Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

Published by SMP Negeri 1 Reban, 2022-07-12 13:47:55

Description: BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

Search

Read the Text Version

alat penerangan, terutama di kampung dan Hadis Nabi, tapi lebih sebagai inovasi yang aliran listriknya belum merata. Takbir masyarakat Islam Nusantara, terhadap seruan keliling sebagian bertujuan agar masyarakat untuk mengagungkan nama Allah. Improvisasi tidak bosan dengan takbiran yang biasanya dari seruan memperbanyak dzikir, takbir, doa dilakukan hanya di masjid-masjid atau di dan istighfar pada malam Id. mushola-mushola. Banyak literatur Islam lebih membahas Di Jakarta, takbir keliling menyambut seputar shalat Id ketimbang takbiran. Baik Hari Raya Idul Fitri adalah tradisi yang sudah seputar status shalat Id sebagai ibadah beratus tahun berlangsung di kalangan sunnah muakkad, pelaksanannya dengan cara masyarakat Betawi. Malam takbiran adalah berjamaah, sampai pembahasan tempatnya, di budaya khas Islam di Indonesia yang tidak masjid atau lapangan. Takbir memang identik ditemukan di negara lain. Di Arab Saudi dengan Id. Shalat Id takbirnya lebih banyak dan negara Islam lain tidak ada seremoni dari shalat lainnya. Rakaat pertama diawali takbiran keliling. Itu ungkapan kegembiraan dengan 7 kali takbir. Rakaat kedua dengan 5 masyarakat muslim untuk mencapai Hari kali takbir. Kemenangan setelah sebulan berpuasa. Takbiran, pada sebagian kalangan, mulai Malam takbiran dan takbiran keliling digelar setalah adzan maghrib, sembari oleh seorang peneliti disebut sebagai bagian menunggu shalat berjamaah. Ada pula yang Pesta Lebaran. Dimulai sejak malam Idul Fitri dimulai seusai shalat maghrib pada hari terakhr pada hari terakhir bulan Ramadhan. Ditandai puasa, dan berakhir sampai salat Id esok dengan semarak kumandang takbir di berbagai harinya. Ada yang semalam suntuk takbiran di masjid, mushalla dan titik kumpul lainnya. masjid. Bergantian antar kelompok usia, mulai anak-anak, remaja sampai orang tua. Ada pula Salah satu ayat Al-Quran yang memberi yang tak sampai semalam suntuk, berhenti panduan mengisi malam Idul Fitri adalah tengah malam, dan disambung kembali Surat al-Baqarah ayat 185: menjelang shalat subuh. ‫َو ِﻛ ُﺤ ْﻜ ِﻤﻠُﻮا� �ﻟْ ِﻌ َّﺪ َة َو ِﻛ ُﺤ َﻜ ِّﺒ ُﺮوا� � َّ َﺑ َﻟ َ ٰﺒ َﻣﺎ َﻫ َﺪﯨٰ ُﻜ ْﻢ َوﻟَ َﻌ َﻠّ ُﻜ ْﻢ‬ Di Jawa, takbiran bisa samapai 13 jam, ‫ﺗ َ ْﺸ ُﻜ ُﺮو َن‬ dari jam 18.00 sampai jam 07.00 esoknya. Di Jawa, dikenal dengan sebutan Malem “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan Takbiran. Karena malam kemenagan, takbiran (hari terakhir Ramadan, 30 hari) dan kamu berlangsung penuh semangat. Takbiran mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk- menjadi semacam proklamasi selesainya Nya yang diberikankepadamu, agar kamu puasa. bersyukur.” Malam Takbiran itu adalah malam Imam Al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’, kebahagiaan, tapi juga sekaligus ada kesedihan, mengatakan, “Ashhab kami (ulama Syafi’iyah) karena Ramadhan telah berakhir dan ada berkata, dianjurkan menghidupkan malam perasaan belum ada jaminan akan ketemu dua hari raya dengan shalat atau amaliyah- Ramadhan berikutnya. Namun rasa kesedihan amaliyah ketaatan yang lainnya. Ulama kami itu kemudian dikalahkan oleh rasa gembira. berhujjah dengan hadits Abi Umamah dari Nabi Malam Takbiran juga dikenal dengan malam Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, “Barangsiapa kemenangan. yang menghidupkan malam hari raya, hatinya tidak akan mati ketika matinya semua hati.” Ada pula yang masuk Islam setelah tersentuh lantunan takbir. Seorang karyawan Malam Lebaran Khas Nusantara asal Tangerang Banten masuk Islam karena sering mendengar takbir. Matanya yang Malam takbiran dan takbir keliling tentu tadinya minus 6 sebelah kiri dan silinder saja tidak berasal dari pesan spesifik Al-Quran 4,5 mnjadi sembuh. Ia kemudian memilih pembinaan pada seorang Kiai di Bandung. 542 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Bagi anak-anak, takbir keliling adalah dini hari, sambil mengurusi pembagian zakat momentum yang sangat ditunggu-tunggu fitrah. Takbir kemudian dilanjutkan usai shalat denga suka cita. Takbiran dinilai penting bagi subuh sampai shalat Idul Fitri dimulai. pembinanan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah minta pengurus Seiring berjalannya waktu dan masjid dan mushala untuk memfasilitasi perkembangan kepemilikan kendaraan di kegiatan takbir keliling yang menyenangkan pedalaman, takbir keliling juga berubah. bagi anak-anak di sekitarnya. Penduduk tidak lagi berjalan kaki untuk berkeliling kampung, mereka menggunakan Malam takbiran dinilai KPAI bisa kendaraan. Luasan kawasan takbiran keliling menjadi momentum rekreasi religi bagi anak tidak lagi terbatas di desa-desa, mereka bahkan untuk mengartikulasikan keberagamaan. takbir sampai di pusat-pusat keramaian daerah Kegiatan tersebut bagi anak-anak tetap perlu dan perkotaan. pendampingan orang tua agar anak dapat melewati malam takbiran dengan khidmat Untuk takbiran berkeliling kota, umumnya untuk menginternalisasi nilai-nilai Idul Fitri warga menggunakan mobil bak terbuka. kepada anak. Karena masing-masing desa takbir keliling ke kota, bukan lagi terbatas di desanya, maka Anak-anak perlu diberi ruang leluasa kota atau pusat-pusat keramaian menjadi untuk ikut takbir, baik di masjid maupun penuh kendaraan berisi rombongan takbiran. takbir keliling, sambil bermain, namun Dari sinilah mulai ada larangan takbir keliling tetap di bawah pengawasan, pendampingan menggunakan mobil bak terbuka. Takbir dan pembimbingan orang tua serta orang keliling kemudian dianggap sebagai sumber dewasa di sekitarnya. Pemerintah dan aparat kemacetan di malam takbiran. keamanan juga didorong memfasilitasi kegiatan keagamaan di malam Idul Fitri yang Selain dianggap sumber kemacetan, menyenangkan bagi anak, bersifat edukatif, di beberapa daerah takbir keliling dilarang berciri fun, serta menjamin keamanan dan karena disalahgunakan untuk kegiatan kurang kenyamanan. bermanfaat. Seperti di Pamekasan, Madura, takbir keliling justru disalhgunakan sebagai Pembacaan takbir Idul Fitri dimulai sejak ajang mabuk-mabukan oleh segelintir anak matahari terbenam di hari terakhir bulan muda. Takbir keliling yang umumnya menjadi Ramadhan, dan terus berlangsung sepanjang simbol semangat keagamaan ternoda oleh malam, hingga shalat Idul Fitri dimulai pada kericuhan dan kekurangtertiban. Kota-kota esok harinya. Sementara waktu membaca yang menyebut diri sebagai kota Islami pun takbir Idul Adha lebih panjang. sebagian mulai menutup diri terhadap takbir keliling. Di Jakarta, takbir keliling juga sempat Dimulai sejak terbenamnya matahari pada dilarang Gubernur. Kontroversi pun meluas. hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah sampai habis waktu shalat ashar di akhir hari tasyrik tanggal Di Banyuwangi Jawa Timur, ada lomba 13 Dzulhijjah. Belum ditemukan dokumen yang takbiran pada malam Idul Fitri. Peserta lomba menjelaskan kapan takbir keliling pertama kali takbiran menghabiskan dana jutaan rupiah dimulai. Warga umumnya menjelaskan, tradisi untuk menyewa sound system dan ditaruh ini sudah ada sejak mereka masih kecil. di atas truk fuso. Suasana menjadi sangar semarak. Namun ada juga efek samping Lokasi dan Instrumen keresahan warga sekitar. Ada warga yang bagian rumahnya pecah karena kerasnya Takbir keliling dulu dilaksanakan hanya di frekuensi susunan speaker satu truk fuso yang kampung dan desa. Warga, terutama anak-anak berkeliling kampung. dan remaja, membawa obor bambu berkeliling kampung sambil mengucapkan takbir. Orang Dalam sebagian momentum lebaran, tua takbiran tetap di dalam masjid sambpai semarak takbiran mengalami penurunan antusiasme ketika makin sering terjadi Edisi Budaya | 543

perbedaan penentuan Idul Fitri antar membantu menyukseskan acara keagamaan ormas Islam tetentu dengan Sidang Itsbat warga lain yang berbeda agama. Ketika hari Kementerian Agama. Persiapan takbiran pun Paskah, giliran masyarakat muslim yang terasa jadi terganggu. membantu menyiapkan beberapa keperluan. Variasi Berbagai Daerah Di daerah Dompu, Nusa Tenggara Barat, malam takbiran diperingati dengan membakar Beberapa insiden tersebut tidak membuat Ilo Sangguri atau obor. Di Jawa, dinamakan antusiasme takbiran keliling secara nasional oncor. Pendduduk percaya, dengan adanya terganggu. Gema takbir keliling masih Ilo Sangguri, malaikat dan roh leluhur akan berlangsung di berbagai daerah. Di Aceh, takbir datang. Namun seiring maraknya penerangan keliling didukung penuh pemerintah daerah. listrik, Ilo Sangguri semakin jarang ditemukan. Pemerintah Aceh menyediakan mobil-mobil dinas untuk digunakan sebagai kendaraan Pasa zaman penjajahan Belanda, takbir pawai takbir keliling. Pemerintah daerah juga keliling di Dompu digunakan sebagai sarana menyediakan bus dalam jumlah yang tidak mengumpulkan masa untuk melawan sedikit. Belanda. Takbir disertai tahlil dipakai untuk mengorbankan semangat rakyat. Mereka Takbiran yang tidak kalah menarik ada sekaligus bertekad untuk syahid di jalan Allah di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi SWT. Kepulauan Riau. Hampir setiap kampung di Anambas mengadakan lomba pawai Sedangkan Gorontalo melaksanakan takbiran atau takbir keliling. Peserta takbiran takbir dengan cara berbeda. Gorontalo diharuskan berjalan kaki keliling kampung menyambut malam takbiran sejak seminggu dan tetap membawa obor. Prestasi kelompok sebelumnya dengan mengadakan acara pawai diukur dari kerapihan barisan. Semakin tumbilotohe. Ini adalah malam pasang lampu. rapi semakin baik. Tujuan awalnya untuk menerangi jalanan yang digunakan jamaah ketika akan melaksanakan Takbiran serupa di Anambas juga ibadah tarawih di malam hari. dilaksanakan di Kabupaten Slamen, D.I. Yogayakarta. Kompetisi takbiran di Sleman Semakin hari tradisi ini semakin ramai. terlaksanan belakangan. Takbiran keliling juga Di lapangan-lapangan penuh berisi botol dilaksanakan pada malam hari raya Idul Adha. kecil yang berisikan minyak tanah dan ada Warga berebutan menjadi pemenang agar sumbunya untuk dinyalakan api. Botol inilah mendapatkan hadiah tiga ekor kambing. yang digunakan dalam malam tumbilotohe. Takbir keliling tak kalah kreatif Salah satu tradisi takbiran yang berbeda ditunjukkan warga muslim minoritas di Kupang dibanding daerah lainnya ada di Muara NTT. Mereka menjamin bahwa takbiran tidak Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumbar. membuat macet jalan raya. Tentu saja, karena Bila pada daerah lain takbir keliling hanya masyarakat muslim melaksanakan takbiran dilaksanakan malam hari, di Seberut, takbir di atas perahu di patai. Dinamakan Takbir juga dilaksanakan pagi hari. Banyak muallaf di Samudera. Rute takbir dimulai dari Masjid sana yang antusias ikut takbiran. Nurul Mubin di Pantai Namosain sampai wilayah patai dekat Kelapa Lima, Kota Kupang. Kutoarjo, Purworejo, Jateng memaknai Jaraknya sekitar 10 kilometer. takbir keliling secara berbeda. Di sini, tepatnya di Desa Wurun, takbir keliling Uniknya lagi, peserta takbiran itu bukan disebut pengajian takbir keliling. Kegiatan ini hanya warga muslim. Warga yang beragama dilaksanakan di rumah-rumah warga secara kristen juga ikut memeriahkan takbiran rutin setiap malam Sabtu dua minggu sekali. karena profesi mereka sebagai nelayan1. Pesertanya remaja desa. Penentuan tuan Warga Kupang memang sudah terbiasa saling rumahnya dengan mengundi, apabila nama yang tercantum keluar, maka nama itu wajib 544 | Ensiklopedi Islam Nusantara

menjadi tuan rumah di pengajian selanjutnya. 5 juta. Untuk membuat enam buah, maka dibutuhkan dana Rp. 30 juta. Syarat untuk Waktu pengajian dilaknakan setelah mengikuti festival meriam karbit, minimal shalat isya dengan jumlah peserta 20 orang menggunakan lima meriam karbit. yang terdiri dari murid tingkat SMP dan SMA. Sebelum memulai pengajian, diadakan shalat Salah satu meriam harus berbahan kayu. berjamaah dengan diimami kiai desa setempat. Meriam berasal dari kayu atau kelapa yang disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk Pengajian ini dimulai dengan membaca tabung. Agar rapat, meriam tersebut dikelilingi tahlil untuk leluhur. Kemudian dilanjutkan dengan rotan, agar meriam tidak pecah. simakan Al-Quran atau tadarus Al quran yang dipimpin seorang Ustad yang bertujuan agar Takbir keliling unik lainnya berlangsung di usia remaja tidak melupakan kitab suci Al Bengkulu. Kota di Sumatera bagian Selatan ini Quran dan menambah pengetahuan dengan memiliki tradisi khas yang diberi nama Bakar cara yang benar serta memahami arti yang Gunung Api. Gunung Api yang dimaksud terkandung di dalam Al Quran. adalah batok kelapa yang disusun meninggi. Susunan batok kelapa itu diletakkan di depan Sang ustad memberikan materi berupa rumah atau di halaman belakang masing- fikih seperti tata cara shalat wajib, sunnah, masing warga. Bila malam tiba, susunan itu shalat jenazah dan lain sebagainya. Setelah dibakar dengan api. Tradisi ini merupakan utadz rampung, ceramah dilanjutkan dengan wujud syukur kepada Allah SWT dan doa wejangan kiai agar peserta remaja mendapat kepada keluarga yang sudah wafat agar ilmu pengetahuan agama yang mencukupi. tenteram di kuburnya. Tuan rumah menyediakan konsumsi sehingga menambah kenyamanan pengajian di tempat Suku yang melaksanakan Bakar Gunung tersebut. api adalah Suku Serawai. Suku ini merupakan suku terbesar kedua di Bengkulu. Suku Perayaan malam takbiran Idul Fitri dengan ini percaya bahwa api adalah media yang cara berbeda dilaksanakan di Pontianak, menyambungkan diri mereka dengan arwah Kalbar. Di kota ujung barat kalimantan ini, yang mendahului mereka. Sayangnya, takbiran dilaksanakan dengan meriam raksasa. seiring berkurangnya pasokan kelapa dan Meriam tersebut rata-rata berdiameter 80 meningkatnya aliran listrik, tradisi ini semakin centimeter. Panjangnya mencapai tujuh meter. sepi dan kian ditinggalkan. Oleh warga pontianak, meriam ini dinamakan meriam karbit. Belakangan, dikarenakan sering terjadi perbedaan penentuan hari lebaran membuat Festival meriam karbit ini bermula sejak semarak takbiran agak berubah. Mereka yang zaman Sultan Syarif Abdurrahman Al Kadrie berbeda dengan mainstream, hanya takbiran (1771-1808). Kala itu, sultan melontarkan dua di masjid, tidak takbir keliling ke jalanan. peluru meriam. Peluru pertama jatuh di tengah Di masjid pun tidak menggunakan pengeras hutan dan kini menjadi Istana Al Kadrie. suara. Peluru kedua jatuh di samping sungai yang kini menjadi Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman. Walhasil, ekspresi malam takbiran di Tafsiran lain menyatakan bahwa tujuan nusantara, berlangsung secara kreatif dan Sultan melontarkan meriam adalah mengusir variatif. Ragam seremoninya potensial kuntilanak. Dulu warga menyebut kuntilanak dikembangkan sebagai obyek distinasi wisata dengan puntianak. Dan dari sinilah nama kota religi. Era desantralisasi memberi peluang Pontianak berasal. bagi berbagai daerah untuk berkompetisi menyajikan dan mengembangkan keunikan Dana meriam karbit biasanya berasal dari masing-masing model takbiran kelilingnya. APBD. Untuk membuat satu meriam karbit dari bahan kayu dibutuhkan dana sekitar Rp. [Asrori S Karni] Edisi Budaya | 545

Sumber Bacaan Abdurrohim, http://www.madinatuliman.com/3/2/525-anjuran-menghidupkan-malam-hari-raya-dan-komentar- ulama.html Abidin, Mas’oed. 1997. Islam dalam pelukan Muhtadin Mentawai. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Agmasati,Silvita. http://ramadhan.kompas.com/story/read/2016/07/06/140500427/8.Festival.Unik.di.Indonesia.Saat. Lebaran. Andre Moller, Ramadan di Jawa: Pandangan Dari Luar, Nalar Jakarta, Sepember 2005 Budiwanti, Erni. 1995. The Crescent behind the thousand holy temples: an ethnographic study of the minority Muslims of Pegayaman, North Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hediawati, Rini. 2009. Budaya Takbir Keliling Pada Bulan Ramdhan di Indramatu Jawa Barat. Universitas Gunadharma. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/07/05/o9ubdb280-kpai-minta-masjid-fasilitasi-takbir- keliling-bagi-anakanak http://www.daaruttauhiid.org/berita/read/838/mendengar-takbir-perempuan-ini-masuk-islam.html Lubis, Firman. 2008. Jakarta 1950-an: Kenangan Masa Remaja. Jakarta: Masup Jakarta. Madjid, Nurcholis. 2007. Renungan di Bulan Ramadlan. Jakarta: Mizan. Maksum, Ali. 2006. Risalah Ramadhan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Maruto, Riski. http://bengkulu.antaranews.com/berita/38392/bakar-gunung-semarakkan-takbiran-di-bengkulu Ratomo, Unggul Tri. http://ramadhan.antaranews.com/berita/571547/remaja-masjid-kupang-libatkan-warga-kristen- dalam-gema-takbiran-samudra Shafa, Faela. http://travel.detik.com/read/2015/08/27/072331/3002465/1519/kuntilanak--meriam-begini-asal- muasal-kota-pontianak Shafa, Faela. http://travel.detik.com/read/2015/08/27/072331/3002465/1519/kuntilanak--meriam-begini-asal- muasal-kota-pontianak Siahaan, Daniel. 2006. Berlebaran di Kantong Kristen. Reforma Edisi 46: 16-31 Oktober. Subky, Badruddin Hasyim. 2012. Misteri Kedua Belah Tangan dalam shalat, dzikir, dan doa.. Depok: Swadaya Group. Wacana, Lalu dan Abdul Wahab. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusatenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wacana, Lalu. 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Widiyanto, Danar. http://krjogja.com/web/news/read/9178/Unik_Di_Plosokuning_Takbiran_Berhadiah_Kambing 546 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tarekat Jalan atau cara untuk mendekatkan diri pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh kepada Allah Swt. (taqarrub ila allah) seorang mursyid kepada muridnya. Tarekat berdasarkan ajaran dari para guru disebut juga dengan ordo sufi, karena menjadi (mursyid). Jalan ini adalah perwujudan dari bagian penting dari ajaran-ajaran para guru ajaran tasawuf (sufisme) dalam Islam sesuai tasawuf. dengan pemahamaa atas Al-Qur’an dan As- Sunnah. Di Indonesia, sejak pertama kali Dalam kitab Kifayah al-Azkiya’, tarekat Islam berkembang di Nusantara, tarekat telah adalah memilih perilaku yang lebih berhati- menjadi salah satu cara untuk berdakwah. hati, seperti wira’i, ‘azimah (memilih hukum Jumlah tarekat yang berkembang di Nusantara yang utama, bukan yang gampang), dan riyadlah sangat brragam dan sebagian memahaminya untuk menghindari kemewahan duniawi. dengan pendekatan aspek lokalitas. Para Selanjutnya, tarekat juga kebergantungan tokoh sufi di Nusantara selalu tidak tunggal pelaku suluk pada keadaan yang berat, seperti jenis tarekat yang diikutinya. Tidak jarang, riyadlah yaitu meminimalisir nafsu dengan bagi seorang mursyid mempunyai lebih dari cara makan dan minum sedikit saja serta satu tarekat, misalnya Abdurrauf As-Sinkili menjauhi hal-hal yang mubah yang tidak menjadi mursyid tarekat Syatariyah, tapi juga bermanfaat. Adapun dalam Tanwir al-Qulub, tarekat Qadiriyah, dan yang lainnya. Pada tarekat adalah menjauhi hal-hal yang haram, masa Indonesia kontemporer, tarekat-tarekat yang makruh, dan hal-hal yang mubah yang tersebut diseleksi oleh Nahdlatul Ulama tidak berguna, serta melaksanakan hal-hal (NU) sebagai representasi ulama tarekat di yang wajib, dan sekuat tenaga melaksanakan Nusantara. Bagi tarekat yang terseleksi maka hal-hal yang sunat, di bawah asuhan seorang disebut tarekat muktabarah an-nahdliyyah. mursyid yang arif yang maqamnya tinggi. Asal Kata Tarekat Konteks Tarekat Tarekat berasal dari kata bahasa Arab, Tarekat berasal dari suatu ajaran tasawuf tariqah. Secara etimologis kata ini mempunyai atau sufisme Islam tertentu. Tasawuf adalah beberapa arti, yaitu jalan, cara (kaifiyyah), falsafah hidup dan metode tertentu dalam suluk metode, sistem (uslub), mazhab, aliran, yang dilakukan manusia untuk merealisasikan dan keadaan (halah). Secara istilah dalam kesempurnaan akhlak, pemahaman tentang tasawuf, tarekat juga mempunyai beberapa hakekatnya, dan kebahagiaan ruhaninya. definisi sesuai pendapat para tokohnya. Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809), sufisme Menurut Syaikh Ahmad al-Kamsyakhnawi adalah pengetahuan yang dipelajari an-Naqsyabandi dalam Jami’ al-Ushul, tarekat seseorang agar dapat berlaku sesuai dengan adalah cara tertentu yang dilakukan para kehendak Allah melalui penjernihan hati pelaku suluk menuju kepada Allah Swt., dan membuatnya riang terhadap perbuatan- dengan menempuh beberapa pos dan maqam perbuatan yang baik (Haeri, 2000: 4). Tasawuf (tingkatan). Adapun secara umum tarekat selaras dengan sufisme, nama lain dari mistik dipahami untuk menyebut suatu bimbingan Islam (Schimmel, 2009: 1). Edisi Budaya | 547

kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu, silsilah (rangkaian periwayatan) juga dapat memberikan legitimasi dan otentisitas, serta dapat menghubungkan guru dengan murid dalam tradisi tarekat. Al-Taftazani mencatat karakteristik Latar Belakang Munculnya Tarekat (khasa’is) tasawuf ada 5 (lima) hal: pertama, al- taraqi al-akhlaqi (peningkatan moral); kedua, Praktik keagamaan dalam Islam al-fana’ fi al-haqiqah al-mutlaqah (kesirnaan yang mengedepankan nilai-nilai zuhud dan dalam hakekat (realitas) yang mutlak. zikir kepada Allah Swt. merupakan bagian tak Inilah ciri tasawuf dengan maknannya yang terpisahkan dari ajaran tasawuf. Oleh karena mendalam; ketiga, al-‘irfan al-zauqi al-mubasyir itu, tidak mengherankan jika praktik tarekat (pengetahuan intuisi langsung). Aspek ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw. pembeda secara epistemologis dengan filsafat. Para Sahabat Nabi Saw. juga dikenal sebagai Jika dalam filsafat realitas dipahami sesuai orang yang sangat menjaga diri dari keduniaan. dengan metode-metode rasional (manahij al- ‘aql), dalam tradisi suf, terdapat realitas di Dalam suatu hadis disebutkan, pada saat balik pengetahuan indrawi (al-hiss) yang sering itu Islam telah berkembang luas dan umat disebut dzauq (intuisi) ataupun kasyf, dst. Islam tengah merasakan kemakmurannya, Kasyf ini datangnya sangat cepat; keempat, berkunjunglah sahabat Umar bin Khatab ke al-tuma’ninah au al-sa’adah (ketenangan atau rumah Rasulullah Saw. Pada saat masuk ke kebahagiaan); dan kelima, al-ramziyah fi al- dalam rumahnya, sahabat Umar tertegun ta’bir (simbolisme dalam pengungkapannya). melihat isi rumah Nabi, hanya ada sebuah meja dan jalinan daun kurma kasar sebagai Dari kelima karakteristik tasawuf itulah alasnya, lalu di dinding tergantung hanya sesungguhnya tarekat mempunyai prinsip sebuah griba (tempat air) yang biasa digunakan sendiri untuk menunjukkan kemandirian untuk berwudlu. Tanpa disadari sahabat Umar sesuai dengan para gurunya. Dalam tradisi terharu dan berlinang air matanya, Rasulullah tarekat, silsilah merupakan bagian yang tak Muhammad Saw. mendekat dan menegurnya, terpisahkan keberadaannya. Istilah silsilah ”Apa yang membuatmu menangis, wahai dalam tarekat setara dengan istilah isnad sahabatku?”, Umar menyahut, “Bagaimana aku (rangkaian periwayatan) dalam tradisi ilmu tidak meneteskan air mataku, ya Rasulallah, hadis. Suatu hadis disebut sahih apabila dalam hanya ada seperti yang kulihat dalam rumah rangkaian periwayatannya sampai langsung Baginda, tak ada perkakas rumah tangga dan kekayaan kecuali sebuah meja dan griba, padahal dalam genggaman Baginda kunci dunia Timur dan Barat, serta kemakmuran telah melimpah”. Rasulallah Saw. menimpali, “Wahai Umar, aku ini Rasulallah, aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan bukan pula seorang Kisra dari Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, dan aku mengutamakan ukhrawi”. Peristiwa-peristiwa serupa sering terjadi pada diri Rasulullaw. yang dapat dijadikan sumber praktik tarekat. Pada perkembangan awalnya, dalam tarekat belum dikenal istilah silsilah dan tasawuf, karena langsung berguru kepada Nabi Muhammad Saw. dan para muridnya 548 | Ensiklopedi Islam Nusantara

adalah Sahabat Nabi. Akan tetapi, seiring fa qad tafassaq, wa man tasawwafa wa tafaqqah dengan dinamika umat Islam, mulai dari friksi fa qad tahaqqaq”. Pernyataan ini masih berlaku kepemimpinan selama Khulafa’ur Rasyidin, hingga sekarang. Kaidah itu memang hanya Daulah Bani Umayyah, dan pemerintahan menjelaskan tentang tasawuf, tanpa tarekat, Daulah Bani Abbasiah, kelompok umat Islam tetapi makna yang terkandung di dalamnya, yang mengikuti praktik keagamaan Nabi Saw. apa yang dilakukan berkaitan dengan tarekat seperti di atas, disebut dengan zuhhad, nussak, haruslah tidak melepaskan fikih. Sebab, jika dan ubbad. fikih ditinggalkan maka amaliah dalam tarekat masuk dalam kategori zindik. Sejak abad ke-3-4 Hijriyah, tarekat mulai berkembang meskipun masih sederhana, Sesuai dengan penjelasan di atas, tarekat seperti Taifuriyah yang mengacu kepada tidak dapat dilepaskan dari tasawuf dan Abu Yazid al-Bustami, al-Khazzaziyah, yang fikih. Sebab, pada dasarnya, tasawuf adalah mengacu pada Abu Sa’id al-Khazzaz. Tarekat fenomena kemanusiaan universal dalam mengalami perkembangan pada abad ke-6-7 setiap agama dan kebudayaan. Tasawuf Hijriyah. Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani (471- diumpamakan sebagai filsafat kehidupan dan 561 H) dianggap sebagai peletak dasar tarekat metode tertentu dalam perjalanan manusia (Shihab, 2009:183-184) dengan Tarekat untuk memperoleh hakikat kesempurnaan Qadiriyah. Setelah itu, kelembagaan tarekat akhlak, pengetahuan hakiki, dan kebahagiaan berkembang terus sesuai dengan kehadiran ruhani (Zaqzuq, 2009). para sufi, antara lain Tarekat Suhrawardiyah Berdasarkan definisi berasal dari Syihab al-Din Abu Hafs al-Suhrawardi yang disebutkan di atas, (539-632 H), Tarekat Rifa’iyah yang mengacu dan juga yang terdapat pada Ahmad bin ‘Ali Abu al-‘Abbas ar-Rifa’i (w. 578 dalam kitab-kitab H), Tarekat Syaziliyah yang dinisbatkan kepada tasawuf dan tarekat, Abu al-Hasan bin ‘Abd Allah asy-Syazili (593- seperti ditulis Syaikh 632 H), Tarekat Kubrawiyah yang mengacu pada Najm ad-Din Kubra (540-618 H), dan Zakaria al-Ansari, Syaikh Tarekat Naqsabandiyah yang dinisbahkan kepada Baha’ ad-Din an-Naqsaband (717-791 Ahmad Zaruq, dan Ibn H). Termasuk dalam perkembangan tarekat yang maju itu adalah Tarekat Syatariyah yang Ajibah, dapat dirumuskan diacu kepada ‘Abd Allah asy-Syattari (w. 890 H.). Seperti dijelaskan Trimingham (1971), bahwa tasawuf adalah perkembangan tarekat di belahan dunia sampai dengan abad ke-19-20, mulai dari Mesir, Iran ilmu untuk mengetahui hingga ke Asia, pada dasarnya tarekat tidak dapat dilepaskan dari silsilah dan ajaran. pembersihan jiwa Tarekat, Tasawuf, dan Ruang Lingkupnya (tazkiyat an-nufus), pensucian akhlak (tasfiyat Imam Ghazali pernah menyatakan, bahwa al-akhlaq), pensucian batin (tasfiyat al- “man tasawwafa wa lam yatafaqqah fa qad tazandaq, wa man tafaqqaha wa lam yatasawwafa bawatin), kedamaian hati (islah al-qulub), memahami kebaikan tindakan (islah al-‘amal), dan bagaimana cara-cara suluk menuju sang raja diraja, Allah swt. untuk memperoleh kebahagiaan abadi dan mengetahui hakikat dengan bukti-bukti, seperti ilmu kedokteran untuk menjaga badan. Sementara itu, sufi adalah orang yang mensucikan hatinya untuk Allah dan pensuciannya itu untuk mu’amalahnya, hubungan manusia dengan sang Pencipta yang agung. Ringkasan definisi tasawuf tersebut tercantum dalam kitab Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf (Isa, 2001: 17-19). Pendapat para sufi tentang tasawuf juga sudah dikumpulkan secara ringkas oleh Annemarie Schimmel (2009: 15-18). Dari Edisi Budaya | 549

berbagai pendapat tersebut, ada beberapa Tarekat Nabawiyah dan Tarekat Salafiyah. kutipan penting dari Kitab al-Luma’ fi at- Tarekat nabawiyah disebut juga tarekat Tasawwuf sebagai berikut:“Tasawuf berarti muhammadiyah, yaitu amalan yang berlaku tak memiliki apa pun dan tak dimiliki apa pada masa Rasulullah Muhammad saw. pun”. “Tasawuf adalah kebebasan dan Sementara itu, Tarekat Salafiyah adalah cara kedermawanan, dan tiadanya paksaan diri”. beramal dan beribadah pada masa Sahabat “Kaum sufi adalah orang-orang yang lebih suka dan Tabiin dengan maksud memelihara dan kepada Allah daripada apapun dan Allah lebih membina syariat Rasulullah Muhammad Saw. suka kepada mereka daripada apa pun”. setelah abad ke-2 Hijriah, Tarekat Salafiyah ini berbeda karena sudah dipengaruhi oleh Untuk sampai pada pemaknaan tentang pemikiran filsafat dan hubungan manusia tasawuf tersebut diperlukan beberapa cara. dengan manusia lainnya yang berbeda bangsa Tarekat adalah cara yang ditempuh para sufi dan negaranya. Oleh karena itu, amalan dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal para sufi yang bertujuan untuk kesucian itu dari syariat. Dalam bahasa Arab, jalan utama dilakukan melalui empat hal, yaitu syari’at, itu disebut syar’ , dan anak jalan disebut tariq. tarekat, hakikat, dan ma’rifat. Tujuan akhir Dalam perjalanan pengembaraannya (suluk), para sufi adalah mencapai ma’rifat, yakni seorang tariq ditemani oleh salik melalui mengenal hakikat Allah, zat, sifat, dan berbagai persinggahannya (maqamat), baik perbuatan-Nya (Said, 1999: 9-10). cepat ataupun lambat, sehingga dia mencapai tujuannya, yaitu tawhid sempurna. Mengingat tarekat sebagai cara atau jalan menuju Allah Swt., pada dasarnya, jenis tarekat Menurut Schimmel, jalan tritunggal itu tak terbatas jumlahnya. Pada prinsipnya, kepada Allah dijelaskan dalam suatu hadis setiap manusia semestinya harus mencari dan Nabi. Saw., “Syariat adalah perkataanku merintis jalannya sendiri sesuai dengan bakat (aqwali), tarekat adalah perbuatanku (a’mali), dan kemampuan tingkat kebersihan hatinya dan hakikat adalah keadaan batinku (ahwali). (Simuh, 1996:40). Akan tetapi, seiring dengan Pernyataan serupa diungkapkan dalam Kasyful perkembangannya, tarekat menjelma seakan- Mahjub karya Al-Hujwiri, seperti dikutip akan menjadi suatu kelembagaan sendiri. Schimmel (2009: 123-4). Dalam kitab Khazinah al-Asrar disebutkan “Hukum tanpa kebenaran adalah orang yang silsilah/sanadnya tidak pamer dan kebenaran tanpa hukum bersambung ke hadirat Nabi Saw. itu terputus adalah kemunafikan. Hubungannya dari pancaran rohani dan ia bukanlah pewaris yang timbal balik dapat diumpamakan Rasulullah Saw. serta tidak boleh membaiat dan hubungan antara tubuh dan roh; kalau member ijazah. Dalam kitab Usul at-Tariq juga roh meninggalkan tubuh, tubuh hidup dijelaskan, semua ulama salaf sepakat bahwa berubah menjadi mayat dan roh hilang orang yang silsilahnya tidak bersambung bagaikan angin. Kesaksian iman seorang kepada guru-guru tarekat dan tidak mendapat muslim mencakup keduanya: kata- izin untuk memimpin umat di majlis tarekat, kata “Tiada Tuhan melainkan Allah” tidak boleh menjadi mursyid, tidak boleh adalah kebenaran, sedangkan kata-kata membaiat, tidak boleh mengajarkan zikir dan “Muhammad adalah utusan Allah adalah amalan-amalan lain dalam tarekat (Masyhuri, Hukum. Barangsiapa mengingkari edit. 2006: 14-15) Kebenaran adalah kafir dan barangsiapa menolak Hukum adalah penyeleweng”. Berkaitan dengan itu, organisasi Islam di Indonesia yang sangat dekat dengan nuansa Dengan demikian, tauhid tetap menjadi tarekatnya, Nahdlatul Ulama telah membuat sesuatu yang sangat penting dalam tarekat, kriteria tarekat mu’tabarah (standar) dan gairu selain syari’at, dan hakikat. Menurut mu’tabarah pada Muktamar ke-3 pada tahun perkembangannya, pada permulaan Islam, 1928. Ada empat kriteria tarekat muktabarah. tarekat terbagi dalam dua jenis, yaitu Pertama, berdasarkan syari’at Islam dalam 550 | Ensiklopedi Islam Nusantara

pelaksanaannya. Kedua, berpegang teguh Syatariyah Naqsabandiyah, Syatariyah kepada salah satu dari mazhab fikih yang Rifa’iyah, dan Syatariyah Muhammadiyah. empat (Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali). Ketiga, mengikuti haluan Ahlussunnah Ajaran-ajaran tarekat secara umum, berisi Waljama’ah. Keempat, memiliki ijazah dengan tentang 1), istigfar; 2), shalawaat Nabi; 3), zikir; sanad muttasil, yaitu silsilah guru yang 4), muraqabah; 5), wasilah; 6), rabithah; 7), berkesinambungan dengan Nabi Muhammad suluk dan uzlah; 8), zuhud dan wara’; 9), wirid; Saw. (Shihab, 2009: 189). 10), hizib; 11), khataman atau khususiyah; 12), ataqah atau fida’; 13), istighatsah; 14), Di antara tarekat yang masih berkembang manaqib, dan 15), ratib. di dunia, antara lain tarekat Khistiyah di India, tarekat Mawlawiyah di Turki, tarekat Para tokoh tarekat di Nusantara sejak abad Nikmatullah di Persia, dan tarekat Sanusiyah ke-15/16 hingga abad ke-20 yaitu Walisongo; di Afrika Utara. Adapun tarekat-tarekat Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang, Sunan yang berkembang pesat di Indonesia, antara Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan lain tarekat Qadiriyah, tarekat Syadziliyah, Kudus, Sunan Muria, Sunan Drajat, dan Sunan tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Khalwatiyah, Gunung Jati; lalu Hamzah Fansuri, Abdurrauf tarekat Syatariyyah, tarekat Samaniyah, As-Sinkili, Yusuf al-Makassari, Ahmad Khatib tarekat Tijaniyah, dan tarekat Qadriyah Sambas, Burhanudin Ulakan, Abdul Muhyi wa Naqsyabandiyah. Tarekat-tarekat lain Pamijahan, Abdullah bin Abdul Qahhar, Hasan yang juga diamalkan umat Islam antara lain Maolani Lengkong, Ahmad Rifa’i Kalisalak, Suhrawardiyyah, Rifa’iyyah, Naqsabandiyah Asy’ari Kaliwungu, Muqayyim Buntet, Haqqaniyah, Malamatiyah, Khalwatiyah, Anwarudin Kriyani Buntet, dan Pangeran Idrisiyah, Haddadiyah, Ghazaliyah, Dasuqiyah, Jatmaningrat Kaprabonan Cirebon. Aidrusiyah, Ahmadiyah Badawiyah, Alawiyah, [Mahrus el-Mawa] Sumber Bacaan Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, penterj. Farid Wajdi. Jogjakarta: Gading, 2012 ‘Isa, ‘Abd al-Qadir. Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf. Suriah: Dar al-‘Irfan, 2001. Masyhuri, Aziz. Enskiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, Surabaya: Imtiyaz, 2011. Mulyati, Sri (et.al.), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004 Said, H.A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: Alhusn Zikra, 1999. Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Penterj. Sapardi Djoko Damono, dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009. Shihab, Alwi. al-Tasawwuf al-Islami wa Asaruhu fi al-Tasawwuf al-Indunisi al-Mu’asir. Diterjemahkan Idy Subandi Ibrahim dan Tholib Anis. Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Iman, 2009. Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UIP, 1988. Al-Taftazani, Abu al-Wafa, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islami. Kairo: Dar as-Saqafah, 1983. ______. Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf. Penterj. Ahmad Rafi’ Utsman. Bandung: Pustaka, 1985. Edisi Budaya | 551

Tarhim Tarhim ialah bacaan yang karya Syaikh Mahmud Khalil al-Khusshariy dikumandangkan dari masjid yang berisi puji-pujian kepada Rasulullah atau mushala dengan maksud Muhammad saw. Shalawat tarhim sering di kumandangkan sepuluh menit menjelang membangunkan kaum muslimin untuk subuh, setelah imyak atau kadang juga berkumandang menjelang azan shalat lima persiapan shalat Subuh. Lebih dari itu, tarhim waktu. Tidak hanya di masjid tapi juga di radio- radio, terlebih pada bulan Ramadhan. juga membantu membangunkan mereka yang Shalawat tarhimnya Syaikh Mahmud ingin menjalankan shalat tahajud, karena Khalil al-Khusshariy disebut dalam dua versi, memakai huruf ‫( ﺡ‬tarhim) dan memakai shalat ini dapat dikerjakan pada saat itu. huruf ‫( ﺥ‬tarkhim). Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagian orang terutama orang Jawa Tarhim banyak didengar terutama saat bulan biasa mentransliterasikan huruf ‫ ﺡ‬menjadi “kh”. Namun, Kyai Mathari Mansur juga suci Ramahan. Bacaan yang dikumandangkan membenarkan variasi penulisan “tarkhim” sebagai transliterasi dari ‫ ﺗﺮﺧﻴﻢ‬yang mengacu umumnya bervariasi, ada yang berisi seruan pada lantunan zikir yang sama. Menurut beliau, tarkhim dengan huruf ‫ ﺥ‬memiliki agar kaum muslimin bangun dan siap makna mengagungkan Allah Swt. melakukan shalat shubuh, ada juga yang Kaum muslimin yang pada memilikirkewajiban untuk mandi besar mengingatkan pentingnya shalat tahajjud, ada atau rutin mandi sunnah sebelum subuh diuntungkan dengan adanya tarhim, begitu juga mengucapkan sahur... sahur… dan lain- pula bagi mereka yang berniat puasa sunnah di hari biasa maupun puasa wajib di bulan lain. Ramadhan. Kumandang tarhim akan menjadi penanda masuknya waktu sahur dan imsak, Tarhim dikenal juga sebagai pembacaan kegiatan tarhim merupakan ciri khas warga syair yang berisi pengagungan kepada Allah NU yang dapat dijadikan sebagai indentitas SWt dan doa atas nikmat yang diberikan lalu Islam Nusantara. bersyukur. Usai pembacaan tarhim biasanya masyarakat melaksanakan shalat tahajud Akan tetapi akhir-akhir ini masjid dan hingga menjelang waktu subuh. Tujuan mushala lebih banyak memilih memutar lain dari tarhim adalah menyerukan kaum kaset ayat-ayat Al-Qur’an karena lebih praktis muslimin agar mengisi sepertiga malam ketimbang mendatangkan seseorang yang terakhir yang banyak keutamaan di dalamnya bersedia mengumandangkan alunanutarhim. seperti bermunajat, shalat sunah tahajut, Dulu, orang-orang yang mampu shalat hajat, istikharah dan sebagainya. mengumandangkan tarhim dapat didatangkan Selain itu dikenal pula istilah shalawat tarhim. Shalawat tarhim merupakan shalawat yang biasa didengar dari pengeras suara di masjid-masjid atau musholla sebelum azan Subuh dengan irama yang mendayu-dayu. Shalawat tarhim diputar sebelum azan subuh dikumandangkan sebagai penanda masuknya waktu imsak. Shalawat ini sangat populer di kalangan masyarakat muslim Indonesia, khususnya yang tinggal di desa-desa. Shalawat tarhim ini merupakan puisi 552 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dari luar daerah dengan upah yang cukup, Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk ditambah dengan hadiah sarung atau baju yang terbaik koko, Seiring perkembangan zaman,gpara pengumandang tarhim ini pun sudah tidak ‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬ banyak ditemui karena diganti kaset Al- Qur’an yang diputar kurang lebih 30-60 menit ‫�ﺎ ﻧﺎﺻﺮ اﻟﺤﻖ �ﺎ رﺳﻮل اﷲ‬ sebelum waktu azan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan Teks Shalawat Tarhim atasmu ‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬ Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah ‫�ﺎ إﻣﺎم اﻟﻤ�ﺎ�ﺪ�ﻦ �ﺎ رﺳﻮل اﷲ‬ ‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬ Shalawat dan salam semoga tercurahkan ‫�ﺎﻣﻦ أﺳﺮى ﺑﻚ اﻟﻤ��ﻤﻦ �ﻼ‬ padamu Shalawat dan salam semoga tercurahkan Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah padamu ‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬ Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari, Dialah Yang Maha Melindungi ‫�ﺎ ﻧﺎﺻﺮ اﻟﻬﺪى �ﺎ ﺧﻴﺮ ﺧﻠﻖ اﷲ‬ ‫ﻧﻠﺖ ﻣﺎ ﻧﻠﺖ واﻷﻧﺎم ﻧ�ﺎم‬ Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu ‫وﺗﻘﺪﻣﺖ ﻟﻠﺼﻼة ﻓﺼﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻓﻲ اﻟﺴﻤﺎء وأﻧﺖ اﻹﻣﺎم‬ Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidurSemua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam ‫وإﻟﻲ اﻟﻤﻨﺘﻬﻰ رﻓﻌﺖ ﻛﺮﻳﻤﺎ‬ ‫وﺳﻤﻌﺖ اﺠﺪاء �ﻠ�ﻚ اﻟﺴﻼم‬ Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha karena kemuliaanmuDan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu ‫�ﺎ ﻛﺮﻳﻢ اﻷﺧﻼق �ﺎ رﺳﻮل اﷲ‬ ‫ﺻﻠﻲ اﷲ �ﻠ�ﻚ وﻟﺒ آﻟﻚ وأﺻﺤﺎﺑﻚ أﺟﻤﻌﻴﻦ‬ Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya RasulullahSemoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu [Ismail Yahya] Edisi Budaya | 553

Tasrifan Tasrif ‫))ﺗﺼﺮﻳﻒ‬ lainnya. dalam ilmu tata bahasa Arab Untuk perubahan artinya perubahan kata (Ar. Kalimat), dari bentuk kata dengan satu bentuk (mashdar atau fi’l madhi) ke cara penambahan saja berbagai bentuk lain yang berbeda-beda masih dibagi menjadi sehingga memiliki makna yang bervariasi. banyak ragam. Dari Kebanyakan ulama tidak membedakan perubahan-perubahan antara Tasrif dan Shorf, sehingga ilmu bentuk itu, satu kata shorf ‫ ))ﺻﺮﻑ‬dan ‫))ﺗﺼﺮﻳﻒ‬ dianggap sama. bisa berubah menjadi berpuluh-puluh kata turunan yang memiliki arti berbeda- beda. Demikian juga dengan penghapusan, Isi Kitab Shorof, Amtsilah tashrifiyah. penggantian, dan lain-lainnya. Seluruh Sumbr: http://ilmusorrof.blogspot.co.id/ variasi perubahan di atas ini adalah perubahan Ilmu shorf membahas tentang aturan dari segi istilahi, dan dari perubahan istilahi ini, pembentukan kata (‫)ﺍﻟﺒﻨﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﻴﻐﺔ‬. Di masing-masing dari puluhan variasi perubahan antaranya tentang wazn atau timbangan itu masih ditasrif lagi kedalam perubahan kata (pola). Kata yang digunakan sebagai lughowi jika ingin menggunakannya untuk wazn dalam tata bahasa Arab adalah kata subyek-subyek yang berbeda. yang terdiri dari huruf fa’, ‘ain, lam, (‫ )ﻓﻌﻞ‬dan berbagai bentuk perubahannya. Setiap kosa Artinya setiap kata harus drubah lagi kata dalam bahasa Arab kemudian dibentuk bentuknya mengikuti wazn atau polanya atau di-tasrif menggunakan wazn tersebut. sesuai dengan jumlah subyeknya; satu, dua, Kata ‫(ﻗﺘﻞ‬membunuh) misalnya, jika bentuknya atau jamak, dan apakah subyek tersebut pria dimodifikasi dennan menambahkan alif atau wanita, dan apakah subyek tersebut orang setelah huruf pertama makan akan menjadi ‫ﻗﺎ‬ pertama, orang kedua, atau orang ketiga. ‫ ﺗﻞ‬yang berarti pembunuh. Belum lagi jika dikaitkan dengan waktu; masa lalu, sekarang, atau akan datang, serta bentuk Perubahan bentuk kata (‫ )ﻛﻠﻤﺔ‬dalam tata kata perintah yang juga berbeda. bahasa Arab memiliki variasi yang sangat banyak; ada bentuk penambahan (‫)ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ‬, Karena sifatnya yang demikian ini, maka penghapusan (‫)ﺍﳊﺬﻑ‬, perentangan (‫)ﺍﻟﺘﻄﻮﻳﻞ‬, para ulama menyebut ilmu shorf atau tasrif pemendekan (‫)ﺍﻟﺘﻘﺼﻴﺮ‬, peleburan (‫)ﺍﻻﺩﻏﺎﻡ‬, sebagai induk atau ibunya ilmu, karena di pembalikan (‫)ﺍﻟﻘﻠﺐ‬, penggantian (‫)ﺍﻻﺑﺪﺍﻝ‬, pencacatan (‫)ﺍﻻﻋﻼﻝ‬, dan masih banyak lagi dalam disiplin ilmu-ilmu ke-Islaman, terutama yang berhubungan dengan tafsir, hadis, dan 554 | Ensiklopedi Islam Nusantara

fikih, pengetahuan tentang akar kata dalam irama tertentu baik sendirian maupun tatanan bahasa Arab adalah sangat penting. bersama-sama. Tasrifan merupakan tradisi Di dalam tradisi ilmiah di kalangan para khas pesantren, namun demikian ada juga ulama, pembahasan terhadap sesuatu harus beberapa madrasah non-pesantren dan tempat- dimulai dari definisi (‫ )ﺗﻌﺮﻳﻒ‬kata, karena tempat pengajian yang menggunakannya. tanpa definisi yang jelas, maka pembahasan mengenai suatu masalah bisa jadi melenceng Keberadaan pesantren, khususnya di dan tidak tepat sasaran, yang pada gilirannya Jawa bisa dilacak sejarahnya hingga ke masa bisa menyesatkan. Maulana Malik Ibrahim. Santri-santri yang belajar kepada Maulana Malik Ibrahim ini Ketika mendefinisikan suatau kata atau kemudian menyebarkan Islam dan mendirikan istilah tertentu, para ulama terlebih dahulu pesantren-pesantren di beberapa tempat . akan membahau arti kata tersebut menurut Sejak awal keberadaanya pesantren menjadi bahasa atau etimologi. Perbedaan pendapat tempat menimba ilmu-ilmu ke-Islaman, mengenai akar suatu kata sering terjadi di selain pengetahuan-pengetahuan lainnya. kalangan para ulama. Padahal akar kata yang Mempelajari ilmu-ilmu Islam seperti tafsir, berbeda—meskipun huruf dan jumlahnya hadis, fikih, tauhid, dan lain-lainnya tidak bisa sama—bisa mengakibatkan bentuk tasrif yang dilakukan tanpa mempelajari bahasa Arab berbeda dan tentu saja memiliki makna yang beserta tata bahasanya. berbeda pula. Biasanya para ahli yang berbeda pendapat ini menjadikan syair-syair kuno Pengajaran bahasa Arab dan tata sebagai pijakan dan dalil, selain ungkapan- bahasanya, termasuk nahwu-sharf di ungkapan dalam bahasa Arab yang terkenal Nusantarapun sudah mulai dilakukan sejak dan lazim digunakan dimasyarakat. Setelah itu lembaga-lembaga pendidikan semacam mereka masih harus membahasnya lagi dari pesantren berdiri. sisi makna terminologi atau istilah. Snouck Hurgronje menyebut ada dua Sebagian ulama menganggap ilmu Sharf metode pengajaran nahwu-shorf yang atau Tasrif merupakan bagian dari ilmu berkembang di Nusantara. Pertama adalah nahwu—ilmu yang mempelajari tentang metode lokal (native method), dan yang kedua perubahan-perubahan i’rab setiap kata, yang adalah metode Makkah (Meccan Method). Yang biasanya ditandai dengan perubahan harakat dimaksud dengan gaya native oleh Hurgronje atau huruf hidup pada akhir kata. Sebagian adalah menulis makna gandul pada sela-sela ulama lain membedakan antara ilmu Tasrif/ teks kitab. Menurut Hurgronje, dulu para kiyai Sharf dengan ilmu nahwu, meskipun keduanya tidak mengajarkan nahwu sharf dulu kepada tidak bisa dipisahkan dalam tata bahasa Arab. murid-muridnya ketika membacakan (mbalah) kitab kepada para santri. Kebanyakan ulama sepakat bahwa orang yang pertama kali memisahkan ilmu Tasrif/ Para santri tidak harus pandai nahwu- Sharf dari ilmu nahwu, untuk menjadi disiplin sharf dulu untuk mengikuti pengajian kitab- ilmu tersendiri adalah Mu’adz bin Muslim al- kitab yang diajarkan oleh para kiyai. Para Harra’ yang wafat di Baghdad pada tahun 87 santri menulis saja terjemahan yang diucapkan Hijriyah. oleh para kiyai dalam bentuk makna gandul. Metode ini bisa dikatakan semacam “belajar Tasrifan Pesantren sambil jalan.” Dalam pengakuanya, Hurgroje bertemu dengan jamaah haji dari Ponorogo Tasrifan adalah istilah yang digunakan dan Pacitan yang bisa menerjemahkan teks di pesantren-pesantren Jawa yang artinya kitab fikih ke dalam bahasa Jawa dengan melakukan tasrif atas mufradat-mufradat sangat baik. Keduanya belajar menggunakan bahasa Arab. Untuk memudahkan menghafal, metode native. biasanya para santri mengucapkannya dengan Adapun yang dimaksud dengan metode Makkah adalah mengajarkan ilmu nahwu- Edisi Budaya | 555

sharf secara terpisah sebelum mengajarkan Sumber: https://irilaslogo.wordpress.com kitab-kitab berbahasa Arab. Mula-mula mereka diajarkan dulu cara mengeja atau disebut Syaviq Muqoffi, dalam penelitiannya juga belajar kitab alip-alipan atau kitab abjad. mengatakan bahwa kitab Al-Amtsilah al- Kemudian mereka diminta menghafalkan Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali merupakan mufradat-mufradat dalam tabel seperti dalam pengembangan dari kitab Matn al-Binak dan tabel bayanul hudud yang dilengkapi dengan Al-Tasrif al-‘Izzi. Kitab ini sangat membantu arti kata dalam bahasa Melayu atau Jawa. para pelajar dalam memahami perubahan- perubahan kata dalam bahasa Arab, Setelah mereka hafal mufradat-mufradat karena dibuat dengan bentuk tabel dengan dalam tabel, kemudian mereka diminta pengelompokan jenis-jenis kata dan wazn atau menghafalkan bentuk-bentuk perubahannya, polanya. Dalam buku ini, setiap kata disusun juga dalam tabel. Selain menghafal perubahan berjejer mulai dari fi’il madhi sampai isim alat, bentuk kata, mereka juga sekaligus dalam tasrif istilahi. Adapun untuk tasrif menghafalkan dan melafalkan makna dari lughawi, tiap kata disusun dari atas ke bawah, masing-masing kata yang berubah. Hurgronje mulai dari bentuk kata kerja dengan subyek misalnya menyebut bahwa (‫ ﻓﻌﻞ‬artinya adalah) orang ketiga pria tunggal sampai kata kerja ma’nane wus agawe wong lanang siji ghoib. dengan subyek orang pertama jamak. Adapun kitab-kitab sharf/tasrif yang Sejak abad ke-19 hampir semua tasrifan digunakan dan dijadikan rujukan dalam yang dilagukan oleh para santri menggunakan mempelajari ilmu sharf/tasrif di Nusantara model yang ditulis oleh Kiyai Ma’shum Ali ini. sebelum abad ke-19 adalah kitab-kitab Bahkan menurut penelitian Muqoffi, istilah karangan ulama dari Timur Tengah seperti tasrif lughawi dan tasrif istilahi adalah ciptaan Nazm al-Maqsud, Syarh Kailani al-‘Izzi, Matn al- Kiyai Ma’shum Ali. Bina’, dan Talkhisu al-Asas fi ‘Ilm al-Sharf. Kitab- kitab ini dibawa oleh para ulama Nusantara Selain kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah yang belajar di Makkah dan kota-kota lain di karya Kiyai Ma’sum Ali, di kalangan pesantren Timur Tengah. juga ada kitab lain karya ulama Nusantara yaitu kitab Al-Sharf al-Wadih yang disusun oleh Kiyai Pada abad ke-19, sebagaimana dikatakan Ali Ma’shum. Namun kitab ini kalah populer Bruinessen, kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah dibandingkan dengan kitab Al-Amtsilah al- karya Kiai Ma’sum Ali menjadi sangat populer Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali. dan digunakan di pesantren-pesantren, menggantikan kitab-kitab yang dibawa oleh para ulama sebelumnya dari Timur Tengah. Sampai hari ini, kitab ini masih menjadi buku tabel paling diandalkan dalam pelajaran ilmu shorf di berbagai pesantren, tidak hanya pesantren tradisional/salaf, tetapi juga di beberapa pesantren modern, bahkan di beberapa lembaga pengajaran bahasa Arab non-pesantren. Sumber Bacaan [Ali Mashar] Ali ibn Mu’min ibn Muhammad al-Hadromi Abu al-Hasan, Ibn Asfour, Al-Mumti’ al-Kabir fi al-Tasrif, Maktabah Lubnan, 1996. Martin Van Bruinese, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Gading Publishing, Yogyakarta, 2012. Muhammad bin Makram bin Ali Jamaludin Ibn Mandhur, Lisanu al-‘Arab, Dar Shodir, Beirut, 1414 H. G.W.J. Drewes, The Study of Arabic Grammar in Indonesia, in P.W. Pestman (ed.), Acta Orientalia Neerlandica, EJ. Brill Publisher, Leiden, 1971. Syafiq Muqoffi, Saraf Tasrif Pesantren (Genealogi dan Karakteristik Kitab Tasrif karya KH. Ma’sum Ali dan KH. Ali Ma’sum), Tesis, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016 (tidak terbit). 556 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tawajjuh Arti kata dan Istilah Tarekat rabithah, dan bagi murid yang berpengalaman, sosok ruhani Syekh merupakan penolongnya Istilah tawajjuh berasal dari bahasa Arab yang efektif di kala Syekhnya tidak hadir – yang merupakan derivasi dari akar kata; sama seperti ketika Syekhnya ada di dekatnya. tawajjaha yatawajjahu tawajjuhan yang Tetapi, pada umumnya, tawajjuh berlangsung bermakna menghadap. Sementara dalam selama dilakukan dzikir berjamaah di mana disiplin ilmu tasawuf, tawajjuh adalah sebuah Syekh ikut serta bersama murid-nya. Di proses spiritual dan kontemplasi di mana beberapa daerah di Indonesia, zikir bersama hanya mengkhususkan diri kepada Allah SWT itu sendiri disebut tawajjuh. (Ahmad Tarmizi Abdul Rahman, 2010: 77). Hal ini sebagaimana firmah Allah SWT: Tawajjuhan di Pesantren “Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) Di dalam dunia pesantren yang secara yang menciptakan langit dan bumi dengan umum berbasis tarekat, seringkali kita penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang menemukan kegiatan yang dikenal dengan benar, dan aku bukanlah termasuk orang- istilah tawajjuhan, yaitu pertemuan langsung orang musyrik” (Q.S. al-An’am/6: 79) antara sang guru (Syekh) dengan sang murid (Salik) untuk melakukan kegiatan ketarekatan. Menurut GF al-Haddad (2007), Dalam tawajuhan terdapat beberapa ajaran tawajjuh secara harfiah berarti adalah orientasi atau materi yang diberikan oleh seorang yang mengacu pada di balik dari hati seseorang Syekh kepada Salik. Ajaran dan materinya kepada Allah Yang Maha Tinggi. Dalam Tarekat pun berbeda-beda tergantung tarekat yang Naqsabandiyah Tawajjuh merujuk kepada diajarkannya di masing-masing pesantren, seorang murid dalam mendekatkan diri kepada meski demikian pada hakikatnya, yaitu tetap Allah SWT. Hal ini mirip dengan kewaspadaan mengarahkan sepenuhnya kepada Allah. (Muraqaba) atau mengacu pada panduan dari sang Mursyid kepada murid-muridnya. Martin (1994: 176-177) dalam catatan penelitiannya menyebutkan pesantren Sementara menurut Martin Van Manbaul Hikam Mantenan Udanawu Blitar Bruinessen (1994: 86) Tawajjuh adalah merupakan salah satu pesantren yang merupakan perjumpaan di mana seorang telah lama melakukan kegiatan tawajjuhan. membuka hatinya kepada Syekhnya, dan Menurutnya, pesantren didirikan pertamakali kemudian sang Syekh membawa hati tersebut oleh Kiai Ghafur dan mendapatkan ijazah ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Tawajjuh tarekat Naqsyabandiyah dari Kiai Yahya ini ini dapat berlangsung sewaktu terjadinya berhasil mengislamkan (“mentarekatkan”) pertemuan pribadi antara murid dan mursyid sebagian besar daerah yang sebelumnya atau dikenal juga dengan istilahnya ba’iat. dikenal sangat abangan. Ketika Kiai Ghafur Sedang ba’iat merupakan kesempatan wafat (1952), ia digantikan oleh putranya, pertama dari proses tawajjuh, Meskipun Mirza Sulaiman Zuhdi yang lebih dikenal dalam tawajjuh sangat memungkinkan terjadi dengan panggilan Kiai Zuhdi dan meninggal ba’iat. Bahkan ketika sang Syekh secara fisik tidak hadir, hubungan dapat dilakukan dengan Edisi Budaya | 557

pada tahun 1974. Sepeninggal Kiai Zuhdi, 1. Pembukaan dan pengajian syariat tampuk kepemimpinan pesantren dan 2. Pembacaan suarat al-Fatihah tarekat Naqsyabandiyyah dilanjutkan oleh 3. Tahlil adiknya yang bernama Kiai Zubaidi. Dua kali 4. Bimbingan pengamalan tarekat dalam seminggu, pada hari Selasa dan Jumat 5. Salat Duhur berjamaah (Panitia Perayaan petang diadakan pertemuan zikir berjamaah (tawajjuhan dan khataman), yang diikuti oleh Seabad, 2001: 23) penduduk desa Mantenan. Menurut sang Kiai, yang hadir pada acara tersebut berkisar antara Berbeda dengan Pesantren Futuhiyyah 500 sampai 1000 orang, baik laki-laki maupun Mranggen Demak, Mbah Kiai Arwani perempuan. Tiga kali dalam satu tahun (pada Kudus, terkesan seperti memisahkan antara bulan Suro atau Muharram), Rajab dan Puasa pengajaran di pesantren dengan kegiatan (Ramadhan) ada suluk Mantenan. Kegiatan ini tarekatnya. Hal ini seperti terlihat dalam berkisar antara 10 hingga 20 hari, bergantung pembangunan lokasi baru di luar Pondok pada sang murid sendiri. Pesantren Huffadz Yanbaul Quran (PHYQ) yang dikhususkan untuk kegiatan tarekat Selain di pesantren Mantenan Udanawu pada tahun 1973. Lokasi zawiyah yang disebut Blitar, sejumlah pondok pesantren di Indonesia “pasulukan” berada di daerah Kwanaran desa juga menggelar acara tawajjuhan. Salah Kajeksan dengan luas 3.000 m2, berdampingan satunya yang cukup terkenal adalah pesantren dengan mushalla dan makam keramat Mbah Futuhiyyah Mranggen Demak dengan Kiainya Wanar, salah seorang badal Sunan Kudus, yang kesohor akan kemursyidannya, yaitu Kiai yang konon merupakan asset Desa (Ahmad Muslih Abdurrahman. Dimyati, 2016: 54). Pengajian tawajjuhan di pesantren Sejak memiliki pasulukan sendiri, jamaah Futuhiyyah Mranggen ini merupakan kegiatan tarekatnya juga terus bertambah. Dalam wajib diikuti para santri. Pengajian tersebut kegiatan suluk selama sepuluh hari yang diadakan pada hari Senin dan Kamis. Hari dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun, Senin khusus bagi santri laki-laki. Sedangkan pesertanya selalu meluber, sehingga dibatasi hari Kamis bagi santri perempuan. Adapun sesuai kapasitas ruangan penginapannya, waktu pelaksanaannya adalah pada pukul (hanya diterima sebanyak 600 jamaah pria dan 09.00 WIB dengan susunan acara sebagai 600 jamaah wanita). Waktu pelaksanaan suluk berikut: dilaksanakan pada: 1. Tiap tanggal 1-10 bulan Muharram Sumber: http://www.ahbaburrosul.org/ 2. Tiap tanggal 1-10 bulan Rajab 3. Tiap tanggal 1-10 bulan Ramadhan Sedangkan dzikir tawajjuhan dilaksanakan setiap hari Selasa siang dengan susunan acara sebagai berikut: Pukul 09-10 pengajian kitab Pukul 10-11 Salat sunnah dilanjutkan dzikir tawajjuh Pukul 11-12 istirahat Pukul 12-13 Salat Dzuhur dilanjutkan dzikir Selain kegiatan tawajjuhan yang bertempat di pasulukan dengan jumlah terbatas tersebut, kegiatan tawajjuh juga dilakukan di sejumlah cabang. Sejak tahun 1975 M mulai dibuka cabang-cabang dzikir tawajjuh. Awal pertama dibuka di Masjid Hidayatul Abidin Desa Besito kecamatan Gebog dengan jarak 7 KM dari 558 | Ensiklopedi Islam Nusantara

lokasi pusat ke arah utara. Jadwal acara dzikir seperti khalifah atau orang yang sudah tawajjuh di Besito ditentukan tiap hari Kamis mencapai tingkat tahlil. Dari sepuluh buah Legi. Artinya memiliki waktu putaran tiap 35 batu, 6 di antaranya diletakkan di sebelah hari sekali, dan di Jawa dikenal dengan istilah kanan Syekh, 4 buah lainnya di sebelah “selapanan” (Ahmad Dimyati, 55). kirinya. Dan batu-batu kecil sebanyak 21 buah diletakkan di hadapannya. Tawajjuhan dalam Tarekat 5. Semua peserta menutupi kepalanya Setiap lembaga tarekat mempunyai dengan sorban atau sehelai kain, tunduk tradisi tersendiri di dalam mengarahkan menekurkan kepalanya ke lantai, para murid, sebagaimana dengan apa memejamkan mata dengan khusyu’. yang ada dalam tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah. Mengenai kegiatan tawajuhan 6. Berkhatam tawajjuh dimulai dengan juga ada kemungkinan perbedaan model ucapan “astagfirullahal azhim” sebanyak dan juga sistem yang digunakan. Dalam tiga kali dan diikuti oleh para peserta, tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah kegiatan yang kemudian disusul dengan bacaan tawajuhan yang dilaksanakan dengan berikut: mengambil bentuk pemberian siraman rohani dan pengarahan khusus kepada para murid a. Membaca al-Fatihah 10 kali. Bacaan dengan menggunakan kitab-kitab tarekat dan dilakukan oleh orang yang menerima kitab-kitab salaf sebagaimana tersebut di atas, pembagian batu besar saja yang intinya adalah zikir. b. Shalawat 79 kali Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsybandi tuan guru Babussalam c. Membaca surat al-Insyirah 79 kali Langkat (1811-1926) sebagaimana dalam Fuad Said (2007), setiap pengikut tarekat d. Membaca surat al-Ikhlas 100 kali. Naqsyabandiyah harus berkhatam tawajjuh, Dan setiap orang membacanya sesuai baik ia sedang melakukan suluk ataupun tidak. jumlah batu yang diterimanya Mengenai adab berkhatam tawajjuh, e. Shalawat lagi kepada Nabi seorang pengamal tarekat Naqsyabandiyah Muhammad SAW bersama-sama harus melakukan hal-hal sebagai berikut: f. Apabila Syekh menyebut Rabbal 1. Suci dari hadas kecil dan hadas besar ‘Alamin maka seorang dari peserta membaca sepotong ayat Alquran. 2. Duduk tawaruk kebalikan dari duduk Sampai di situ berakhirlah upacara tawaruk dalam shalat, dalam sebuah berkhatam tawajjuh. majlis dzikir yang berbentuk lingkaran dengan pintu tertutup Selesai berkhatam tawajjuh, di tempat yang sama, dilanjutkan dengan zikir menurut 3. Syekh atau mursyid duduk menghadap tingkat yang telah ditentukan oleh Syekh kiblat, didampingi khalifah-khalifah. (mursyid). Sekurang-kurangnya 5000 kali Khalifah yang paling tua duduk di sebelah dzikir ism al-dzat (menyebut asma Allah) dalam kanan mursyid dan khalifah-khalifah hati dengan kaifiat sepuluh sebagaimana lainnya di sebelah kirinya. berikut: 4. Disediakan batu kerikil yang bersih 1. Menghimpun segala pengenalan dalam sebanyak 110 buah dan 10 buah dengan hati ukuran agak besar. Batu-batu itu dibagi- bagikan oleh petugas kepada setiap 2. Menghadapkan diri (perhatian) kepada peserta. Petugas yang membagi-bagikan Allah itu harus orang yang tinggi tingkat zikirnya 3. Membaca istighfar sekurang-kurangnya 3 kali 4. Membaca al-Fatihah dan Surat al-Ikhlas Edisi Budaya | 559

5. Menghadirkan ruh Syekh Tarekat 8. Membaca shalawat 100 kali lagi Naqsyabandiyah 9. Membaca sebuah doa yang cukup panjang 6. Menghadiahkan pahala bacaan kepada untuk ruh Nabi Muhammad SAW dan para Syekh Tarekah Naqsyabandiyah Syaikh tarekat-tarekat besar, khususnya ‘Abd Khaliq, Bahauddin, Abdullah ad- 7. Memandang Rabithah Dahlawi, Maulana Khalid dan terakhir kepada silsilah pengarang, Utsman 8. Mematikan diri sebelum mati Sirajuddin, Umar dan Muhammad Amin sendiri 9. Munajat dengan mengucapkan; ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathluubi 10. Membaca bagian-bagian tertentu dari Alquran 10. Berzikir dengan mengucapkan “Allah”. “Allah” dalam hati, dalam keadaan mata Adapun penjelasan berkhatam dan terpejam, duduk tawaruk kebalikan dari tawajjuh dilaksanakan pada waktu berikut: duduk tawaruk dalam shalat, mengunci gigi, menongkatkan lidah ke langit-langit 1. Sesudah salat Isya dan Subuh mulut dan menutupi kepada dan muka dengan selubung. (Fuad Said, 2007: 62) 2. Sesudah salat Ashar, hanya berkhatam saja Mengenai kaifiyyah atau tatacara melakukan khatam ini terdapat sejumlah 3. Sesudah salat Duhur tawajjuh saja, kecuali perbedaan. Berbeda dengan Syekh Abdul hari Jumat. Wahab Rokhan, Syekh Muhammad Amin al- Kurdi (520) dalam karyanya Tanwir al-Qulub, 4. Pada hari Jumat setelah salat Jumat menjelaskan urutan khataman ini sebagai diadakan berkahatam dan tawajjuh. berikut: 5. Sesudah salat Magrib tidak ada 1. 15 atau 25 kali istighfar yang didahului berkhatam dan tawajjuh. Murid-murid dengan sebuah doa pendek biasanya mendengarkan pengajian yang disampaikan oleh Syekh sampai masuk 2. Melakukan rabithah bi al-Syaikh, sebelum waktu Isya’. berzikir Untuk melakukan khatam yang lengkap 3. Membaca surat al-Fatihah 7 kali dibutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya yang dilaksanakan adalah khatam dalam 4. 100 salawat, misalnya dengan bentuk yang sudah diringkas, atau bagian yang mengucapkan Allahumma Shalli ‘ala sangat penting, yang tidak dapat ditinggalkan Sayyidina Muhammadin an-Nabiyyi al- dalam keadaan apa pun, yakni adalah doa. Ummiyyi wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam Dalam doa, setiap Syekh menyebutkan nama-nama wali yang paling penting dalam 5. Membaca surat al-Insyirah 79 kali silsilahnya sendiri (Martin, 1994: 86) 6. Membaca surat al-Ikhlas 1001 kali [M Idris Mas’udi] 7. Membaca surat al-Fatihah 7 kali Daftar Bacaan Ahmad Dimyathi, Dakwah Personal: Model Dakwah Kaum Naqsyabandiyyah, Yogyakarta: Deepublisher, 2016 Ahmad Tarmizi Abdul Rahman , Khalwah: A Solitary Sufi Retreat., Sabah: Universiti Malaysia Sabah, 2010 H. A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1994, cet. II Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, Kairo 1929 Panitia Perayaan Seabad, Sejarah Seabad Ponpes Futuhiyyah, Kudus: Team Panitia, 2001 http://www.livingislam.org/k/ttsr_e.html 560 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tawassuth Secara bahasa Tawasut berarti tengah- membantah pandangan banyak kalangan yang tengah/menengahi/moderasi (I’tidal menyebut NU sebagai “kawula yang setia pada atau tawassath fi al-haq wa al-‘adl) Negara patrimonial” yang oportunistik dan dari kata dasar (a) al-wasath (sedang/pas), akomodasionis, dan lebih tertarik kepada misal Syai’ wasath yang artinya sesuatu yang isu-isu yang sepenuhnya religious sehingga sedang atau pas-pasan; (b) al-awsath (tengah- meraih sukses besar dalam mempertahankan tengah), missal Awsath al-syai’ yang artinya jatidirinya. Ia menyebut empat sikap tengah di antara sesuatu. Di dalam Alqur’an kemasyarakatan NU yakni Tawassuth wa terdapat ayat dalam QS. Al-Baqarah: 143, yang I’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahy menyebut kata Ummat Wasath yang berarti munkar sebagai sikap sosial NU. ummat penengah. Gagasan ini lalu dikuatkan dengan Secara istilah kata Tawassuth dipopulerkan Keputusan Bahtsul Masail al-Diniyyah al- pertamakali oleh Mohammad Fajrul Falach Maudhu’iyyah Muktamar ke-30 NU di Pesanten salah seorang pengurus PBNU (1994-1999) Lirboyo Kediri Jawa Timur 21 sampai 27 dalam tulisan-tulisanya, seperti “NU dan Cita- Nopember 1999. Pengertian Tawassuth cita Masyarakat Madani” dan “Pemberdayaan secara istilah adalah sikap moderat yang Masyarakat Madani dalam NU” sejak tahun berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha 1996. Ia menjadikan patokan keputusan- menghindarkan segala bentuk pendekatan keputusan Muktamar NU baik di Situbondo dengan tatharruf (ekstrim). tahun 1984 maupun Cipayung tahun 1994 untuk memperkuat argumentasi “NU dan Apakah penggunaan istilah Tawassuth di Cita-cita Masyarakat Madani. Dalam keputusan Muktamar NU ke-29 di Cipasung, Nahdlatul Ulama telah menegaskan hubungan antara agama dan Negara dan memposisikan umat beragama (Islam) dengan tanggungjawab sebagai warga Negara (Indonesia) secara jelas dan proporsional. Konsep kembali ke Khittah 1926, dan pandangan Nahdlatul Ulama tentang Pancasila serta paham tri ukhuwah secara terpadu: Ukhuwah Islamiyyah, Ukhuwah Wathaniyyah, dan Ukhuwah Basyariyah merupakan pedoman dasar yang dirasakan sangat gayut atau relevan bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama. Dari sini ia membaca Khittah Nahdliyyah NU sebagai cita-cita sosial NU sekaligus untuk Edisi Budaya | 561

lingkungan NU dipengaruhi naskah promosi Alqur’an dan hadits. Vonis murtad dan kafir Guru Besar ulama Mesir, Nasir Hamid Abu diafirmasikan oleh Pengadilan sehingga Abu Zayd yang berjudul Al-Imam al-Syafi’I wa Ta’sis Zayd terancam pidana mati dan keharusan al-Idiyuluji al-Wasathiyyah pada tahun 1993, bercerai dengan istrinya. mengingat sebelumnya belum pernah dikenal peristilahan Tawassuth di tengah lingkungan Istilah Tawassuth yang digunakan Nahdlatul Ulama, termasuk di dalam Qanun cendekiawan Nahdliyyin lebih banyak terilhami Asasy NU? dari gagasan QS. Al-Baqarah: 143, yang menyebut kata Ummatan Wasathan yaitu umat Tampaknya tidak demikian! Apa yang penengah yang moderat. Nahdlatul Ulama diungkapkan Abu Zayd dengan al-Idiyuluji senantiasa menghindari sikap tafrith (radikal al-Wasathiyyah-nya itu lebih menyoroti cara kiri) yang ingin menggulingkan kekuasaan berpikir anologi (qiyas) yang diterapkan Imam obsolut dalam jalur ketuhanan maupun Syafi’I sebagai pendekatan istidlal sekaligus kekuasaan. Begitupun Nahdlatul Ulama istinbath hukum Islam. Sekalipun ada menjahui sikap ifrath (radikal kanan) yang tambahan catatan dari Abu Zayd bahwa Imam selalu ingin mengkooptasi kebenaran dengan Syafi’I dalam pandangan pribadi Abu Zayd lebih memberikan cap sesat dan kafir terhadap memepertimbangkan aspek semantik sumber kelompok yang berseberangan. hukum Islam sebagai jalan memperoleh alasan (illat) di dalam peng-qiyas-an. Atas dasar itu, secara resmi dalam Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Karena pemikiran kontroversialnya ini, Alim-ulama dan Konfrensi Besar (Konbes) NU Abu Zayd dikritik tajam dan bahkan di-takfir- diSurabayatahun2006,Tawassuth dimasukkan kan dengan alasan menghasut umat Islam menjadi salah satu dari 5 (lima) fikrah ASWAJA untuk bebas dari belenggu kekuasaan teks al-Nahdliyyah (karakter berpikir ASWAJA NU), Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj membacakan deklarasi NU yang secara garis besar membawa semangat Islam Nusantara yang mengedapankan Tawassuth/moderat di JCC Senayan 2016. Sumber : http://news.metrotvnews.com/ 562 | Ensiklopedi Islam Nusantara

yang masing-masing ialah: senantiasa mengunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah a. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama. artinya Nahdlatul Ulama senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan I’tidal Sebagai salah satu perwujudan Manhaj al- (moderat) dalam menyikapi berbagai fikr, di internal NU Tawassuth selalu dijadikan persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa pendekatan dalam upaya penafsiran kembali, menghindari sikap tafrith (radikal kiri) penemuan kembali (recovery) dan reaktualisasi atau ifrath (radikal kanan); atas ajaran-ajaran, praktik-praktik atau tradisi-tradisi yang memiliki relevansi dengan b. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), kehidupan bermasyarakat, beragama dan artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup bernegara. Misalnya bagaimana melakukan berdampingan secara damai dengan pihak interpretasi terhadap konsep umat sehingga lain walaupun aqidah, cara pikir, dan ia lebih inklusif. Begitu pula dengan cara budanya berbeda. pandang Tawassuth, misi Islam Rahmatan lil ‘alamin dapat tersebar luas. c. Fikrah Ishlahiyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa Transformasi fikrah Tawassuthiyyah mengupayakan perbaikan menuju ke yang dipelopori Nahdlatul Ulama kini telah arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa mengundang daya tarik masyarakat dunia ashlah); terhadap Islam Indonesia. Sebab Muslim Nusantara adalah laboratorium pengamalan d. Fikrah Tathawwuriyah (pola piker kehidupan Islam yang sesungguhnya, bahwa dinamis), artinya Nahdlatul Ulama Islam merupakan agama yang cinta damai senantiasa melakukan kontekstualisasi dan mampu memberikan kasih sayang kepada dalam merespon berbagai persoalan; seluruh alam semesta. e. Fikrah Manhajiyyah (pola piker [Isom Saha] metodologis), artinya Nahdlatul Ulama Sumber bacaan Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta: Pustaka Hidayat, 1999 Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP PERGUNU, 2012 Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010 Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994 PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, 2011 Edisi Budaya | 563

Tawazun Secara bahasa Tawazun berarti seimbang Pertama, adanya kekhawatiran dari atau keseimbangan (ta’adul) kata ini sebagian umat Islam yang berbasis pesantren berasal dari kata dasar; (a) wazn (al- terhadapgerakankaummodernisyangberusaha mitsqal: berbobot/bernilai), misalnya Dirham meminggirkan mereka. Kedua, sebagai respon wazn yaitu Dirham yang bernilai; Rajul Rajih al- ulama-ulama berbasis pesantren terhadap wazn artinya lelaki yang berbobot pandangan pertarungan ideologis yang terjadi di dunia dan pikirannya. (b) Zinah/Wizan yang berarti Islam pasca keruntuhan kekhalifahan Turki sebanding dan seimbang dalam takaran. Usmani, munculnya gagasan Pan-Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani Istilah Tawazun dipopulerkan pertamakali dan gerakan Wahabi di Hijaz. Gerakan kaum oleh Mohammad Fajrul Falach salah seorang reformis yang mengusung isu-isu pembaruan pengurus PBNU (1994-1999) dalam tulisan- dan purifikasi membuat ulama-ulama yang tulisanya, seperti “NU dan Cita-cita Masyarakat berbasis pesantren melakukan konsolidasi Madani” dan “Pemberdayaan Masyarakat untuk melindungi dan memelihara nilai-nilai Madani dalam NU” sejak tahun 1996. Hal ini tradisional yang telah menjadi karakteristik seperti telah dijelaskan dalam pembahasan kehidupan mereka. TAWASSUTH. Dari situlah lahir misi Nahdlatul Pengertian Tawazun secara istilah lalu Ulama, yakni: al-Muhafadhat al-qadim al- ditetapkan dalam Keputusan Bahtsul Masail shalih wa al-akhzd bi al-jadid al-ashlah atau al-Diniyyah al-Maudhu’iyyah Muktamar ke-30 mempertahankan tradisi yang baik dan NU di Pesanten Lirboyo Kediri Jawa Timur mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. 21 sampai 27 Nopember 1999. Tawazun Inilah sebenarnya landasan Tawazun yang adalah sikap seimbang dalam berkhidmat diperjuangkan Nahdlatul Ulama sebelum demi terciptanya keserasian hubungan antara ditetapkannya Tawazun sebagai bagian sesama umat manusia dan antara manusia Khashaish Fikrah Nahdliyyah. dengan Allah SWT. Sebab Islam pada dasarnya adalah agama yang menekankan spirit Fikrah Nahdliyyah adalah kerangka berpikir keadilan dan keseimbangan dalam berbagai yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah aspek kehidupan. wal Jama’ah yang dijadikan landasan berpikir Nahdlatul Ulama (Khittah Nahdliyyah) untuk Tawazun termasuk khashaish (ciri-ciri) menentukan arah perjuangan dalam rangka cara pandang NU (fikrah Nahdliyyah) yang ishlah al-ummah (perbaikan ummat). Salah senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan satunya ialah dengan bersikap tawazun I’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa menyikapi berbagai persoalan, di mana menghindari sikap tafrith (gegabah) atau ifrath Nahdlatul Ulama senantiasa menghindari (ekstrim). Hal ini sesuai dengan latar belakang sikap tafrith (gegabah) atau ifrath (ekstrim). pembentukan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, yang dilandasi oleh dua faktor dominan. Dasar yang dijadikan pegangan dalam meletakkan Tawazun ialah bahwa manusia 564 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tawazunmerupakancirikosmopolitanisme Allah SWT dalam bentuk yang sempurna (fii Islam Nusantara yang punya relevansi dengan ahsani taqwiim, QS. Al-Thin:4). Di samping pengembangan masyarakat madani. Tawazun itu manusia diberi akal budi dan hati nurani juga menjadi potensi kultural umat Islam di untuk mengembangkan fungsi kekhalifahan, Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan yaitu mengatur kehidupan untuk mewujudkan tradisi civil society yang berkembang di dunia kemakmuran di muka bumi (QS. Al-Baqarah: Barat. 30-34 dan al-An’am: 165). Cara pandang (Fikrah) Tawazun Tawazun dalam perkembangannya diantaranya diterapkan dalam menyikapi dijadikan sebagai prinsip dasar berpikir masalah kesetaraan gender. Pada gelaran ala NU dalam hal perlindungan hak-hak Muktamar ke-30 NU di Lirboyo dibahas tema dasar, keadilan dan sikap seimbang, yang “Islam dan Kesetaraan Gender” yang pada perlu diaktualisasikan dalam kondisi pengantarnya ditulis: “Islam pada dasarnya masyarakat plural di negeri ini. Pluralitas adalah agama yang menekankan spirit keadilan atau kemajemukan dalam hidup merupakan dan keseimbangan (tawazun) dalam berbagai rahmat yang harus dihadapi dengan sikap aspek kehidupan. Relasi gender (perbedaan ta’aruf, membuka diri dan melakukan dialog laki-laki dan perempuan yang non kodrati) secara kreatif untuk menjalin kerjasama dan dalam masyarakat yang cenderung kurang adil kebersamaan atas dasar saling menghormati merupakan kenyataan yang menyimpang dari dan saling membantu serta bekerjasama. spirit Islam yang menekankan pada keadilan.” [Isom Saha] Sumber bacaan Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta: Pustaka Hidayat, 1999 Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP PERGUNU, 2012 Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010 Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994 PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, 2011 Edisi Budaya | 565

Tembang Tembang merupakan kesenian macam pupuh, yakni; Asmaradana, tradisional Jawa yang dalam tradisi Dhandhanggula, Durma, Gambuh, Kinanti, Sunda disebut Pupuh. Tembang dalam Maskumambang, Megatruh, Mijil, Pangkur, bahasa Jawa berarti nyanyian atau lagu Pocung, dan Sinom. Ciri-ciri tembang Macapat sebagai bentuk kesantunan dan etika sekaligus adalah; (a) Terikat dengan Guru Lagu atau estetika berkomunikasi dalam menyampaikan aksara vocal yang terdapat di akhir baris, Guru pesan atau wejangan kepada orang lain, agar Wilangan atau banyaknya kata atau ungkapan mudah dicerna dan dipahami, serta tidak dalam satu baris, dan Guru Gatra. Dalam melukai hati. Secara umum Tembang Jawa Tembang Jawa, tiap baris bait disebut Gatra. kuno dikelompokkan menjadi 4 (empat), Dhandhanggula terdiri dari 10 Gatra; Kinanti yakni; Tembang Macapat, Tembang Tengahan, terdiri dari 6 Gatra; Pangkur terdiri dari 7 gatra, Tembang Gedhe, Tembang Dulanan. Gambuh terdiri dari 5 gatra; Megatuh terdiri dari 5 gatra; Sinom terdiri dari 9 gatra; (b) Pertama, Tembang Macapat pada mulanya Tembang Macapat menggunakan bahasa Jawa merupakan salah satu karya pujangga di mana Kuno; (c) Berisi pitutur/nasehat, dongeng atau penyebarannya melalui lisan secara turun cerita wayang. temurun. Macapat dalam penggunaannya lebih menekankan unsur suara untuk menghibur Kedua, Tembang Tengahan adalah jenis dan maknanya hanya disampaikan sekilas Tembang puitis Macapat yang berkembang saja. Dengan kata lain Tembang Macapat khusus di daerah Jawa Tengah. Oleh sebab merupakan tradisi yang melisankan karya itu disebut Tembang Tengahan atau Tembang sastra yang tertulis. Jawa Tengah-an. Tembang Tengahan terbagi menjadi 4 (empat)), yaitu; Balabak, Girisa, Tembang Macapat diperkirakan lahir Jurudemung, Wirangrong. Akan tetapi ada pada akhir masa Majapahit dan dimulainya yang menambahkan jenis-jenisnya, seperti; pengaruh Walisanga. Mengenai usia Macapat Kuswaraga, Palugon, Pangajabsih, Pranasmara, terdapat dua versi pendapat yang berbeda, Sardulakawekas, Sarimulat, dan Rarabentrok. terutama yang berhubungan dengan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuno. Prijohoetomo Ketiga, Tembang Gedhe atau Kakawin berpendapat bahwa Macapat adalah turunan yang merupakan sajak atau puisi Jawa Kuno. Kakawin dengan tembang Gedhe sebagai Tembang ini biasa dipakai untuk mengiringi perantara. Akan tetapi pendapat itu dibantah pementasan Wayang Kulit. Tembang Gedhe oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder yang juga banyak dikolaborasikan dengan gendhing- keduanya berpendapat bahwa Macapat sebagai gendhing Jawa, khususnya untuk bawa dan metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya buka gendhing. Ciri-ciri Tembang Gedhe daripada Kakawin. adalah; (a) Setiap bait terdiri dari 4 baris/gatra atau 4 wanda pada pala (pala lingsa); (b) Dua Dalam perkembangannya Tembang gatra atau dua pala disebut satu pala dirge; Macapat dikembangkan ke dalam berbagai (c) Empat gatra disebut juga dengan dua pala 566 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dirge atau sapa deswara atau satu pala iswara; Tembang Gedhe atau Kakawin. Kemudian ada dan (d) Tiap-tiap pala atau gatra jumlah satu Suluk Wujil yang sudah mengalami pergeseran kata adalah sama, yang biasa disebut laku atau dari model sajak Kakawin menjadi Macapat, lampah. yaitu menggunakan Tembang Dhandhanggula terkecuali baris/gatra 56 yang memakai Tembang Gedhe sendiri memiliki banyak Tembang Mijil dan baris/gatra 55 yang ragam, yaitu; Lebdajiwa, Kusumawacitra, memakai Tembang Gedhe Asyawalaita. Basanta, Manggalagita, Sukarini, Nagabanda, Citramengeng, Kusumastuti, Mintajiwa, Secara garis besar, dalam klasifikasi Tebukasol, Merakang, Banjaransari, antara tembang priyayi dengan tembang Tepikawuri, Pamularsih, Bremakrasa, rakyat jelata, tembang Macapat lebih banyak Sudirwicitra, Madurenta, Kuswarini, Sarapada, digunakan para penyebar agama Islam di Jawa Candrakusuma, dan Pamularsih. untuk menyampaikan pesan-pesan moral, pendidikan dan dakwah Islam. Sedangkan Keempat, Tembang Dolanan bersifat model tembang rakyat jelata oleh para wali unik karena tergolong nyanyian rakyat digunakan untuk jenis Tembang Dolanan yang berbeda dengan tembang Jawa pada karena lebih sederhana dan pesannya lebih umumnya. Pada dasarnya Tembang Dolanan mudah dicerna. memiliki ciri-ciri khusus, yaitu; bahasa yang digunakan sederhana, cengkoknya sederhana, Penggunaan Tembang Macapat dalam jumlah baris/gatra terbatas, dan berisi hal-hal penyampaian pesan moral dilandasi nilai yang selaras dengan keadaan anak. Lirik dalam filosofis yang terkandung di dalamnya. Oleh Tembang Dolanan tersirat makna religius, sebab itu wejangan dan pitutur tentang kebersamaan, kebangsaan, dan nilai-nilai kehidupan manusia yang disampaikan lewat estetis. Sebagai contoh, Tembang Dolanan tembang biasa disesuaikan dengan jenis “Sluku-Sluku Bathok”, Ilir-Ilir, Padhang Bulan, Tembang Macapat, sebagaimana berikut: Jaranan, Gundhul-Gundhul Pacul, Dhondhong Opo Salak, dan sebagainya. a. Maskumambangmenggambarkansuasana kehidupan manusia di alam ruh atau masa Pada masa awal perkembangan Islam di mengambang, di mana pada saat itu Allah tanah Jawa, tembang menjadi media penting bertanya kepada manusia; Apakah Aku ini dalam strategi berdakwah para wali untuk Tuhan-mu. Maka manusiapun menjawab; menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat “Benar, kami bersaksi.” Indonesia. Penggunaan media tembang dalam berdakwah juga mempengaruhi perkembangan b. Mijil merupakan ilustrasi dari proses tembang di Jawa itu sendiri. Hal ini dapat kelahiran manusia; mijil/mborojol/keluar; ditelusuri melalui sumber sejarah berupa Suluk dan Serat. c. Kinanthi masa pembentukan jati diri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanthi Pigeaud dalam bukunya, Literature of Java berasal dari kata “kanthi” atau tuntun yang menulis seputar sastra Jawa yang mengandung berarti manusia membutuhkan tuntunan nilai agama. Menurutnya, Kata “Suluk” untuk atau jalan yang benar agar sampai pada puisi agama di Jawa bukan berasal dari kata tujuan yang dicita-citakan; Arab, “suluuk”, tetapi barangkali memiliki persamaan dengan suluk dalam wayang, yaitu d. Asmaradana atau masa-masa manusia puisi yang dinyanyikan pada saat-saat tertentu dirundung asmara dan jatuh cinta. Cinta yang ditentukan dalam cerita. Maksudnya, sendiri adalah anugerah mulia dari sang perkembangan sastra Suluk dan Serat ada Khaliq kepada umat manusia agar muncul hubungannya dengan perkembangan tembang harmoni dan kedamaian; di Jawa. e. Gambuh dari kata jumbuh/bersatu yang Sebagai contoh Suluk Sukarsa, modelnya berarti komitmen untuk mengikatkan mirip dengan pakem yang dipakai dalam diri dalam hubungan suami-istri untuk membina keluarga yang sakinah, Edisi Budaya | 567

mawaddah dan rahmah; i. Megatruh atau megat ruh berarti terpisahnya nyawa dari jasad manusia. f. Dhandhanggula suatu gambaran dari Terlepasnya ruh adalah perjalanan akhir kehidupan manusia yang telah mencapai manusia menuju alam keabadian, baik kemapanan, melewati batas ambang hidup abadi dalam surge atau abadi dalam aman karena tercukupi pangan, sandang, neraka. dan papan. Dengandemikian,tembangdapatdipahami g. Durma sebagai wujud syukur kepada Allah sebagai ungkapan estetis keberagamaan orang yang memberi kecukupan kepada manusia Jawa khususnya dan Muslim Nusantara sehingga dilakukanlah amal berdarma. umumnya, dalam hubungannya dengan sang Pencipta maupun terhadap sesama manusia h. Pangkur atau mungkur artinya hawa nafsu dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. angkara murka harus dikalahkan manusia dengan banyak mengingat kepada Allah [Isom Saha] SWT; Sumber bacaan Darnawi, Soesatyo, Pengantar Puisi Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1964 Endraswara Suwardi, Tradisi Lisan Jawa: warisan Abadi Budaya Leluhur, Yogyakarta: Narasi, 2005 Saputra, K.H., Pengantar Sekar Macapat, Depok: Fakultas Sastra UI, 1992 Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988 Suwarna dan Suwardi, Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Buku Teks “Tataran Wulang Basa Jawa”, Yogyakarta: Lemlit IKIP Yogyakarta, 1996 568 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tembang Macapat Makna Etimologis panca, dan pathokan. Dari jarwo dhosok ini tersirat bahwa dalam dakwah permulaan yang Secara etimologis, maca-pat berarti cara harus diperhatikan adalah Rukun Iman, Rukun maca (baca) yang papat-papat (empat- Islam, yang lima (panca) sebagai pedoman empat). Hal ini selaras dengan Serat (patokan). Mardowalagu karangan R. Ng. Ronggowarsito (1802-1887), juga menurut Serat Centhini Makna Terminologis karya Paku Buwana V, yang menyatakan bahwa di Jawa Tengah terdapat 4 (empat) macam lagu Tembang adalah puisi atau prosa yang sekar, yakni: terdiri dan diikat oleh aturan jumlah baris dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu 1. Maca Sa lagu, termasuk dalam Tembang baris, dan rima tetap pada tiap ujung baris. Gedhe Kapisan Menurut Madyaratri (2001) yang merujuk pada Darnawi (1964), tembang merupakan 2. Maca Ro lagu, dalam Tembang Gedhe puisi klasik Jawa, tergolong puisi Jawa utama, Kapindo karena mempunyai arti sebagai buku yang ditulis mengenai kesusastraan, sejarah, dan 3. Maca Tri lagu, dalam Tembang Tengahan filsafat pendidikan. Sedangkan dalam ENI (1991), Tembang disebut tidak hanya sebagai 4. Maca Pat lagu, masuk dalam Tembang puisi dalam kesusastraan Jawa, melainkan Cilik/Alit juga ada dalam kesusastraan suku bangsa lain di Indonesia, namun lebih dominan ada di Suwardi (2008: 19), juga menguatkan suku-suku bangsa di kawasan Pulau Jawa dan pandangan ini dengan menyatakan bahwa sekitarnya. makna kata “macapat” semula adalah berkumpul dengan menyuarakan puji-pujian. Menurut Setiyadi (2012), Tembang Makna ini berasal dari jarwa dhosok (otak- Macapat merupakan corak kesenian dalam atik) bahwa macapat berasal dari kata ma budaya tradisional yang secara kolektif (menuju) dan capet (maya atau ghaib). Artinya, dimiliki, dikenal, dan banyak mengandung puji-pujian kepada yang ghaib, yaitu Tuhan. pengetahuan, serta kearifan lokal (local Makna tersebut juga relevan dengan situasi wisdom) masyarakatnya. Selain itu, juga sarat masyarakat Jawa ketika belum masuk agama dengan kaidah, serta berisi petuah, nasihat, Islam. Ada juga yang mengartikan “diwaca dan berbagai kearifan pandangan hidup cepet”, dengan perubahan kata capet menjadi Jawa. Tembang Macapat adalah salah satu cepet (cepat). Cepat yang dimaksud adalah jenis kesenian yang memadukan antara puisi tidak banyak luk. dengan musik, baik musik tradisional maupun modern. Pilihan bentuk perpaduan antara Suwardi juga menambahkan bahwa macapat dapat pula berasal dari kata “mancapat” yang merupakan akronim dari man, ca, dan pat. Penjelasan ini juga berangkat dari jarwo dhosok (otak-atik) dari kata iman, Edisi Budaya | 569

tembang dengan musik itu tidak lepas dari yang bejumlah lima jenis, yaitu Bhâlabâk, kesenangan nenek moyang etnik Jawa untuk Ghâmbhu, Jurudemong, Maghâttro, dan melantunkan tembang. Ini terbukti pula Wirangrong. (3) Tembhâng Rajâ hanya satu, dengan adanya berbagai alat musik tradisional yaitu Giriso. Jawa yang telah diciptakan oleh mereka. Dari segi perbedaan masa dan Menurut Mardimin (1991), tembang karakteristik antara tiga macam tembang di disebut juga dengan istilah Sekar. Awal mulanya atas, ENI (1991) menyatakan bahwa Tembang digunakan sebagai waosan, maksudnya untuk Gedhe berkembang pada zaman Hindu di membaca buku-buku yang berbentuk tembang. Jawa, zaman Mataram sampai dengan zaman Selain itu, di lingkungan masyarakat Sunda Majapahit, sekitar abad ke-8 sampai abad ke-16, khususnya, tembang disebut juga dengan sehingga bahasa yang dipakai dalam tembang istilah Wawacan. Hal ini tidak lepas dari tradisi ini adalah bahasa Jawa Kawi. Tembang Gedhe masyarakat yang berbasis tradisi lisan (oral) terdiri atas berbagai bentuk tembang, seperti sehingga menjadi lebih menarik jika membuat Puksara, Gurnang, Kumaralalita, Wastra, informasi, baik yang berisi nasihat petuah Jaraga Tatagati, Rukmarata, Rukmawati, ataupun yang lainnya, dalam bentuk tembang. Citrakusuma, Basanta, Patrasuratma, Gandakusuma, dan lain-lain. Setiap bentuk Dengan demikian dapat disimpulkan memiliki aturan, ciri watak atau suasana, serta bahwa secara terminologis, Tembang Macapat lagu-lagunya (cengkok) sendiri. dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk puisi Jawa Baru yang menjadi pengantar dan diikat Adapun Tembang Tengahan yang oleh pola persajakan yang meliputi guru gatra, berkembang pada zaman akhir Majapahit guru wilangan, dan guru lagu. Setiap bentuk (sekitar abad ke-16) diciptakan dalam bahasa Tembang memiliki jenis lagu tersendiri yang Jawa Tengahan. Bentuk tembangnya pada suasana lagunya sesuai dengan kandungan arti saat itu lazim disebut Kidung. Tembang bentuk tembang tersebut. Misalnya, bentuk Tengahan juga terdiri dari berbagai bentuk tembang Asmaradana yang mengandung tembang, seperti Jurudemung, Wirangrong, suasana haru, cinta, terpikat, dan sebagainya, Balabak, Pranasmara, Pangajapsih, Palugon, yang berhubungan dengan suasana kasmaran. dan sebagainya. Kemudian Tembang Macapat muncul pada zaman berkembangnya kerajaan- Rumpun Geneologis kerajaan Islam di Jawa, sekitar awal abad ke- 17. Bahasa yang dipakai dalam tembang ini Dalam kebudayaan-kesusastraan Jawa, adalah bahasa Jawa Baru. Menurut Mardimin tembang terbagi dalam beberapa jenis atau (1991), sebagai model kesenian yang mulai tingkatan, yang secara umum digolongkan berkembang di abad ke-17, Tembang Macapat dalam tiga jenis tembang, yakni 1) Tembang dapat dikatakan menduduki puncak tangga Ageng atau Tembang Gedhe atau Tembang dalam kelompok seni keraton Jawa pada kurun Kawi, 2) Tembang Tengahan atau Tembang waktu abad ke-18. Dagelan atau Tembang Dolanan, dan 3) Tembang Alit atau Tembang Cilik atau Selain itu, Darnawi (1982: 19) memiliki Tembang Macapat. pandangan bahwa penggunaan kata berbahasa Jawa Kuna dalam tembang sangat penting Hal ini kurang lebih sama dengan yang ada untuk memenuhi nilai estetis. Hal ini sesuai di suku bangsa Madura, sebagaimana pendapat juga dengan pendapat Hardjowirogo dalam Sastrodiwirjo (2008:4) yang menyatakan bahwa bukunya Pathokaning Nyekaraken (1952: 22), tembang di Madura dikategorikan dalam tiga sekar ingkang tanpa kawi punika cemplang, jenis, yaitu : (1) Tembhâng Kènè’ (Tembhâng tembang tanpa bahasa Kawi (Jawa Kuna) Macapat) yang terdiri dari sembilan jenis, itu kurang indah. Meskipun demikian, yaitu Artatè, Dhurma, Kasmaran, Kènantè agar tembang menjadi komunikatif dengan (Salangèt), Maskumambang, Mèjhil, Pangkor, pembacanya, penggunaan bahasa Kawi harus Pucung, dan Sènom. (2) Tembhâng Tengnga’an dibatasi pada kata-kata yang biasa atau sudah 570 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dikenal umum. Darnawi (1982: 60) juga 1. Dhandhanggula menyebutkan pendapat Pigeaud (1967: 21), 2. Sinom bahwa beberapa nama Tembang Macapat ada 3. Kinanthi hubungannya dengan sejarah masa lampau 4. Asmaradana di Jawa, seperti misalnya Dhandhanggula 5. Pangkur yang merupakan sinonim dari kata 6. Mijil Dhandhanggendhis, nama seorang Raja Kadiri 7. Pocung pada awal abad ke-13. 8. Durma 9. Maskumambang Diciptakan oleh Walisanga 10. Megatruh 11. Gambuh Menurut Serat Purwakanthi karya M. Ng. Mangun Widjaja (1922), Serat Titi Namun menurut Serat Mardowolagu Asri karya Supardal Hardosukarto (1925), dan menurut Serat Centhini, Tembang Cilik dan Serat Pathokaning Nyekar karya R. (Macapat) hanya ada 8 (delapan) macam, Hardjowirogo (1925), Tembang Macapat ini yakni: diciptakan oleh para Walisanga. Contohnya, 1. Dhandhanggula tembang Durma oleh Sunan Bonang, Pucung 2. Sinom oleh Sunan Muryapada, Mijil oleh Sunan 3. Kinanthi Gesang, dan Sekar Kinanthi oleh Sunan 4. Asmaradana Pajang. Artinya, Tembang Macapat ini tumbuh 5. Pangkur pada akhir masa Majapahit memasuki awal 6. Mijil masa Demak. 7. Pocung 8. Durma Suwardi (2008: 20), dengan merujuk pada Salam (1960:2), menyatakan bahwa Tembang Sedangkan 3 (tiga) selanjutnya, yakni Asmaradana dan Pucung adalah ciptaan Maskumambang, Megatruh, dan Gambuh Sunan Giri. Sedangkan Tembang Sinom dan (Kacatur atau Keempat) sebenarnya masuk ke Kinanthi ialah ciptaan Sunan Muria. Hal ini dalam Tembang Tengahan. Demikian menurut sejalan dengan asumsi Hasyim (1974: 34-35), Gunawan Sri Hastjarja, mpu tembang dari namun ia menambahkan bahwa Tembang Mijil Surakarta. Tembang Gambuh sendiri, terdiri diciptakan oleh Sunan Kudus, Dhandhanggula dari 7 (tujuh) jenis, yakni Gambuh Kapisan, oleh Sunan Kalijaga, Durma oleh Sunan Gambuh Kapindho, dan seterusnya hingga Bonang, Maskumambang oleh Sunan Kudus, Gambuh Kapitu. Ketujuh macam Tembang Pangkur oleh Sunan Drajat, sedangkan Gambuh itu secara umum mirip dengan Sekar Gambuh dan Megatruh tidak dijelaskan. atau Tembang Ageng, hanya Gambuh Kacatur atau Kapat yang mirip dengan lagu dalam Sedangkan Poedjosoebroto (1978: 194- Tembang Macapat. Oleh karena itu, Gambuh 207) menjelaskan, Pocung dan Mijil ciptaan yang nomer empat ini sering dibaurkan ke Sunan Gunung Jati, Megatruh, Gambuh, dan dalam Tembang Macapat. Kinanthi ciptaan Sunan Giri. Maskumambang ciptaan Sunan Majagung. Persamaannya Sementara di Bali, Tembang Macapat terletak pada Asmaradana, Durma, dan yang lebih sering disebut dengan pupuh Dhandhanggula. terbagi menjadi beberapa jenis, seperti Pupuh Sinom, Pupuh Semarandana, Pupuh Pangkur, Klasifikasi Tembang Macapat Pupuh Pucung, Pupuh Ginada, Pupuh Ginanti, Pupuh Durma, Pupuh Maskumambang, Berdasarkan ciri-ciri lagunya, menurut Pupuh Dandanggula, dan Pupuh Mijil. Pupuh Mardimin (1991), Tembang Macapat dibagi yang dirangkai dalam sebuah cerita disebut menjadi 11 (sebelas) macam: geguritan. Akan tetapi, selanjutnya muncul beberapa pupuh baru yang berasal dari kidung, seperti Jurudemung (Demung), Gambuh, Edisi Budaya | 571

Magatruh, Tikus Kapanting dan Adri (Budiyasa nanti. Gambuh, artinya tahu. Masa ini orang dan Purnawan, 1998: 8). Jawa menyebut “gambuh salwiring kawruh”, artinya sudah banyak makan garam. Oleh Tembang Macapat sebagai Wawasan sebab itu ia sering “mendhita” dan banyak Hidup memberi petuah ketika “momong” anak cucu. Durma, usia tua biasanya telah mundur Menurut Suwardi (2008: 21-22), (menghindar) dari segala keinginan (nafsu) Tembang Macapat juga dijadikan sebagai yang kurang baik. Perhatiannya dicurahkan wawasan hidup berdakwah yang berisi anjuran untuk “nggayuh” kesempurnaan hidup. tentang “metode” berdakwah, yakni: dakwah Maskumambang, manusia sudah “ngambang” hendaknya mengingat empan papan, hati-hati (menjelang kematian), mungkin hidupnya mengeluarkan (Mijil) kata, jangan menyimpang tinggal menunggu waktu dan kurang berarti. (pangkur) dari Alqur’an dan Hadit, Kepasrahan pun terjadilah. Megatruh, artinya menjaga (kinanthi) agar tidak bermusuhan, perpisahan jiwa dan raga (mati). Pada saat disampaikan secara enak (dhandhanggula), ini, manusia akan ada tanda~tanda khusus memberi harapan agar awet muda (sinom), menjelang kematiannya. Pocung, artinya jika mendorong agar suka mengeluarkan infak orang telah mati akan dipocong atau dibungkus (Asmaradana), mendorong agar menjauhkan seperti pocongan. Pangkur, manusia telah hawa nafsu (Megatruh), mendorong agar “mungkur” (pergi) dari dunia. Namun, ia menghindarkan molimo (Durma), memberi masih harus melewati dua alam lagi, yaitu alam pengertian agar tidak merasa berat pangrantunan dan alam rambangan (yaumul (Maskumambang) beribadah, menunjukkan hisab), dan akhirnya berakhir tugas manusia jalan mencapai kesempurnaan (Pucung). di alam akherat. Selain itu, Tembang Macapat juga Ciri-ciri Struktural Tembang Macapat menjadi wawasan perjalanan hidup yang mengisyaratkan bahwa hidup itu bergerak/ Ciri-ciri struktural Tembang Macapat, berproses dari sebelum “ada” sampai “tidak meliputi ketentuan jumlah gatra, guru ada”. Perjalanan hidup manusia itu: Mijil hidup wilangan (jumlah suku kata dalam tiap baris), bermula dari pria/wanita tertarik kepada lawan dan guru lagu (yang dalam sastra melayu jenis), mengeluarkan ‘isi hati’, menyerahkan lama disebut sajak). Jumlah gatra/larik/baris segalanya, dan menanamkan benih kasih masing-masing Tembang Macapat, menurut sehingga terjadi kelahiran. Sinom, usia muda, Wardimin (1991), adalah sebagai berikut: sering mudah goyah, membutuhkan tauladan, 1. Dhandanggula sebanyak 10 gatra/larik/ dan sering berhias. Asmaradana, usia remaja biasanya butuh hiburan, dan ingin hidup yang baris enak. Kinanthi, usia menginjak dewasa, ia 2. Sinom sebanyak 9 gatra/larik/baris mulai ragu-ragu memilih jodoh, dan jika telah 3. Kinanthi sebanyak 6 gatra/larik/baris menemukan kekasih yang seimbang, keduanya 4. Asmaradana sebanyak 7 gatra/larik/baris akan memasuki pelaminan, menanamkan 5. Pangkur sebanyak 7 gatra/larik/baris “rasa sejati”. Dhandanggula, masa jaya- 6. Mijil sebanyak 6 gatra/larik/baris jayanya seseorang, ia benar-benar merasakan 7. Pocung sebanyak 4 gatra/larik/baris manisnya (nikmat) hidup. Pada saat telah 8. Durma sebanyak 7 gatra/larik/baris hidup berumah tangga, pasangan itu akan 9. Maskumambang sebanyak 4 gatra/larik/ bebas memadu kasih untuk mendapatkan buah ‘asih’/anak yang mursid. Namun bukan baris mustahil jika saat itu pula ada gangguan 10. Megatruh sebanyak 5 gatra/larik/baris keluarga yang menyedihkan. Situasi ini 11. Gambuh sebanyak 5 gatra/larik/baris justru merupakan ujian bagi pasangan untuk segera memikirkan bekal yang akan dibawa Dan dalam masing-masing gatra/larik/ baris tersebut, terdapat aturan mengenai guru wilangan dan guru lagu sebagai berikut: 572 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Ciri-ciri Non Struktural Tembang e. Pangkur; wataknya ‘sereng’ dan Macapat ‘greget’. Cocok digunakan untuk memberi petuah. Menurut Karsono Selain ciri-ciri struktural dalam Tembang (1992: 21-43), mengandung perasaan Macapat terdapat juga ciri-ciri non struktural hati yang sungguh-sungguh, nasehat sebagai berikut: yang sungguh-sungguh, atau puncak rindu dendam asmara. 1. Aspek Lagu Winengku Sastra untuk Tembang Macapat dan Tembang f. Mijil; wataknya sedih dan prihatin. Tengahan. Artinya aspek sastra lebih Cocok digunakan untuk cerita sedih dipentingkan dibanding aspek lagunya. atau hal yang mengerikan. Menurut Dengan kata lain, lagunya lebih sederhana Karsono (1992: 21-43), mengandung jika dibandingkan dengan isi atau nasehat, melahirkan perasaan sedih sastranya. Sebaliknya, untuk Tembang atau perasaan kasih yang sendu. Ageng, yang berlaku adalah Sastra Winengku Lagu atau aspek lagu lebih g. Pocung; wataknya ‘sareh’, cocok dipentingkan daripada isinya. untuk cerita yang seenaknya. Menurut Karsono (1992: 21-43), 2. Watak atau Karakter dari tiap-tiap jenis santai dan jenaka tapi berisi untuk tembang dalam Macapat bervariasi: mengungkapkan nasehat yang ringan. a. Dhandhanggula; wataknya luwes dan menyenangkan sehingga cocok h. Durma; wataknya ‘sereng’, nafsu, dan untuk segala hal. Digunakan untuk ‘gregetan’. Cocok untuk cerita perang. membuka dan menutup karangan. Menurut Karsono (1992: 21-43), Menurut Karsono (1992: 21-43), wacana yang bermakna keras, bengis, membingkai wacana yang bermakna kasar, atau nasehat/peringatan keras. pada satu harapan atau tujuan yang baik. i. Maskumambang; wataknya sedih, kecewa, dan mengerikan. Cocok b. Sinom; wataknya ‘canthas’ dan ‘ethes’, untuk cerita kesedihan. Menurut cocok untuk memberi petuah dan Karsono (1992: 21-43), bersifat lara, biasa juga digunakan untuk menutup prihatin, dan iba. karangan. Menurut Karsono (1992: 21-43), berdialog dengan penuh j. Megatruh; wataknya sedih, kecewa. persahabatan untuk melahirkan Cocok untuk menggambarkan cinta kasih dan untuk menyampaikan kesedihan. amanat atau nasehat. k. Gambuh; wataknya persaudaraan dan c. Kinanthi; wataknya ‘sumanak’ dan cocok untuk memberi petuah. menyenangkan. Cocok untuk atur pambagya, piwulang, atau sebagai 3. Sasmita dalam Tembang Macapat juga pembuka cerita. Menurut Karsono bervariasi. Istilah sasmita ini berasal dari (1992: 21-43), mengandung makna bahasa Kawi yang berarti semu, tanda, bercumbu rayu, memberi nasehat atau pasemon (Wardimin, 1991: 155). ringan, dan membeberkan hati yang Sasmita, selain digunakan langsung riang. dalam lirik atau syair tembang, bisa juga digunakan dalam wasana (suasana) cerita d. Asmaradana; wataknya sedih, yang digambaran dalam pupuh tembang prihatin, dan kasmaran. Cocok dan tersebut. Variasi tersebut yakni: biasa digunakan untuk kisah cinta. a. Dhandhanggula; manis, memanise, Menurut Karsono (1992: 21-43), sarkara, artati, dhandhang, dll mempunyai sifat sedih atau perasaan b. Sinom; kanoman, ngenomi, taruna, yang mendalam karena api asmara weni, pangrawit, srinata, roning atau untuk merayu. kamal, dll Edisi Budaya | 573

c. Kinanthi; kanthi, kekanthen kaprawiran dèn kèsthi | pêsunên sariranira | gandheng, ginandheng, dll cêgahên dhahar lan guling || d. Asmaradana; kingkin, brangta, Asmaradana brangti, wuyung, asmara, kasmaran, dll padha nêtêpana ugi | kabèh parentahing sarak | têrusna lair batine | salat limang wêktu e. Pangkur; pungkur, mingkur, wuntat, uga | tan kêna tininggala | sapa tinggal dadi kawuntat, wuri, dll gabug | yèn mingsih rêmên nèng praja || f. Mijil; mijil, wijiling, mios, metu, dll Pangkur g. Pocung; kaluwak, wohing pocung. h. Durma; ngunduri, durcara, duraka, kang sêkar pangkur winarna | lêlabuhan kang kanggo wong ngaurip | ala lan bêcik durmuka, dll puniku | prayoga kawruhana | adat waton i. Maskumambang; kentir, timbul, puniku dipun kadulu | miwah ta ing tatakrama | dèn kaèsthi siyang ratri || kumambang j. Megatruh; pegat, duduk, anduduk Mijil k. Gambuh; tumambuh, anggambuh, poma kaki padha dipun eling | ing tambuh-tambuh, dll pitutur ingong | sira uga satriya arane | kudu antêng jêtmika ing budi | ruruh sarwa wasis | Contoh Tembang Macapat samubarangipun || Contoh Tembang Macapat ini dikutip dari Pocung Sêrat Wulang Rèh yang disusun oleh Sunan Pakubuwana IV: wong sadulur nadyan sanak dipun rukun | aja nganti pisah | ing samubarang karsane Dhandhanggula |[6] padha rukun dinulu têka prayoga || pamêdhare wasitaning ati | cumanthaka Durma aniru pujôngga | dahat mudha ing batine | nanging kêdah ginunggung | datan wruh dipun sami ambanting sariranira | cêgah yèn akèh ngèsêmi | amêksa angrumpaka | dhahar lan guling | darapon sudaa | nêpsu basa kang kalantur | tutur kang katula-tula kang ngômbra-ômbra | rêrêma ing tyasirèki | | tinalatèn rinuruh kalawan ririh | mrih dadi sabarang | karsanira lêstari padhanging sasmita || Maskumambang Sinom nadyan silih bapa biyung kaki nini | ambêke kang wus utama | tan ngêndhak sadulur myang sanak | kalamun muruk tan gunaning janmi | amiguna ing aguna | bêcik | nora pantês yèn dèn nuta || sasolahe kudu bathi | pintêre dèn alingi | bodhone dinèkèk ngayun | pamrihe dèn inaa | Gambuh mring padha-padhaning janmi | suka bungah dèn ina sapadha-padha || sêkar gambuh ping catur | kang cinatur polah kang kalantur | tanpa tutur katula-tula Kinanthi katali | kadaluwarsa katutuh | kapatuh pan dadi awon || (Dawam Multazam) padha gulangên ing kalbu | ing sasmita amrih lantip | aja pijêr mangan nendra | ing [Dawam Multazam] Sumber Bacaan Setiyadi, Putut. 2012. “Pemahaman Kembali Local Wisdom Etnik Jawa dalam Tembang Macapat dan Pemanfaatannya sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti Bangsa”, dalam Magistra No. 79 Th. XXIV Maret 2012 Sastrodiwirjo. 2008. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. Surabaya: Karunia. Suwardi. 2008. Wawasan Hidup Jawa dalam Tembang Macapat Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 16 dan 17. 1991. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka. Mardimin, Yohanes. 1991. Sekitar Tembang Macapat. Semarang: Penerbit Satya Wacana. Madyaratri, Juniarti. 2001. Suntingan Teks dan Analisis Metrum Tembang Naskah Koleksi Bambang Irianto. Skripsi Universitas Indonesia. Darnawi, Soesatyo. 1982. A Brief Survey of Javanese Poetics. Jakarta: PN Balai Pustaka 574 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tepung Tawar Di beberapa daerah dalam kawasan bulan), naik haji bahkan menyambut tamu. kebudayaan Melayu, istilah Tepung Sehingga makna Tepuk Tepung Tawar yang Tawar ini disebut juga dengan tepuk sesungguhnya adalah rasa terima kasih dan Tepung Tawar yang secara harfiah berarti syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tepuk menepuk-nepukkan bedak pada punggung Tepung Tawar tidak lain bermakna sebagai telapak tangan dan telapak tangan lalu sebuah wujud doa kepada Allah Yang Maha ‘merenjis-renjiskan’ (memercikkan) air mawar Kuasa sebagai perlambang dalam mencurahkan pada orang yang akan dilumuri tepung tawari, rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas dan dilengkapi dengan menabur-naburkan keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan bunga rampai, beras putih, dan beras kuning dilaksanakan. ke seluruh badan orang yang bersangkutan atau yang ‘ditepung tawari’, kemudian diakhiri Dalam pelaksanaannya, bahan-bahan dengan doa oleh alim ulama. yang digunakan dalam Tepung Tawar terdiri atas ramuan penabur dan ramuan perenjis: Dalam praktiknya, tepung tawar dilakukan untuk mengikhlaskan bahwa semua kegiatan 1. Ramuan penabur akan menjadi tawar dalam pengertian tidak ada yang tidak suka, dan tidak enak, dan Bahan-bahan yang digunakan pada segala bentuk ketidak ridhaan lainnya. Dengan ramuan penabur ini terdiri dari beras demikian, kalau tepung tawar dilaksanakan putih, beras kuning, bertih (padi di dalam pesta perkawinan misalnya, maka digoreng), bunga rampai, dan tepung semua yang melakukan tepung tawar secara beras. Bahan-bahan ini ketika proses tulus telah ikhlas memberi restu kepada kedua Tepung Tawar dilakukan, diletakkan di mempelai. atas pahar (dulang tinggi) dan wadah terpisah. Secara simbolik, bahan-bahan Selain bermakna memohon doa restu yang digunakan dalam ramuan penabur dari hadirin, tepung tawar juga bermakna ini memiliki makna sebagai berikut: beras menghindarkan diri dan keluarga dari putih berarti lambang kesuburan, beras marabahaya, menghadirkan kegembiraan atau kuning berarti suatu kemajuan yang baik, kesenangan, serta membuang penyakit (Ishak bunga rampai bermakna keharuman Thaib, 2009:63 dalam Hulul Amri 4). nama, sedang tepung beras memiliki arti kebersihan hati. Dalam masyarakat Melayu Riau, tradisi tepung tawar begitu bermakna, karena 2. Ramuan Perenjis dalam setiap pelaksanaan sebuah acara yang dilakukan selalu diiringi dengan acara Bahan-bahan yang digunakan pada Tepuk Tepung Tawar seperti pada upacara ramuan perincis dalam Tpung Tawar perkawinan, khitanan, pemberian nama bayi terdiri atas semangkuk air, segenggam yang baru lahir, menaiki rumah baru, menaiki beras putih dicampur jeruk purut (limau kendaraan baru, nempah bidan (menujuh mungkur) yang diiris-iris, ditambah dengan satu ikat daun yang terdiri atas Edisi Budaya | 575

Sumber: http://buletinborneo.blogspot.co.id/ misalnya bahan untuk perenjis (daun setawar, daun sedingin, daun rubu-ribu, daun sepulih, 7 macam daun yaitu: daun kalinjuhang daun juang-juang, daun ganda rusa dan daun (lambang tenaga magis kekuatan ghaib), ati-ati) diganti dengan daun pandan, daun daun pepulut atau pulutan (lambang ganda rusa dan daun ribu-ribu saja.Ketiga jenis kekekalan sesuai sifatnya yang lengket), daun yang terakhir ini lebih mudah ditemukan. daun ganada rusa (lambang perisai gangguan alam), daun jejeruan (lambang Proses Pelaksanaan Tepung tawar kelanjutan hidup sebab sukar dicabut), daun sepenuh (lambang rezeki), daun Orang yang hendak ditepung tawari sedingin (lambang menyejukkan, biasanya didudukkan pada tempat khusus. ketenangan, kesehatan), rumput sambau Kalau dalam prosesi pernikahan, Tepuk Tepung dan akarnya (lambang pertahanan karena Tawar dilaksanakan pada saat mempelai akarnya sukar dicabut). Di sumber lain duduk satu-satu dan ada pula ketika kedua disebutkan bahwa daun-daun yang mempelai duduk berdua sekaligus. Dilakukan digunakan yaitu daun setawar, daun dengan duduk satu-satu pertimbangannya sedingin, daun ribu-ribu, daun sepulih, bahwa kedua mempelai belum melaksanakan daun juang-juang, daun ganda rusa dan mahar bathin (belum bersatu), sedangkan daun ati-ati. Tepuk Tepung Tawar duduk berdua sekaligus dapat dilakukan dengan pertimbangan kedua 3. Pedupaan mempelai sudah menikah. Dalam acara Tepung tTawar juga Adapun tata cara menepuk Tepung disediakan pedupaan (dupa) tempat Tawar yaitu yang pertama dengan mengambil kemenyan atau setanggi dibakar yang sejemput beras kunyit, beras putih dan tujuannya hanya untuk memberikan bertih lalu ditaburkan melewati atas kepala, keharuman. ke bahu kanan dan kiri dan pengantin maksudnya sebagai ucapan selamat dan Dalam praktiknya di beberapa daerah, karena pertimbangan ketersediaan, bahan- bahan bisa digantikan dengan bahan lainnya, 576 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Sumber: https://www.flickr.com/photos/najeep/2151036898 bersifat ganjil contoh Asmaul Husna, jumlah lafaz zikir. Tidak jarang lantunan salawat gembira. Beras kunyit (beras kuning) warna kepada Nabi Muhammad SAW dibacakan kuning melambangkan raja/sultan, lambang ketika prosesi Tepung Tawar berlangsung. kebesaran dan mempunyai makna keagungan dan kebesaran Melayu. Pada saat ini dilafazkan Di beberapa daerah Melayu di Riau bisa Shalawat Nabi 1 kali, ramuan penabur boleh ditemukan bacaan syair ketika prosesi Tepuk ditabur satu-satu atau digabung sekaligus. Tepung Tawar berlangsung, seperti di bawah ini: Yang kedua dengan mengambil (mencecahkan daun perenjis dalam air tepung Tepung tawar untuk penawar tawar lalu ditepukkan (direnjis) di atas dahi Supaya hidup tidak bertengkar (kening), maksudnya berfikirlah sebelum Wabah penyakit tidak menular bertindak, bahu kanan dan kiri maksudnya Semua urusan berjalan lancar memikul beban dan rasa tanggung jawab, lalu belakang telapak tangan kanan dan kiri Tepung tawar berberas bertih (dengan posisi telapak tangan pengantin Supaya hati menjadi pengasih telungkup) maksudnya dalam mencari rezeki Tabah menahan pahit dan pedih hendaklah berikhtiar dan berusaha dalam Sampai tua sayang berlebih menjalankan bahtera kehidupan. Tepung tawar berdaun sedingin Yang ketiga mengambil sebutir telur lalu Supaya selamat kedua pengantin menggolekkan, meletakkan sebentar di bibir Imannya teguh bekerja pun rajin pengantin dan diputar di sekitar muka (wajah) Mau bersusah tahan berlenjin pengantin dan kemudian telur tersebut diletakkan di tempatnya kembali maksudnya Tepung tawar berberas kunyit meneruskan keturunan dan ketulusan hati Supaya menjauh segala penyakit yang sakinah mawaddah warrahmah. Berlapang dada di dalam sempit Mensyukuri nikmat walau sedikit Yang keempat dengan mengambil sejumput inai yang berada pada semberip kecil Tepung tawar berbunga rampai (dulang atau talam berkaki) lalu dioleskan Supaya niat semuanya sampai di telapak tangan kanan dan kiri yang telah Dikasihi oleh sahabat handai dialasi dengan bantal. Posisi tangan pengantin Berumah tangga rukun dan damai telentang maksudnya menandakan mempelai perempuan sudah berakad nikah dan diakhiri Tepung tawar berbeas basuh dengan doa selamat sebagai penutup agar Supaya hidup tidak berumusuh mendapatkan berkah dari Allah SWT. Mana yang buruk akan menjauh Berumah tagga takkan bergaduh Tepuk Tepung Tawar biasanya dilakukan oleh 3 orang, 5 orang dan 7 orang (dalam Tepung tawar mengandung inai hitungan ganjil). Makna dari hitungan ganjil Balak dan bala tidakkan sampai yaitu karena Allah menyukai hal-hal yang Niat terkabul hajat pun sampai Sehingga mati barulah bercerai Tepung tawar menuruti adat Intinya doa memohon rahmat Kepada Allah hati bertobat Supaya sentosa dunia akhirat Edisi Budaya | 577

Tepung tawar kita lakukan Supaya sejahtera suami isteri Bersuami isteri seiring jalan Kalau berpisah bercerai mati. Sampai mati berkasih-kasihan Beranak bercucu ia berkekalan Di kebudayaan Melayu syair memegang kedudukan penting. Karena bentuk sastra Tepung tawar banyak maknanya ini lazim mengandung kisah-kisah yang Doa dan restu ada di dalamnya mengasyikkan atau mengandung nilai-nilai Semoga bahagia rumah tangganya nasihat dan tunjuk ajar yang kental dan bernas. Diridhoi Allah selama-lamanya Para orang tua Melayu masa silam menjadikan syair sebagai bacaan penting dan kebanggaan. Tepung tawar adat sejati Mohon rahmat Ilahi Rabbi [Ismail Yahya] Sumber Bacaan Pusat Rujukan Persuratan Melayu, link online di http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=perenjis Suwira Putra, Makna Upacara Tepuk Tepung Tawar pada Pernikahan Adat Melayu Riau di Desa Pematang Sikek, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, e-journal Jurusan Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIPOL, Universitas Riau, 2014, hlm. 3. Ria Mustika, Analisis Tepuk Tepung Tawar pada Prosesi Pernikahab Adat Melayu Desa Dendun, Kabupaten Bintan, artikel e-journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang, 2013, hlm. 2. Tenas Effendy, Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu, hlm. 15-16, http://malaycivilization.ukm. my/idc/groups/portal_tenas/documents/ukmpd/tenas_42867.pdf Akmal, Kebudayaan Melayu Riau (Pantun, Syair, Gurindam), Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 4, Desember 2015: 161. Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen; sinkritisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta, Narasi, 2006) hlm. 129-135 http/www.insklopedia.com/Pemkab Klaten 578 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tirakat Kata tirakat dalam bahasa Indonesia makan selain nasi putih; puasa nglowong, merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu berpuasa pada hari tertentu menjelang yang berasal dari akar kata taraka. Akar hari besar Islam menurut perhitungan Jawa kata ini memiliki makna dasar ‘melepaskan diri Islam, seperti bulan Bakda Besar atau bulan dari sesuatu apa pun’. Dalam bahasa Arab, harta Sura. Selain itu, bentuk tirakat lain yang biasa warisan peninggalan orang yang meninggal dijalani oleh orang Jawa adalah mengurangi disebut dengan tirkah. Dalam bahasa Indonesia, makan, dengan cara makan hanya sekepal kata tirkah ini berubah bunyi menjadi tirakat. nasi untuk jatah makan satu atau dua hari Kata tirakat dalam bahasa Indonesia memiliki dan puasa ngebleng, yaitu berpuasa sambil dua makna; (1) menahan hawa nafsu, seperti mnyendiri dalam ruangan, bahkan jika berpuasa, berpantang, dan (2) mengasingkan diperlukan menyendiri dalam ruangan yang diri ke tempat yang sunyi. Kata serapan ini gelap yang tidak terkena cahaya, atau yang memiliki korelasi makna dengan kata asalnya dikenal dengan patigeni. yang berbahasa Arab. Untuk kategori makna yang pertama, tirakat berarti menahan (melepaskan) Adakalanya tirakat dilakukan pada waktu- diri untuk tidak makan atau melakukan hal waktu yang khusus, semisal menghadapi tugas yang dipantang. Sementara itu, makna yang berat, atau sedang mengalami krisis keluarga, kedua dari tirakat berarti meninggalkan orang karier, atau bahkan sedang menghadapi terdekat untuk menyendiri di tempat yang masalah dengan orang lain, bahkan tirakat sunyi, sebagaimana jenazah meninggalkan kalau diperlukan dilakukan untuk kepentingan harta, keluarga, dan lain sebagainya. Tirakat masyarakat atau negara. Dalam situasi seperti juga identik (sinonim) dengan kata riadat yang itu, tirakat merupakan laku prihatin yang berarti ‘perihal bertapa dengan mengekang hawa sangat penting untuk menghadapi marabahaya. nafsu’, seperti memantang berbagai makanan dan lain sebagainya. Kata riadat ini juga Di samping puasa, bertapa juga merupakan merupakan serapan dari bahasa Arab riyadhah laku tirakat yang dianggap penting oleh yang berarti ‘menundukkan, menjinakkan, dan orang Jawa. Tapa ngalong, yaitu bergantung melatih’. Ketika dikatakan radha al-syakhshu terbalik dengan dua kaki diikat pada dahan al-dabbata berarti ‘seseorang itu menjinakkan sebuah pohon, tapa ngluwat, yaitu bersemadi hewan ternaknya’. di makam leluhur atau orang keramat dalam jangka waktu tertentu, tapa bisu, menahan diri Dalam kebudayaan Jawa, tirakat untuk tidak berbicara dengan orang lain, tapa mendapat tempat sendiri sebagai bagian dari bolot, yaitu tidak mandi dan membersihkan upaya mencapai tujuan-tujuan keagamaan diri untuk jangka waktu tertentu, dan tapa dan penyelesaian berbagai problem hidup. ngramban, yaitu menyendiri di hutan dengan Dalam menjalani tirakat, orang Jawa mengenal hanya makan tumbuh-tumbuhan, tapa berbagai cara atau laku tirakat yang secara ngambang, yaitu merendam diri di tengah lahiriah tampak sebagai upaya secara sengaja sungai selama beberapa waktu, tapa ngeli, yaitu melakukan kesengsaraan. Dalam hal ini, bersemadi di atas rakit dengan membiarkan berbagai laku tirakat yang dikenal dalam diri terhanyut oleh arus air, tapa tilem, yaitu kebudayaan Jawa sebagai berikut. Puasa tidur dalam jangka waktu tertentu tanpa mutih, yaitu berpuasa dengan berpantang makan apa-apa, tapa mutih, hanya makan nasi saja tanpa lauk-pauk, dan tapa mangan, yaitu Edisi Budaya | 579

laku tanpa tidur tetapi boleh makan. Semua terhadap muridnya ini sebagimana peran itu merupakan praktik bertapa yang dikenal dokter terhadap pasiennya. Resep tirakat dalam kebudayaan Jawa. yang diberikan mursyid kepada muridnya pun berbeda-beda sesuai dengan hasil diagnosa Meskipun berbagai bentuk tirakat yang kiai atau mursyid terhadap “gejala penyakit” dikenal dalam kebudayaan Jawa itu sebagian yang dialami muridnya. Untuk yang terbiasa merupakan warisan pra-Islam, namun seiring rakus makanan, biasanya mursyid menyuruh dengan masuknya Islam ke Jawa dan luasnya tirakat puasa; untuk yang suka berdebat, penerimaan Islam di kalangan masyarakat biasanya diperintah untuk tirakat tidak banyak Jawa, berbagai laku tirakat tersebut tidak berbicara; untuk yang gila harta atau jabatan dihilangkan. Mengingat Islam yang masuk biasanya dilakukan dengan cara mengasingkan ke Jawa adalah Islam sufistik, berbagai diri dan zuhud; dan untuk yang suka tidur, laku tirakat itu justru dijadikan instrumen biasanya dilatih untuk terbiasa melek malam. untuk menjalani riyadhah ‘latihan rohani’ sebagaimana yang diajarkan dalam tradisi Pada dasarnya, tirakat ini dilakukan tasawuf. Oleh karena itu, mengingat laku untuk mengendalikan hawa nafsu. Setelah tirakat sifatnya hanyalah instrumen atau melakukan tirakat, diharapkan seseorang yang sarana belaka, maka dalam pelaksanan tirakat melakukannya mencapai tingkatan tertinggi di yang dijadikan acuan adalah ketentuan syariat sisi Allah, dan terhindar dari sifat-sifat buruk atau fikih. Dengan demikian, sepanjang yang mengotori hati. Dalam menjalankan laku tirakat itu tidak bertentangan dengan tirakat, biasanya ada tempat khusus untuk fikih, maka hukumnya juga boleh dilakukan. para murid yang langsung dibimbing oleh Dalam kasus puasa misalnya, selama tidak mursyidnya. Ibnu Ajibah menyebutkan bahwa dilakukan di waktu-waktu yang diharamkan berkumpul bersama orang yang sama-sama puasa, seperti dua hari raya dan hari tasyriq, sedang tirakat dan dibimbing oleh murysid atau selama dari sudut pandang fikih tidak merupakan syarat utama yang paling penting. masuk dalam kategori puasa wishal, yaitu Hal ini karena tasawuf itu memiliki tiga menyambung puasa dua hari atau lebih tanpa pondasi dasar yang sangat penting, yaitu berbuka, maka tirakat dalam bentuk puasa berkumpul dalam satu majelis (al-ijtima’), dengan berbagai jenisnya boleh dilakukan. memperhatikan petuah mursyid (al-istima’), dan meniru perilaku mursyid (al-ittiba’). Sebagai upaya untuk pengendalian diri, di kalangan santri Jawa tirakat merupakan Dalam perkembangannya, tradisi tirakat di manifestasi lokal terhadap riyadhah yang kalangan Muslim Jawa tidak hanya digunakan dikenal dalam tradisi sufi. Dalam konteks dalam konteks menjalani riyadhah sufi, tetapi ini, laku tirakat dimaksudkan untuk juga dilakukan untuk menjalani ilmu-ilmu mengendalikan nafsu dan menyucikannya hikmah, seperti untuk kesalamatan dan dari segala sifat, perilaku, dan perbuatan yang pemenuhan segala hajat dalam hidup, dengan menjauhkan seorang hamba dari Allah. Oleh mengamalkan wirid-wirid tertentu, baik yang karena itu, formula tirakat yang dijalankan bersumber dari Alquran maupun peninggalan oleh santri Jawa itu mengikuti bimbingan kiai ulama dan sufi. atau mursyid tarekat. Peran kiai atau mursyid [Adib M Islam] Sumber Bacaan Ana Katifah, Kepercayaan Masyarakat terhadap Upacara Tradisi Satu Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung, (Semarang: UIN Walisongo, 2014). Fahmi Kamal, Perkawinan Adat Jawa dalam Kebudayaan Indonesia, Jurnal Khasanah Ilmu, Vol V N0 2, September 2014. Ibnu Ajibah, al-Futuhat al-Ilahiyyah, (Mesir: al-Azhar, t,th). Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979). Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1414 H). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, aplikasi luring resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. http://www.nu.or.id/post/read/46505/tradisi-quotmalam-tirakatanquot-tumbuhkan-semangat-persatuan 580 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Topeng Penutup muka atau wajah disebut seni pahat. Terkait dengan budaya, topeng dengan kedok. Topeng merupakan dapat dimaknai sebagai cerminan karakter salah satu ekspresi karya seni tertua dan watak manusia. Bahkan, disebutkan, sepanjang peradaban dunia. Topeng digambar- sejak masa prasejarah, seni topeng sudah ada. (menggambar)-kan sifat-sifat dan karakter Oleh karena itu, kehadiran seni topeng sejalan manusia, sekalipun pada umumnya, raut dengan kehadiran umat manusia, sehingga muka dalam topeng itu dilebih-lebihkan untuk tradisi topeng merupakan kesenian yang ada memperoleh citra yang berkesan. Sebagai di belahan dunia manapun. gambaran karakter manusia, seni topeng ada di belahan dunia manapun. Kesenian sejenis Dalam konteks Nusantara, sejak abad ke- topeng di Indonesia antara lain seni buroq dan 10-11 M. telah dikenal tokoh cerita Panji atau ondel-ondel. Raja-raja pada zaman Raja Lembu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa di Jenggala, di mana Ketika Islam berkembang di Nusantara, wilayahnya meliputi Jawa dan Bali. Topeng topeng juga menjadi bagian dari strategi dakwah merupakan salah satu seni yang diajarkan dan para mubalig, terutama pada era Walisongo. dikembangkan pada saat itu. Tidak heran jika Untuk saat ini, pemaknaan terhadap topeng hingga saat ini, terdapat beberapa daerah yang dan jenis-jenisnya tidak jarang dikaitkan pula masih mengembangkan seni topeng, seperti dengan ajaran-ajaran tasawuf dalam Islam. Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Malang, Topeng bukan sekadar seni atau kebudayaan Madura, dan Betawi. lokal semata-mata, tetapi juga dapat dimaknai dengan tradisi keilmuan dalam Islam. Cirebon merupakan salah satu daerah penting di Indonesia saat ini terkait dengan Asal Usul dan Jenis Topeng topeng dan Islam Nusantara. Pada saat Cirebon menjadi salah satu pusat dakwah Secara harfiah, topeng (mask) adalah Islam, Sunan Gunung Jati sebagai penguasa penutup muka. Dalam pandangan kesenian, Cirebon, bersama Sunan Kalijaga menjadikan topeng dapat disebut sebagai seni tari dan seni wayang dan topeng sebagai tontonan di Keraton, sekaligus juga bagian dari tuntunan Edisi Budaya | 581

dalam dakwah Islam. Dalam Babad Cirebon Menurut tradisi lisan, topeng Cirebon disebutkan, Sunan Panggung adalah pelopor dikembangkan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan dari seni pertunjukkan topeng. Pagelaran Panggung. Keahlian tari topeng diwariskan topeng setelah menjadi kesenian rakyat kepada muridnya, Pangeran Bagusan. semarak dilakukan, seperti pada saat mapag Selanjutnya diwariskan kepada anak-anaknya sri, sedekah bumi, ruwatan, dst. yang tinggal di Bagusan, Trusmi dan Losari. Menurut kepercayaan para ahli topeng di Pertunjukkan tari topeng di Cirebon Cirebon, terdapat 4 (empat) tingkatan; syari’at, mempunyai 5 (lima) jenis; pertama, Panji; tarikat, hakikat dan ma’rifat. Tingkat ma’rifat kedua, Pamindo; ketiga, Rumyang; keempat, ini lebih dekat pada tari topeng Panji. Tingkat Tumenggung; dan kelima, Klana atau Rahwana. Hakikat lebih dekat kepada tari topeng Pamindo Wajah topeng Panji berwarna putih berseri atau Samba. Tingkat tarekat lebih dekat pada menggambarkan kebersihan dan kesucian, tari topeng Tumenggung atau patih. Tingkat bagaikan bayi yang baru dilahirkan, dengan syariat lebih dekat kepada tari topeng Kelana karakter halus dan alim. Tarian topeng Pamindo atau Rahwana. Bagi penari sendiri, tingkatan menggambarkan seseorang yang memasuki tersebut mempunyai karakter dalam dirinya. masa remaja yang cenderung emosional. Wajah topengnya putih berseri dihiasi rambut Tahapan-tahapan tersebut saat ini, keriting (ikal) pada dahinya, dengan karakter memang tidak semua penari topeng dapat genit dan lincah. Tarian topeng Rumyang melakukannya. Kartini (41 tahun) sebagai menggambarkan seseorang yang semangatnya penari topeng dari Losari mengakui hal selalu optimis dan percaya diri. Wajah itu. Dirinya pernah melakukan tahapan- topengnya berwarna orange sebagai peralihan tahapan serupa itu dengan penghayatan yang dari remaja ke masa dewasa dengan karakter mendalam, hanya ada satu tahapan yang belum agak genit bercampur alim. Tarian topeng dilaluinya, yaitu puasa 40 hari 40 malam, tidak Tumenggung menggambarkan seseorang boleh berbuka puasa dan hanya berdiam diri di yang mempunyai kedudukan dan tanggung atas langit-langit rumah sambil memanjatkan jawab sesuai tingkat kedewasaannya. Wajah doa kepada Allah SWT. Tahapan-tahapan yang topengnya berwarna merah, berkumis tipis dimaksud; pertama, mengunjungi makam dengan karakter gagah dan tangguh. Tarian keramat, atau makam nenek moyang untuk topeng Klana atau Rahwana menggambarkan meminta restu agar dapat menari dengan seseorang yang serakah, angkuh, murka, baik; kedua, puasa mutih; ketiga, mandi bunga dan tidak dapat mengendalikan diri atau tujuh rupa, sebagai pensucian seorang penari; gambaran manusia yang selalu berkelana dan keempat, membaca mantra dan doa-doa. dalam kebebasan akibat pengaruh hawa nafsu. Kartini kini mendirikan dan mengembangkan Wajah topeng Klana berwarna merah padam tari topeng melalui sanggar “Purwa Bhakti berkumis tebal menyeramkan dengan karakter Losari” di desa Barisan Kecamatan Losari gagah dan besar. Kelima jenis topeng tersebut Kabupaten Cirebon. disebut dengan “Panca Wanda”. Tari topeng dapat dikatakan mempunyai Topeng dan Pemaknaan Keislaman sifat sakral yang ditunjukkan oleh para dalang topeng dengan mempertunjukkan tarian- Dalam seni tari, tari topeng juga memiliki tariannya. Salah satu sifat sakral itu tercermin beberapa jenis, seperti topeng Panji, topeng dalam doa/mantra yang dibaca. Di antara doa/ Samba, topeng Rumyang, topeng Tumenggung mantranya, sebagai berikut: dan topeng Kelana. Jenis tari topeng lainnya sesuai dengan asal daerahnya, seperti topeng Sumerah maring Allah Cirebon, topeng Bali, topeng Malang, topeng Sakapindo maring Rasulullah Betawi. Kang anane ning wetan Sunuhun Gunung Djati Kang sume kang ana Gunung Djati 582 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Nyi Rangga Asmara syarat-syarat khusus yang Kang anama Sang Hyang harus dipenuhi. Permana Kang ana ing kulon Topeng bagi masyarakat Sang Tunggul Putih Cirebon merupakan kesenian Kang anama Kesamadtullah yang tak terpisahkan dari Kula titip pandita 40 seni lainnya, seperti wayang. Kang asih nikmat ting badan Oleh sebagian budayawan, Kula titip maring Abdulmutalib wayang dipahami masyarakat Cuan lamon ora dijaga bending Cirebon sebagai gambaran Kenang bendunge Allah Ta’ala sareat (syariat), sedang Allahumma bisrokhman topeng gambaran tarekat. Mil suci saking umat Adapun tingkat hakikat ada Kangjeng Nabi Muhammad pada seni Barongan atau Allahuma Sotiamin Berokan, dan makrifat ada di Nyuwun ning Pangeran Bonang ronggeng. Akan tetapi dalam Pangeran Panggung minta diraksa Babad Cirebon, wayang dipahami sebagai Sajabane sajerone panggung syariat, topeng sebagai hakikat, dan ronggeng tetap makrifat. Di balik tari topeng yang sangat indah dan kreatif tidak lepas dari peran seorang Dalam perkembangan mutakhir, topeng dalang topeng. Topeng memang tidak berbeda juga tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dengan wayang, di mana wayang tidak mungkin dan kesenian kontemporer, seperti ondel- bergerak tanpa ada dalang. Begitupun dengan ondel di Betawi dan seni buroq di Cirebon. penari topeng, maka dalang topeng itu penari Pertunjukkan seni buroq dalam praktiknya sendiri. Dalang topeng dapat menjadi guru dari mirip dengan ondel-ondel di Betawi, di mana para penari topeng lainnnya yang belum sampai kesenian tersebut diperagakan di tengah pada tingkatan dalang. Oleh karena itulah keramaian sebagai tontonan umum sambil dalang topeng, tidak bisa dilepaskan dari musik- mengelilingi kampung, seperti tasyakur musik yang mengiringinnya. Dalang topeng sunatan (khitan), 17-an, Syawalan, dst. Kedua ini disebut juga sebagai seorang pendakwah seni tersebut, sekalipun bukan tari topeng Islam dalam sejarah penyebaran Islam pada yang dikenal selama ini, tetapi menjadi masa kewalian. Pada awalnya tidak semua kesenian serumpun dengan topeng. Dengan orang dapat menjadi penari topeng, karena ada model kesenian semacam itu, topeng lebih dikenal lagi oleh masyarakat luas dengan keragamannya. [Mahrus el-Mawa] Sumber Bacaan Dahuri, Rokhmin, dkk., Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon. Jakarta: PPNRI, 2004. Habibah, Sri. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Keseharian Penari Topeng (Studi Tokoh Ibu Kartini Penari Topeng Losari Cirebon Jawa Barat)”, Tesis. Cirebon: ISIF, 2014 Hamidah, Dedeh Nur. “Pengaruh Tarekat Tari Topeng Cirebon”. Laporan Hasil Penelitian. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati, 2010. Sumardjo, Jakob. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta, Qalam: 2002. Ross, Laurie Margot. Journeying, Adaptation, and Translation: Topeng Cirebon at the Margins. New York: New York University, 2002. Sumber Gambar https://mulpix.com/post/1120225097409522423.html https://saputra7376.wordpress.com/2014/07/18/topeng-cirebon/ http://mytopenglosari.blogspot.co.id/2015/09/mengenal-ibu-kartini.html Edisi Budaya | 583

584 | Ensiklopedi Islam Nusantara

U Ulih-Ulihan



Ulih-Ulihan Mulih (pulang) adalah sesuatu yang Tradisi ulih-ulihan memang sangat kental sangat dirindukan bagi setiap terutama bagi orang Jawa pesisiran, baik dari insan yang sedang mengembara. kalangan santri maupun kejawen. Kebanyakan Namun Ulih-ulihan bukan sekadar pulang orang Jawa pesisiran masih sangat percaya (mulih) dalam pengertian kembali dari suatu dengan konsep kadang papat limo pancer (empat perjalanan jauh lalu pulang ke rumah. Ulih- saudara, yang kelima sebagai pusatnya). ulihan ada hubungannya dengan prosesi Empat saudara pancer itu adalah: (1) sirrullah omah-omah (mendirikan rumah) impian untuk (sir), yaitu keinginan yang kuat karena adanya sebuah hunian jangka panjang. niat (sir); (2) nurullah, yakni pembimbing niat berupa wahyu, pengetahuan; (3) rohullah, Kata ulih-ulihan, memang berasal dari adalah semangat jiwa yang kuat; (4) jalullah, bahasa Jawa, mulih, yang berarti pulang. merupakan aba-aba dalam bertindak. Keempat Namun ulih-ulihan sudah menjadi tradisi Jawa saudara manusia tersebut akan bergerak sebagai prosesi upacara atau ritual budaya tergantung pada pancer, dalam arti watak dan yang khas bagi calon penghuni rumah yang kepribadian (Endraswara, 2016: 17). baru saja selesai dibangun. Ritual ini sebagai wujud ekspresi kesiapan calon penghuni Ritual ulih-ulihan dalam hal ini adalah rumah ketika rumah yang dibangunnya sudah sebagaiupayapenguatanwatakdankepribadian siap dihuni. yang tangguh dengan menggunakan sarana perabotan rumah tangga dan ubarampe Ulih-ulihan menjadi salah satu ritual sesajian sebagai media komunikasi dengan dalam tradisi Islam Nusantara terutama di Sang Pencipta agar menjadi lebih dekat Jawa, sebagai wujud kesadaran transendental dan makrab dalam menyampaikan pesan bahwa menempati sebuah hunian bukan kepada Sang Pencipta. Semua itu merupakan sekedar pindah lahiriah saja, namun dimensi simbol dalam menggapai hidup sejati, dalam batin jauh lebih penting untuk dikondisikan. mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Apalagi kebanyakan orang Jawa juga sangat tujuan akhir hidupnya. percaya dengan adanya makhluk halus (alam ghaib). Maka sering dikenal ada tempat wingit Ulih-ulihan sekaligus akan mempertegas atau angker, yaitu, suatu tempat yang diyakini bahwa setiap saat manusia akan senantiasa dihuni oleh makhluk ghaib (tidak tampak memiliki kerinduan untuk mulih (kembali), oleh mata orang biasa), tapi berpengaruh tempat mulih yang sementara adalah rumah pada kehidupan manusia. Maka untuk yang akan dihuni tersebut, sedangkan mulih mengurangi ketakutan atau menjinakkan yang sejati adalah kembali kehadirat Allah makhluk-makhluk halus yang mengkin SWT untuk selama-lamnya. Inilah yang dalam pernah menghuni tempat di mana rumah itu pandangan hidup Jawa disebut sebagai sangkan dibangun, maka dilakukan ritual ulih-ulihan paraning dumadi (ingat asal dan tujuan hidup). dengan berbagai doa dan pujian kepada Allah Ungkapan Jawa ini mengandung nasihat agar SWT dengan suatu prosesi ritual yang sarat seseorang selalu waspada, hati-hati, serta eling dengan pesan moral (Santoso, 2000; Said, (ingat) terhadap sangkan (asal) manusia dan 2012: 92-93). paran (tujuan akhir) dari perjalanan manusia Edisi Budaya | 587

agar manusia tetap eling (ingat) dan waspadha upaya mengaktifkan kesadaran batin dalam (waspada) terhadap perjalanan hidupnya. menempuh hidup baru pada hunian yang baru Hal ini sekaligus membangun kesadaran tersebut. bahwa urip ana sing nguripake (hidup ada yang menghidupkan), urip mung mampir ngombe Persiapan Ubarampe dalam Ulih-ulihan (hidup hanya ibarat numpang minum) yang bermakna hidup di dunia hanya sementara Memang tidak secara ketat ubarampe (Susetyo, 2016: 55). harus ada, tetapi setidaknya ada 2 (dua) kelompok ubarampe yang biasanya disiapkan, Kesadaran mulih (pulang) juga sudah yaitu ubarampe ketika proses boyongan pindah terukir dalam tembang Dhandanggula warisan dari orang tua (rumah lama) ke rumah baru dan para leluhur yang sampai sekarang masih terus ubarampe ketika slemetan saat sudah sampai dilestarikan: di rumah yang baru. Ubarampe yang harus tersedia dalam prosesi boyongan biasanya Kawruhana sejatining urip berupa alat-alat rumah tangga utama yang Urip ana jroning alam donya mewakili kebutuhan hidup dalam keluarga Bebasane mampir ngombe yaitu berupa sapu lidi, lampu teplok, tikar/ Umpama manuk mabur sajadah, bantal-guling, ember, wajan, serok Lunga saka kurungan neki dan sejenisnya. Pundi pencokan benjang Awja kongsi kaleru Ubarampe sebagaimana tersebut di atas Umpama lunga sesanja mewakili perabot dari 5 (lima) fungsi utama Najan-sinanjan ora wurung bakal mulih rumah yang tidak boleh dilupakan yaitu yaitu: Mulih mula mulanya (1) palenggahan yakni tempat menerima tamu atau sering disebut (jogo satru); (2) (Ketahuilah sejatinya hidup, pakiwan, yaitu tempat bebersih berupa Hidup di dalam alam dunia, sumur, kamar mandi, tempat wudlu dan Ibarat perumpamaan mampir minum, pembuangan akhir; (3) pawon, yakni berupa Seumpama burung terbang, dapur tempat mempersiapkan makanan sehat Pergi dari kurungannya, yang dibutuhkan oleh anggota keluarga; (4) Di mana hinggapnya besok, pesholatan, yakni ruang sembahyang (sholat) Jangan sampai keliru, untuk bermunajat kepada Allah SWT; (5) Umpama orang pergi bertandang, peturon, yakni kamar tidur, ruang istirahat Saling bertandang, yang pasti bakal pulang, untuk memulihkan segala kepenatan yang ada. Pulang ke asal mulanya) Sementara ubarampe kelompok kedua Sungguh indah kesadaran mulih dalam adalah untuk kepentingan slametan atau tradisi Islam Nusantara, yang antara lain bancakan dengan berbagai pilihan mulai dari dituangkan dalam berbagai karya sastra yang paling sederhana berupa empat cawik/ tembang Jawa. Kesadaran batin yang penuh cawan bubur merah putih atau versi yang lebih dengan nilai-nilai Islam tersebut tidak hanya lengkap berupa ingkung, yakni masakan opor berhenti pada tataran ide. Ibarat iman tak ayam jago yang masih utuh sebagai sarana sekedar diucapkan (iqrarun billisan), tetapi manaqiban atau rasulan setelah rombongan dibenarkan dalam hati (tas}diqun bil qalbu) dan boyongan sudah sampa rumah baru yang dilakukan dengan tindakan (‘amalun bil arkan). ditempati. Seringkali juga dilengkapi dengan persembahan tumpeng dengan tujuh macam Maka sejak berhuni yakni ketika lauk-pauk dan kuluban dari berbagai dedaunan memulai menempati rumah baru, orang- khas kampung. orang Jawa ingin meneguhkan kesadaran batin yang indah tersebut melalui suatu ritual Empat cawan bubur merah putih yang dikenal dengan ulih-ulihan. Dengan diasosiakan sebagai simbol keberanian (warna demikian ulih-ulihan bisa dikatakan sebagai 588 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merah) dalam menegakkan kebenaran (warna sebagai pengiring bersiap-siap untuk boyong/ putih). Sedangkan jumlah empat bubur pindah ke rumah baru. Kalau jaraknya dekat, sebagai wujud asosiasi atas empat sahabat maka dilakukan dengan jalan kaki, tapi kalau Nabi atau empat mazhab sebagai pedoman jaraknya agak jauh, bisa diantar dengan dan teladan dalam aqidah dan syariah Islam kendaraan. Namun ketika sudah mau sampai yang telah menghantarkan risalah Nabi akan turun dan bersamarombongan berjalan Muhammad SAW kepada umat manusia kaki. di dunia. Sedangkan bubur yang lengket diharapkan bisa merekatkan persaudaraan Dengan iringan bacaan dalam keluarga hingga akhir hayat. Sedangkan kuluban, diasosiakan dari bahasa Arab Qulubun bismillahirrahmanirrahim atau pembacaan jamak dari qolbun yang bermakna hati, dan diasosiasikan agar senantiasa bisa menjaga surat al-Fatihah, calon penghuni diiring kesucian hati dalam hidup berumah tangga. Dalam Islam, hati adalah kompas kehidupan, beramai-ramai (diantarkan) oleh sanak kalau hatinya bersih dan sehat (qalbun salim) maka akan membuahkan perilaku yang baik. saudara, sahabat dan tetangga dari tempat Sebaliknya kalau hatinya kotor/sakit (qalbun marid), maka perilaku yang bersangkutan juga asal (orang tuannya) menuju rumah baru menjadi jahat alias munkar, yang hendak dihuninya. Dalam tradisi ulih- Ingkung ayam jago diasosiakan sebagai semangat njungkung (bersujud) dalam ulihan ini semua anggota keluarga yang akan beribadah kepada Allah SWT antara lain mengubur sifat sok jagoan (takabbur) menempati rumah tersebut harus ikut bersama sebagaimana sifat ayam jago, yang selalu berkokok mencari lawan. Sifat ayam jago rombongan dengan membawa sejumlah juga sering berganti-ganti pasangan, bahkan ketika babon sedang mengeram juga ayam jago barang-barang sebagai ekspresi simbolik bagi masih mencari pasangan untuk melampiaskan nafsunya. Sifat-sifat kebinatangan seperti calon penghuninya. Barang-barang tersebut itu harus dihindarkan dan dikubur jauh-jauh agar tercipta keluarga yang harmonis, bahagia antara lain berupa; sapu lidi, lampu teplok, dunia dan akhiratnya. tikar/sajadah, wajan dan serok, bantal-guling Prosesi Ritual Ulih-ulihan dan Pemaknaannya dan sejenisnya. Sebagaimana ritual tradisi Jawa lainnya, Sejumlah ubarampe yang dibawa tadi pelaksanaan ulih-ulihan juga didasarkan pada diasosiakan bahwa setiap anggota keluarga hari yang terpilih dan atas petunjuk dari perlu memiliki peran sesuai ubarampe yang sesepuh atau kiai kampung yang dianggap dibawanya tanpa memandang jenis kelamin memiliki pengetahuan tentang pithungan Jawa ubarampe meliputi minimal lima fungsi atau minimal mendapatkan restu darinya. rumah sebagaimana disebutkan di atas yakni: Pelaksanaannya biasa dilakukan setelah salat (1) palenggahan, (2) pakiwan, (3) pawon, (4) Magrib di rumah lama yakni rumah di mana pesholatan, (5) peturon. Setiap anggota keluarga yang semuala disinggahi sementara bersama perlu bertanggung jawab dan memerankan diri orang tua. Sehabis Magrib, semua anggota sesuai tugasnya agar rumah bisa bermanfaat keluarga shohibul hajah yakni suami, istri dan dan berfungsi secara maksimal dengan saling anak, yang diikuti sebagian anggota keluarga asah, asih dan asuh. Begitu sampai di rumah yang akan dihuni, calon penghuni langsung disambut oleh sebagian anggota keluarga lainnya yang sudah terlebih dahulu tiba di rumah tersebut. Maka dengan ucapan salam; assalamu’alaikum, calon penghuni memasuki rumah. Di teras rumah tersebut, sang ibu, bapak, kakak atau nenek yang sudah lebih awal berada di rumah baru tersebut menjawab salam dan menyapukan sapu yang dibawanya di lantai sebagai ekprresi simbolik pembersihan diri dari segala kotoran, baik lahir maupun batin. Pada rumah tradisional Jawa, ekspresi simbolik pembersihan diri dari segala kotoran dilakukan dengan cara singgah Edisi Budaya | 589

di pakiwan, yakni kamar mandi dan padasan salah satu anjuran dalam doa menjelang tidur yang biasanya terletak dekat sumur di depan adalah: “Dengan menyebut nama-Mu, Ya Allah, rumah sebelah kiri. aku hidup dan dengan menyebut Nama-Mu aku mati.” Sementara doa setelah tidur adalah: Begitu jiwa dan raga dianggap suci maka “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami kepala keluaga dengan membawa lampu teplok kembali setelah mematikan kami dan kepada-Nya sebagai simbol penerang kehidupan dalam (kami) akan dibangkitkan.” keluarga mulai memasuki rumah. Dengan lampu teplok tersebut diharapkan kepala Maka ketika dalam boyongan ulih-ulihan keluarga harus selalu ingat bahwa dirinya harus membawa bantal guling, hal itu sesungguhnya mampu menempatkan diri sebagai “lampu memberi pesan kepada calon penghuni rumah penerang” sehingga selalu mencerahkan bagi agar sejak menempati hunian baru tersebut keluarganya sehingga terbangun keluarga yang seluruh keluarga justru harus menjadi keluarga harmonis dan rukun. yang cerdas, yakni selalu ingat akan kematian, itulah fungsi rumah sebagai peturon (pesarean), Sementara tikar dan sajadah biasanya tempat mempersiapkan diri dengan bekal dibawa oleh anak-anaknya yang turut serta secukupnya, dan sebaik-baik bekal adalah mengikuti jejak ayah ibunya pada saat mulai taqwa. menghuni rumah baru. Dibawanya tikar dan sajadah adalah sebagai ekspresi simbolik Anak-anak juga harus turut setia bahwa di rumah tersebutlah para penghuninya mengikuti visi kedua orang tuanya yang telah siap menggelar pentas kehidupan dengan memiliki landasan yang kuat. Maka semua penuh semangat dan harapan sebagai sarana anak juga ikut boyongan dengan membawa untuk bersujud kepada Allah SWT. Kehidupan perangkat rumah tangga masing-masing di rumah laksana sajadah panjang yang digelar sebagai bentuk dukungan dan kekompakan oleh orang tua sehingga tiada hari tanpa sujud dalam keluarga. Maka rumah di samping atau ibadah kepadaNya. sebagai tempat memulihkan (mulih) tenaga dan pikiran bagi keluarganya setelah seharian Ubarampe seperti wajan, serok (alat menjalankan rutinitas hidup, rumah juga penggoreng) dan ember dibawa oleh anggota dijadikan sebagai “madrasah” (tempat belajar) keluarga yang lain sebagai pesan bahwa sejak untuk menemukan kesejatian hidup yang saat menempati rumah baru maka dapur siap hakiki. mengepul, siap mandiri dalam mensajikan kebutuhan makan keluarga, tidak lagi Begitu semua sudah hadir di rumah menggantungkan kepada orang tua. Tekad yang baru tersebut, maka acara dilanjutkan sudah bulat dalam menyediakan kebutuhan dengan do’a bersama, yang dipimpin oleh makan dan minum secara mandiri. seorang kiai kampung dengan diikuti oleh para hadirin yang ada. Sebelum berdoa terkadang Sedangkan anggota keluarga yang didahului dengan pembacaan Manaqib Syekh membawakan bantal guling memberi isyarat Abdul Qadir Jilani, sebagai wujud cinta kepada bahwa salah satu fungsi rumah adalah untuk kekasih Allah SWT dan tawasul kepadanya. peturon (tempat tidur) yang dilambangkan Do’a yang dibacakan oleh kiai biasanya dengan bantal guling. Tidur dalam bahasa berbahasa Arab yang berisi harapan bersama krama adalah sare. Paturon maknanya agar calon penghuni tersebut diberkahi oleh sama dengan pesarean, tempat tidur, untuk Allah serta mendapatkan limpahan rahmat melepaskan segala kepenatan lahir dan batin. dan kasih sayang dari-Nya, sehingga keluarga Pesarean juga bermaka kuburan. Tidur dalam dan generasi yang terbangun di dalam rumah Islam juga sering disebut sebagai kematian tersebut menjadi sosok keluarga yang sakinah yang menunjukkan hubungan dekat diantara (ketenangan), mawaddah (kasih) dan rahmah keduanya, hingga tidur seolah adalah saudara (sayang). Keluarga demikianlah yang diidam- kandung dari kematian. Karena saat tidur akal idamkan bersama sehingga dari keluarga yang dan gerakan kita hilang laksana mati. Maka seperti itulah diharapkan tercipta tatanan 590 | Ensiklopedi Islam Nusantara

masyarakat yang sejahtera, damai dan penuh rumah yang sedang bersyukur ampunan dari-Nya yang dalam bahasa Alqur’an atas rumah barunya. disebut baldatun thayyibatun warabbun ghafur (QS. Saba: 15). Pembacaan Salawat al- Barzanji dan juga Manaqib Begitu doa selesai, maka semua ubarampe Syekh Abdul Qodir Jilani, yang berupa makanan dipersembahkan yang di dalamnya sarat kepada semua orang yang hadir dalam ritual dengan kisah-kisah teladan itu, tidak hanya kaum laki-laki tetapi juga Nabi Muhammad SAW, kaum perempuan. Sebagian sajian makanan menunjukkan bahwa nilai- berupa ingkung dan nasi juga dibagikan kepada nilai keteladanan para wali dan tetangga sebelah sebagai wujud solidaritas nabi diharapkan bisa mewarnai sosial dan terima kasih atas gotong royong dalam menjalani biduk rumah dalam mendirikan rumah dari buka tableg, tangga di samping sebagai munggah molo hingga siap dihuni. media komunikasi dalam mendekatkan diri kepada Sementara malam harinya sehabis Isyak, Allah SWT. Dengan begitu biasanya dilanjutkan dengan pembacaan rumah yang ditempati bisa menjadi sarana salawat al-Barzanji, yang dihadiri oleh untuk menenteramkan hati dengan senantiasa undangan dari tetangga terdekat dan remaja eling lan waspada sebagaimana diteladankan masjid atau langgar/mushalla. Biasanya yang oleh para wali, nabi dan Rasulullah SAW. berperan aktif dalam salawat al-Barzanji ini adalah pemuda masjid karena memang Dengan demikian tradisi ulih-ulihan melibatkan beberapa orang dalam pembacaan sebagaimana terurai di atas menunjukkan secara bergantian. Setelah selesai diakhiri bahwa dalam memahami keragaman bahasa dengan doa dan dilanjutkan dengan sajian simbolik membutuhkan kepekaan olah rasa makan sekadarnya sebagai wujud sedekah tuan karena bahannya masih semu (tersamar). Simbol dan ungkapan dalam tradisi Jawa Islam adalah manifestasi pikiran, kehendak dan rasa Jawa yang halus. Sebagaimana ungkapan yang populer, Wong Jawa Nggone Semu. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa orang Jawa dalam memandang realitas tak hanya mengandalkan yang wadhag (kasat mata), namun penuh dengan isyarat atau sasmita (Endaswara, 2016: 24). Untuk bisa memahaminya diperlukan perenungan yang mendalam dan pembelajaran kritis atas rahasia di balik bahasa simbolik dalam kultur Jawa yang merupakan bagian dari warisan budaya Islam nusantara. [Nur Said] Sumber Bacaan Al-Qur’an al Karim Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta: Cakrawala. Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media Utama. Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000. Susetyo, Wawan. (2016). Empat Hawa Nafsu Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi. Edisi Budaya | 591


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook