diploma) dan Jami’ah Bait al-Rahman (tingkat universitas). Keempat unsur tetua inilah yang mengatur jalannya pemerintahan di sebuah Sebagai lembaga pendidikan tingkat gampong, sekaligus membuat keputusan dan dasar, meunasah memiliki sistem menentukan kebijakan di sana. Dalam tradisi pembelajaran; (1) kurikulumnya lebih Aceh, antara “keuchik” dan “imeum” ibarat difokuskan pada penguasaan bacaan al-Qur’an ayah dan ibu dalam sebuah keluarga besar dan pengetahuan dasar agama; (2) Sistem masyarakat gampong. pembelajarannya dengan sistem halaqah dan sorogan, metodenya menggunakan metode Dalam perjalanannya kini, fungsi mengeja untuk tahap awal dan menghafal pada meunasah menjadi lebih luas lagi. Selain tahap berikutnya, serta praktek ibadah; (3) sebagai sebuah “markaz al-tarbiyyah” (pusat hubungan antara teungku dan murib/aneuk pendidikan), meunasah juga berfungsi sebagai miet beut (anak didik) bersifat kekeluargaan, “markaz al-tsaqâfah” (pusat kebudayaan), yang terus berlanjut sampai murid menginjak “markaz al-ma’lûmât” (pusat informasi), dewasa; (4) teungku dipilih oleh masyarakat sekaligus “markaz al-ijtimâ’iyyah” (pusat kegiatan sosial) di setiap gampong. 290 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Karena itu, meunasah juga kerap kadang dilengkapi dengan beranda yang agak digunakan sebagai balai musyawarah gampong, rendah dan luas. tempat membicarakan segala urusan gampong dan masyarakatnya, tempat kenduri hari raya, Di sekeliling meunasah juga dibangun tempat menyerahkan zakat fitrah menjelang sumur, bak air, dan tempat keperluan buang hari raya Idul Fitri, tempat acara-acara dan air. Umumnya meunasah berlokasi di pinggir upacara-upacara, pengajian umum, kegiatan jalan, di tengah-tengah kampong, atau lokasi sosial-kemasyarakatan, tempat pelayanan yang mudah dijangkau oleh masyarakat. kesehatan, penyuluhan masyarakat, sampai kepada diskusi lepas. Meunasah, sebagaimana bangunan- bangunan yang didirikan di Aceh pada masa Halaman meunasah yang relatif luas, klasik, dibangun dengan memperhatikan kerap juga digunakan oleh anak-anak dan aspek budaya Islam saat proses pendiriannya. remaja sebagai tempat bermain dan berolah Pada proses pendirian meunasah, menurut raga, seperti bermain kelereng, petak umpet, masyarakat Aceh bergotong royong bermain bola voli, bulu tangkis, bola takrau, mengumpulkan bahan-bahan utama dan lain sebagainya. bangunannya baik dari kayu, bambu, daun rumbia, pelepah rumbia, dan bahan-bahan Demikianlah, sebuah meunasah di lainnya. gampong difungsikan seluas-luasnya agar dapat mewadahi segenap aktivitas masyarakat Setelah bahan-bahan terkumpul dan siap dalam pelbagai aspek dan bidang, baik aktivitas didirikan masyarakat gampong mengadakan pendidikan, kebudayaan, informasi, dan juga kenduri dan upacara berdoa bersama. Lewat sosial-kemasyarakatan. kenduri dan upacara itu, masyarakat Aceh memohon kepada Allah agar bangunan Secara fisik, meunasah berbentuk ini dapat digunakan untuk peribadatan bangunan rumah panggung berukuran besar kepadaNya. dengan halaman yang luas. Bentuk fisik meunasah seperti rumah tradisional Aceh Untuk menyempurnakan pendirian, maka dengan beratap daun rumbia dan dindingnya segala bentuk upaya agar bangunan yang dibangun terbuka. Karena terbuat dari kayu, didirikan dapat tersinari cahaya Ilahi, maka meunasah sering dipenuhi dengan berbagai bangunan (meunasah) dihiasi dengan berbagai ukiran yang ada pada rumah tradisional macam kaligrafi, yang di dalamnya terdapat Aceh. Seperti halnya rumah adat atau rumah ajakan dan dakwah Islamiyah, juga petuah- tradisional Aceh, meunasah dibangun dengan petuah edukatif, agar siapa saja yang masuk ke tiang-tiang kayu dan agak tinggi dari tanah dalamnya mendapatkan hikmah. atau lantai. Di bagian depan meunasah kadang- [A Ginanjar Sya’ban] Edisi Budaya | 291


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook