Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

Published by SMP Negeri 1 Reban, 2022-07-12 13:47:55

Description: BUKU-ENSIKLOPEDI-ISLAM-NUSANTARA-BUDAYA-FULL

Search

Read the Text Version

merupakan susastra yang ditulis pada pencipta seni memandang seni Rampak Bedug masa pemerintah-an Majapahit. Jika benar sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai demikian, berarti bedug telah ada sejak masa (Muna Zakiah, 2014) Majapahit (XIV-XVI Masehi) (Mudzakkir, 2008). Fungsi Rampak bedug: Seni Rampak Bedug Rampak Bedug sebagai sebuah seni Dalam perkembangan selanjutnya, bedug bukan hanya sekadar hiburan yang menjadi tontonan warga masyarakat, lebih dari itu yang wujudnya dapat kita temukan di hampir seni Rampak Bedug memiliki fungsi dan nilai setiap masjid dan digunakan sebagai media yang terkandung di dalamnya, fungsi dan nilai informasi masuknya waktu shalat ini kemudian tersebut antara lain adalah: dijadikan sebagai salah satu model kesenian. Salah satunya adalah kesenian Rampak Bedug. • Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan Kesenian Rampak Bedug adalah kesenian suci Ramadhan dengan alat-alat yang yang menggunakan media bedug yang ditabuh memang dirancang para ulama pewaris secara serempak. Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai pengiring Takbiran dan Kata “Rampak” mengandung arti Marhabaan. “Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa • Nilai rekreasi/hiburan. “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni didengar. Rampak bedug hanya terdapat di yang layak jual. Masyarakat pengguna daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya sudah biasa mengundang seniman Banten (Muna Zakiah, 2014). rampak bedug untuk memeriahkan acara- acara mereka. Pada mulanya seni Rampak Bedug dimaksudkan untuk menyambut bulan suci • “Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis pengembangan dari seni bedug atau seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan karena merupakan suatu kreasi seni yang oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” genial dan mengundang perhatian penonton, hanya bisa dimainkan oleh para pemain maka seni Rampak Bedug ini berubah menjadi profesional. Rampak bedug bukan hanya suatu seni yang “layak jual”, sama dengan dimainkan di bulan Ramadhan, tapi seni-seni musik komersial lainnya. Walau para dimainkan juga secara profesional pada pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/kesenian-rampak-bedug-dari-banten/ merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya. • Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun 42 | Ensiklopedi Islam Nusantara

fungsi masing-masing pemain adalah pelestarian tradisi khas Indonesia. Biasanya sebagai berikut pemain laki-laki sebagai festival ini diadakan di malam hari raya Idul penabuh bedug dan sekaligus kendang Fitri dan diadakan di alun-alun kota atau sedangkan pemain perempuan sebagai kabupaten. Selain sebagai sebuah lomba penabuh bedug, baik pemain laki-laki yang diikuti oleh masyarakat, festival bedug maupun perempuan sekaligus juga sebagai juga merupakan bagian dari upaya menjalin penari (Muna Zakiah, 2010). ukhuwah islamiyyah dan mengandung nilai dakwah. Sejarah Rampak Bedug Bedug Terbesar di Dunia Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada Bedug Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada adalah bedug salah satu bedug peninggalan khususnya, sudah diadakan pertandingan bersejarah yang cukup terkenal. Bedug yang antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak berada di dalam masjid Darul Muttaqien bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis Purworejo ini merupakan bedug terbesar di ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di dunia. Bedug ini merupakan karya besar umat Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini Islam Indonesia. Pembuatan bedug ini atas menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga perintah dari Adipati Cokronegoro I, bupati ke Kabupaten Serang. Purworejo pertama yang terkenal sangat peduli terhadap perkembangan agama Islam. Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam Pada awal mulanya, ia ingin mempunyai seni rampak bedug. Rampak bedug yang sebuah bangunan masjid agung yang terletak berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai di pusat kota alun-alun purworejo. Maka dari hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian itu kemudian di bangunlah sebuah masjid dikembangkan oleh berempat yaitu: Haji Ilen, di sebelah barat alun alun purworejo pada Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian tanggal 16 april 1834 M dan tepatnya hari Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang minggu. Bupati Cokronagoro I memerintahkan dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak pembuatan Bedug dengan ukuran yang luar bedug. Dari mereka berempat itulah seni biasa besar dengan tujuan supaya dentuman rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun bunyi bedug tersebut terdengar sejauh 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok mungkin sebagai panggilan waktu shalat pemain rampak bedug (Muna Zakiah, 2014) umat Islam untuk berjamaah di masjid agung tersebut. Sebagai sebuah kesenian daerah, tradisi rampak bedug merupakan bagian dari upaya Raden Patih Cokronagoro bersama pelestarian terhadap tradisi dan kebudayaan Raden Tumenggung Prawironagoro yang juga daerah setempat. Di tengah gempuran merupakan adik dari Cokronagoro I menjadi modernisasi ini seni Rampak Bedug harus terus pelaksana tugas membuat Bedug besar itu. melakukan inovasi-inovasi dalam mengemas Sama seperti bahan pembuatan masjid seni pertunjukannya agar tetap diminati oleh yang menggunakan kayu jati pilihan, bedug masyarakat sembari tetap mempertahankan besar ini pun juga disepakati untuk dibuat nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dari pangkal kayu jati bang bercabang lima. dalamnya. Daerah tempat asal pohon jati tersebut adalah Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Festival Bedug Purwodadi. Di sejumlah daerah di Indonesia, festival Bedug yang mempunyai nama bedug bedug diselenggarakan di setiap tahun. Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo tersebut Festival bedug merupakan bagian dari upaya mempunyai panjang sekitar 282 cm garis tengah depan 194 cm garis tengah belakang Edisi Budaya | 43

180 cm keliling bagian dan dirawat untuk depan 601 cm keliling mengenang para bagian belakang 564 pembuatnya juga cm dengan jumlah paku perkembangan Islam depan 120 buah dan di tanah Bagelen jumlah paku belakang atau Purworejo nama 98 buah dan lulangnya kabupaten saat ini. dari kulit banteng, Bedug yang sudah menjadikan bedug berusia 177 tahun ini termasyhur dan kini menjadi ikon terkenal di Asia dan Bedug Kyai Bagelen (Bedug Pendowo) kebanggan umat Islam Dunia. Sumber: Koleksi Foto Drs. Eko Riyanto, Widiharto di wilayah Purworejo Sampai sekarang dan akan menjadi saksi bedug pendowo menjadi cagar budaya atau sejarah perkembangan Islam di daerah selatan peninggalan budaya yang harus di jaga wilayah Jawa Tengah. [Jamaluddin Muhammad] Sumber Bacaan Hery Nuryanto, Sejarah Perkembangan Teknologi dan Informasi, Jakarta: Balai Pustaka, 2012 http://www.telusurindonesia.com/menengok-bedug-terbesar-purworejo.html# Hendri F Isnaeni, Tak-Tak-Tak, Dung, Ini Sejarah Bedug, Dung, 2010 http://historia.id/budaya/taktaktak-dung-ini- sejarah-bedug Mudzakkir Dwi Cahyono, Waditra Bedug dalam Tradisi Jawa, 2008 http://nasional.kompas.com/ read/2008/09/24/18422736/waditra.bedug.dalam.tradisi.jawa http://banjarkab.go.id/festival-bedug-tahun-ini-lebih-meriah/ Muna Zakiah, Kesenian Rampak Bedug dari Banten, 2014, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1439/kesenian- rampak-bedug-dari-banten 44 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Berjanjen Istilah Kata kaum Muslim adalah sesuatu yang utama. Bentuk-bentuk bacaan pelantunan shalawat Pada umumnya, hari kelahiran Nabi kepada Nabi Muhammad SAW juga beraneka Muhammad SAW disebut Mawlid, sebuah ragam. Bahkan bukan hanya shalawat- istilah kata yang juga sering berarti shalawat yang dilantunkan, melainkan juga peringatan-peringatan yang diselenggarakan pembacaan biografi beliau. Salah satu bentuk pada hari kelahiran Nabi Muhammad, tanggal pembacaan shalawat dan biografi serta sifat- 12 Rabiul Awwal. Di Jawa, bulan Rabiul Awwal sifat dan perilaku Nabi Muhammad SAW dinamakan bulan mulud (diambil dari kata dikenal dengan istilah barzanjian. maulid, sebuah nama yang menunjukkan bulan kelahiran Nabi). Istilah lain dari Maulid Istilah barzanjian sendiri merujuk kepada adalah milad (hari kelahiran, ulang tahun) dan seorang pengarangnya bernama Syaikh Ja’far partisip pasif mawlud, dari akar kata bahasa bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Arab walada. (Annemarie Schimmel, 1995: Al-Barzanji. Jadi, barzanjen adalah sebuah 200) tradisi pembacaan sirah atau biografi Nabi Muhammad SAW serta sifat dan prilakunya Masyarakat Muslim di berbagai Negara dan disertai dengan pelantunan shalawat- memberikan penghormatan kepada Nabi shalawat dengan menggunakan kitab yang Muhammad SAW dengan beragam cara. Salah disusun oleh Syaikh Ja’far al-Barzanji. satunya adalah dengan memperingati hari kelahiran Nabi yang kemudian di Indonesia Kitab Maulid Al-Barzanji karangan Syaikh dikenal dengan istilah muludan (dari akar kata Ja’far al-Barzanji ini termasuk salah satu kitab mawlid). maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Menurut Schimmel, di Mesir, tradisi Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mawlid terus berlangsung dari zaman mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya Fathimiyyah hingga dinasti-dinasti merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran berikutnya. Para penguasa Mamluk pada abad beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. ke-14 dan 15 biasa memperingati mawlid (pada Keturunan Barzanji (Barzinji) yang umumnya bukan pada tanggal 12 rabiul awwal, menjadikan nama keluarga tersebut menjadi nama yang dikenal luas di Indonesia adalah tetapi tanggal 11) dengan penuh kebesaran di cicitnya, Ja’far Ibn Hasan Ibn Abd al-Karim Ibn Muhammad (1690-1764), yang lahir di pelataran benteng Kairo. (Schimmel, 1995: Madinah dan menghabiskan seluruh usianya di sana. Dia menulis sejumlah karya tentang 201-202) ibadah yangmenjadi sangat populer di dunia Islam pada saat itu, dan di Indonesia sampai Sementara di Indonesia, tradisi peringatan sekarang ini. (Martin, 2015: 31) Nabi Muhammad SAW atau mawlid ini biasanya dengan membaca dan melantunkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dilakukan secara individual maupun berjamaah (komunal). Pembacaan dan pelantunan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW bagi kaum Muslim yang menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah adalah sunnah. Oleh karena itu, pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW bagi Edisi Budaya | 45

Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan Selain kitab barzanji, beberapa kitab untuk meningkatkan kecintaan kepada serupa lainnya yang juga cukup populer di Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah tengah masyarakat Indonesia dan dibaca dalam umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW SAW kegiatan-kegiatan adalah diba’ (yang kemudian dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam popular dengan istilah diba’an), simtuddurar, bentuk puisi dan prosa (nasar lawan dari dliya’ al-lami’, dan kitab-kitab serupa lainnya nadzam) dan kasidah yang sangat menarik. yang berisi tentang shalawat kepada Nabi Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat Muhammad sekaligus biografi sang Nabi dari diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi lahir sampai wafatnya. adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Definisi, Cakupan dan Kompleksitas Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik Istilah bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa Istilah barzanjen (pembacaan maulid pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) barzanji) ini kemudian pada gilirannya ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. merujuk pada sebuah kegiatan pembacaan (4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 maulid Nabi dengan menggunakan kitab tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia barzanji. Sebenarnya tidak hanya kitab ini 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak yang dijadikan pedoman atau kitab yang saat itu hingga umur 62 tahun. dibaca dalam maulid. Terdapat kitab-kitab lain dengan isi yang hampir serupa dengannya Tradisi Barzanjian di Nusantara seperti Diba’, Simtuddurar, atau Syaraf al-Anam, dan kitab-kitab yang berisi sirah dan pujian- Menurut Martin, teks keagamaan yang pujian kepada Nabi Muhammad SAW lainnya. paling populer di seluruh Nusantara, yang hanya kalah populer dengan al-Qur’an, adalah Di Indonesia, pembacaan maulid barzanji karya yang dikenal sebagai barzanji. Sebuah ini dilakukan oleh masyarakat Islam yang sering kitab mawlid yang dibaca oleh masyarakat disebut kelompok tradisionalis. Kalangan Nusantara tidak hanya di sekitar tanggal pesantren dan masyarakat-masyarakat yang 12 Rabi’ al-Awwal, hari kelahiran Nabi masih memegang tradisi yang diwariskan Muhammad SAW., tetapi juga pada banyak leluhurnya masih berpegang teguh melakukan upacara yang lain: pada berbagai upacara yang pembacaan maulid Nabi, meski kalangan lain mengikuti daur kehidupan manusia seperti yang sering disebut modernis dan puritan pemotongan rambut seorang bayi untuk menganggap pembacaan maulid Nabi dalam pertama kalinya (aqiqah), dalam situasi krisis, segala bentuknya adalah sesuatu yang sebagai bagian dari ritual untuk mengusir dianggap mereka sebagai bid’ah. Sesuatu yang setan, atau secara rutin dijadikan sebagai bukan saja tidak boleh dilakukan, melainkan bagian dari wiridan berjamaah yang dilakukan harus dibuang-buang jauh. secara rutin. (Martin, 2015: 22) Perdebatan-perdebatan sunnah vis a Masih menurut Martin, tradisi pembacaan vis bid’ah dalam tradisi pembacaan barzanji dan popularitas kitab barzanji ini merupakan ini hingga kini masih berlangsung. Bahkan sebuah bukti bahwa Islam di Nusantara bisa jadi tidak akan pernah selesai. Sebab memiliki hubungan atau bahkan bisa dikatakan kedua kelompok ini di samping memiliki cara terpengaruh oleh tradisi Kurdi, Irak. Sebab, pandang sendiri juga mempunyai dalil dan tidak pernah diperhatikan sebelumnya bahwa argumentasi yang lain. Di sisi lain, terdapat barzanji (lebih tepatnya: barzinji) adalah nama ruang yang harus dipahami oleh terutama dari keluarga ulama dan syekh-syek tarekat kelompok yang menganggap bahwa tradisi yang paling berpengaruh di daerah Kurdistan barzanji ini adalah sebuah perbuatan bid’ah bagian Selatan. (Martin, 22) adalah bahwa pembacaan barzanji memiliki nilai dakwah yang cukup efektif. Ia secara tidak 46 | Ensiklopedi Islam Nusantara

langung merupakan bagian dari sebuah sarana Aspek Keberlangsungan (continuity) dan mendakwahkan akhlak, sifat, dan perilaku Perubahan (change) Istilah Nabi Muhammad SAW. Tradisi pembacaan barzanji yang esensinya Ta’rifin sebagaimana dikutip oleh Wasisto, adalah sebentuk pujian yang ditujukan kepada mengatakan bahwa dalam pembacaan Nabi Muhammad SAW sebenarnya telah ada maulid barzanji atau berzanjen ini paling semenjak rasulullah SAW masih hidup. Hal ini tidak memiliki nilai-nilai kebaikan berupa: sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ibrahim al- Pertama, meningkatkan semangat kecintaan Bajuri yang mengatakan bahwa tiga sahabat dan pengamalan nilai kesalehan kepada Nabi Nabi yang merupakan seorang penyair, Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah yaitu Hasan Ibnu Tsabit, Abdullah Ibnu yang patut dicontoh oleh masyarakat masa Rawahah, dan Ka’ab Ibnu Malik. Ketiganya kini. Dalam hal ini, terdapat transfer nilai-nilai adalah sahabat-sahabat Nabi yang pernah luhur yang bisa diambil dari sosok Nabi sendiri membacakan puisi-puisi tentang pujian Nabi. untuk bisa diamalkan dalam kehidupan sehari- hari. Kedua, merekatkan ukhuwah islamiyah Sedangkan berkenaan dengan tradisi diantara umat Islam karena pergelaran bazanji perayaan maulid nabi sendiri telah dirayakan sendiri selalu melibatkan banyak orang dan oleh masyarakat Muslim sejak abad kedua massa melihatnya juga banyak sehingga hijriah. Hal ini berdasarkan pada apa yang ditulis disamping mendapatkan nilai edukasi dari oleh Nuruddin Ali dalam kitabnya berjudul pembacaan tradisi barzanji serta meningkatkan Wafaul Wafa bi Akhbar Dar al-Musthafa, interaksi antar sesama masyarakat. Ketiga, dikatakan bahwa Khaizuran (170 H/ 786 M), meningkatkan amalan ibadah tertentu bagi ibu Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al- individu yang senantiasa membaca barzanji Rasyid, datang ke Madinah dan memerintahkan di setiap waktu senggangnya karena barzanji kepada penduduk untuk mengadakan Maulid secara langsung menuntun seseorang untuk Nabi SAW di Masjid Nabawi. Kemudian beliau mengamalkan salah satu poin dalam rukun ke Mekkah dan memerintahkan agar penduduk iman yakni kepada Rasul dan Nabi Allah. Mekkah juga menyelenggarakan Maulid di (Wasisto, 2012) rumah-rumah mereka. Edisi Budaya | 47

Khairuzan merupakan sosok yang memiliki Oleh karena itulah, tradisi barzanji ini pengaruh cukup besar di masa pemerintahan kemudian berkembang pesat di kalangan tiga khalifah Dinasti Abbasiyyah. Yaitu pada pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa masa pemerintahan khalifah al-Mahdi bin Tengah maupun Jawa Timur. Nahdlatul Manshur al-Abbas, Khalifah al-Hadi dan Ulama (NU) yang notabene dianggap sebagai Khalifah al-Rasyid. Melalui “pengaruh”-nya ini, pesantren besar dianggap sebagai organisasi Khairuzan menginstruksikan perayaan hari pelestari tradisi ini. Hal ini dikarenakan lahir Nabi SAW. Al-Azraqi mengatakan bahwa pengaruh Syi’ah di NU sangat besar dan kota Mekah memiliki satu sudut istimewa yang mendalam. Kebiasaan membaca sangat dianjurkan dijadikan tempat shalat. Tempat itu adalah rumah Rasulullah SAW barzanji atau Diba’i yang menjadi ciri dilahirkan. Tempat itu, menurut al-Azraqi, khas masyarakat NU berasal dari tradisi kemudian dialih-fungsikan menjadi masjid Syi’ah. Makanya kemudian Kiai Abdurrahman oleh Khairuzan. (Tsauri, 2015: 37) Wahid atau Gus Dur pernah menyebut bahwa salah satu pengaruh tradisi Syiah Sementara proses transmisi tradisi dalam corak keislaman di Indonesia adalah perayaan maulid di Indonesia tentu tidak praktik nyanyian (biasa disebut juga pujian) bisa dilepaskan dengan proses islamisasi menjelang shalat yang biasa dipraktikkan di yang terjadi di negeri ini. Para penyebar dan kalangan warga nahdliyyin (NU). Nyanyian itu pendakwah Islam di Nusantara menjadikan berisi pujian untuk “ahl albait” atau keluarga tradisi maulid ini sebagai media dakwah. Nabi, istilah yang sangat populer di kalangan Bahkan dikatakan memiliki dampak yang Syiah maupun nahdliyyin. Bunyi nyanyian itu cukup baik. ialah: Li khamsatun uthfi biha, harra al Waba’ al Hathimah, al Mushthafa wa al Murtadla, wa Bersamaan dengan masuk dan Ibnuahuma wa al Fathimah. Terjemahannya: berkembangnya Islam di Nusantara serta Aku memiliki lima “jimat” untuk memadamkan dijadikannya maulid sebagai bagian dari epidemi yang mengancam; mereka adalah dakwah yang dilakukan oleh para penyebar al Musthafa (yakni Nabi Muhammad), al ajaran Islam di negeri ini, peringatan maulid Murtadla (yakni Ali Ibnu Abi Talib, menantu Nabi dalam bentuk pembacaan barzanji dan sepupu Nabi), kedua putra Ali (yakni Hasan ini juga berlangsung. Hal ini sebagaimana dan Husein), dan Fatimah (istri Ali). Gus Dur dikatakan oleh Suparjo, bahwa masuknya menyebut gejala ini sebagai “Syiah kultural” tradisi barzanji ke Indonesia tidak terlepas atau pengaruh Syiah dari segi budaya, bukan dari pengaruh orang-orang Persia yang pernah dari segi akidah. (Wasisto Raharjo Jati, 2012) tinggal di Gujarat yang berpaham Syiah yang pertama kali menyebarkan Islam di Indonesia. Pembacaan barzanji dilakukan oleh Pendapat ilmiah yang lain mengatakan bahwa masyarakat Nusantara memiliki beragam tradisi barzanji sendiri dibawa oleh ulama tradisi dan kekhasan di setiap daerah bermahzab Syafii terutama Syekh Maulana masing-masing. Sebagian besar masyarakat Malik Ibrahim yang dikenal gurunya Wali Songo Islam Nusantara membacakan naskah kitab berasal kawasan Hadramaut (Yaman) dalam barzanji ini pada bulan mulud (Rabiul Awwal) menyebarkan Islam di daerah pesisir Sumatera bulan dimana Nabi Muhammad SAW lahir Timur maupun Pantai Utara Jawa yang dikenal sebagai bagian dari rangkaian peringatan amat toleran dan moderat dalam berdakwah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pembacaan dengan mengasimilasikannya dengan tradisi ini biasanya dilakukan di masjid-masjid atau maupun kultur lokal. Seni barzanji kemudian mushalla. Jadi, pembacaan barzanji ini tidak turut menginsipirasi Sunan Kalijaga untuk bisa dilepaskan dari tradisi maulid Nabi menciptakan lagu li-ilir maupun tombo ati Muhammad SAW. yang sangat familiar di kalangan pesantren dalam melakukan dakwahnya di kawasan Selain dilakukan di masjid dan mushala- pedalaman Jawa (Suparjo, 2008: 180). mushala, pembacaan barzanji juga diadakan di rumah-rumah masyarakat. Biasanya, orang 48 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Para santri Babakan Ciwaringin dalam Pementasan Teater Permata Kalung Barzanji di TIM, Jakarta (Sumber foto: http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/ detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji) yang menjadi tuan rumah pengajian barzanji maulid barzanji yang dilakukan oleh ini memiliki hajat baik berbentuk tasyakuran masyarakat Islam di Bugis adalah tradisi atas kelahiran anak dan hal lainnya. Mereka pembacaan barzanji di daerah-daerah lain mengundang tetangga-tetangganya untuk seperti Cirebon. Selain dilakukan di Masjid turut serta dalam pembacaan maulid barzanji dan mushala, masyarakat Muslim yang di rumahnya. Tuan rumah akan menyediakan memiliki hajat baik berupa tasyakuran dalam hidangan makan dan menyiapkan “berkat” segala bentuknya juga melakukan pembacaan (makanan yang dibungkus dengan sebuah maulid ini di rumahnya masing-masing. Di wadah atau plastik) untuk dibagikan kepada sebuah desa di Cirebon misalnya, masyarakat para jamaah yang datang mengikuti pembacaan yang telah melakukan walimah ursy atau barzanji. khitan, esok hari setelah acara walimah akan mengundang tetangga-tetangganya Dalam tradisi masyarakat Muslim Bugis, untuk membacakan maulid barzanji secara tuan rumah yang mengadakan pembacaan berjamaah. Penduduk sekitar diundang barzanji di rumahnya terlebih dahulu membuat untuk turut mendoakan acara walimah yang sebuah hidangan yang akan dibawa keluar dan dilakukan sehari sebelumnya sekaligus sebagai diletakkan di depan Imam (seorang ulama yang bentuk tasyakuran. memimpin pembacaan barzanji). Hidangan yang dalam bahasa Bugis dinamakan “nanre Dalam pembacaan barzanji ini ada sebuah barzanji” (makanan barzanji) ini kemudian istilah lain yang merujuk pada sebuah waktu didoakan oleh sang Imam agar menjadi saat pembacaan naskah barzanji telah sampai berkat bagi tuan rumah dan para jamaah yang pada kalimat “asyraqal badru ‘alaina” yang mengikuti pembacaan barzanji. (M. Junaid, kemudian diikuti dengan tindakan berdiri 2005) oleh para peserta atau jamaah. Berdirinya para jamaah ini sebagai bentuk penghormatan Hampir sama dengan tradisi pembacaan Edisi Budaya | 49

terhadap Nabi Muhammad SAW yang diyakini di kalangan santri atau masyarakat Islam di turut hadir dalam pembacaan barzanji. Istilah pedesaan-pedesaan. Ia bahkan sejak lama lain untuk menyebut hal ihwal ini adalah telah merambah ke dalam panggung teater. marhabanan atau mahallul qiyam (posisi Barzanji di pentaskan secara teatrikal oleh para berdiri). seniman dan pegiat kebudayaan. Adalah WS Rendra, seniman yang dikenal sebagai “burung Pada saat mahallul qiyam ini kemudian merak” menampilkan teater kasidah barzanji. pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad Pementasan Shalawat Barzanji beranjak dilantunkan. Pujian-pujian berbentuk puisi dari naskah terjemahan Syubah Asa yang Arab ini dibacakan oleh seorang Imam yang sebenarnya merupakan sequel dari Kasidah diikuti oleh para jamaah dengan khusyuk. Barzanji yang pernah menghebohkan jagad Syair-syair indah dibacakan dengan nada-nada perteateran nasional pada tahun 1970. Sekuel tertentu dan pilihan serta terkadang diiringi ini kali pertama dimainkan di Taman Ismail dengan tabuhan rebana. Marzuki Jakarta, yang pada waktu itu berhasil menyedot penonton paling banyak sepanjang Pembacaan barzanji atau barzanjen sejarah pertunjukan teater di Indonesia. adalah salah satu tradisi yang memiliki akar yang kuat dan bertahan hingga sekarang. Ken Zuraidah, istri dari WS Rendra, Sebuah pembacaan sirah atau biografi, sifat- sepeninggal suaminya mencoba melakukan sifat, prilaku, dan puisi-puisi yang berisi pujian sosialisasi teater barzanji ini ke pesantren- kepada Nabi Muhammad SAW yang umumnya pesantren. Hasilnya, ia berhasil menarik dilaksanakan pada bulan mulud (rabiul awwal), simpati kalangan pesantren. Bahkan ia serta bulan-bulan lainnya, diadakan di masjid- melakukan kolaborasi dengan pesantren masjid, mushala bahkan di rumah-rumah Babakan Ciwaringin Cirebon melakukan penduduk sebagai bentuk penghormatan pementasan Kasidah Barzanji ini di Taman kepada Nabi Muhammad SAW. Ismail Marzuki Jakarta dan tiga kota lainnya. Pementasan teater barzanji ini menarik Dari Masjid-Masjid ke Pangung Teater simpati banyak kalangan. Barzanji tidak hanya menjadi daya tarik [Muhammad Idris Mas’udi] Sumber Bacaan Ahmad Tsauri, Sejarah Maulid Nabi; Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khairuzan (173 H) Hingga Habib Luthfi Bin Yahya, Pekalongan: Menara Publisher, 2015 A. Khoirul Anam, dkk, Ensiklopedia NU, Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014 Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, penterjemah Astuti dan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1998) cet. V Martin Van Bruinessen, Pesantren, Kitab Kuning dan Tarekat (Jogjakarta: Gading Publishing, 2015) Cet. II M. Junaid, Tradisi Barzanji Sya’ban Masyarakat Bugis Wajo Tanjung Jabung Timur, Jurnal Kontekstualita Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol. 20 No. 1 tahun 2005 Ta’rifin, Tafsir Budaya atas Tradisi barzanji dan Manakib, Jurnal Penelitian Vol. 7 No. 2 tahun 2010 Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah, dan Bid’ah: Analisa Barzanji dalam Perspektif Cultural Studies, Jurnal el Harakah Vol. 14 No. 02 Tahun 2012 http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji 50 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Basapa Sebagaimana kesulitan menentukan melahirkan konflik antara penganut ajaran kapan awal pertama kali Islam masuk lslam yang taat dan kelompok masyarakat yang ke Nusantara, begitu pula yang terjadi masih ingin mempertahankan tradisi tersebut, dengan daerah Minangkabau. Secara umum yang kemudian di Minangkabau dikenal sebagaimana diyakini oleh para sarjana Barat dengan nama Perang Paderi. Di beberapa bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 daerah di Nusantara, ketegangan seperti ini masehi. Sementara di Minangkabau agama juga bisa ditemukan, walau tetap diakui oleh lslam mulai berpengaruh pada abad ke-14 para ahli bahwa Islam di Nusantara pada yang dibawa oleh para mubaligh dan pedagang. umumnya disebarkan dengan jalan damai. Dengan masuknya agama lslam ke Namun tetap tidak dapat dihindari bahwa Minangkabau, hal tersebut memberikan pertemuan ajaran Islam dengan budaya lokal pengaruh besar kepada masyarakat melahirkan suatu bentuk wujud adaptasi dan Minangkabau sehingga Islam menjadi bagian adopsi, terlebih dengan kuatnya pengaruh yang tidak terpisahkan dari adat Minangkabau. aspek esoterik ajaran Islam yaitu tasawuf yang Sejarahwan, Taufik Abdullah, bahkan pernah ikut secara massif berpartisipasi di dalam mengatakan bahwa, “Minangkabau merupakan penyebaran Islam di Nusantara. Salah satu salah satu daerah yang mengalami proses bentuk adaptasi dan adopsi ajaran Islam dan lslamisasi yang sangat dalam dan agama lslam budaya lokal ini di dalam tradisi orang Minang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat. adalah basapa. Begitu kuatnya pengaruh Islam ke dalam Ucapan orang Minang dengan istilah kehidupan masyarakat Minang sehingga basapa sebenarnya berasal dari kata bersafar dikenal suatu pepatah yang sangat populer yang tidak lain adalah gabungan antara kata bahwa di Minang “Adat basandi sarak, ber dan kata Safar. Kata Safar merupakan bulan sarak basandi Kitabulla” yang mengandung kedua dalam penanggalan tahun Hijriyah. Pada pengertian bahwa setiap orang Minang adalah penganut Islam, dan jika tidak lslam berarti Makam Syekh Burhanuddin Ulakan. hilanglah keminangannya, karena adatnya yang bersendikan Kitabullah (Al Qur’an). Sumber: http://jalan2.com/ Sebagaimana pola umum yang berlaku tentang masuknya Islam ke Nusantara dengan jalan damai (peaceful penetration) yang mengakibatkan terjadinya proses harmonisasi antara adat istiadat dan ajaran Islam, masyarakat Nusantara pada umumnya dapat menerima ajaran Islam karena dianggap tidak bertentangan dengan hukum adat yang mereka miliki. Walaupun pada sedikit kasus ditemukan ketegangan antara ajaran Islam dan adat lokal yang masih dijalani masyarakat seperti kebiasaan berjudi. Ketegangan ini Edisi Budaya | 51

bulan Safar sebagian umat Islam berziarah ke Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan. komplek makam Syekh Burhanuddin yang terletak di Ulakan, Pariaman, pada hari Rabu Sumber: http://jalan2.com/ setelah tanggal 10 pada bulan Safar. Tradisi berziarah ke makam Syekh Burhanuddin itu sangat dalam, yang telah dipakai bertahun- pada bulan Safar ini yang dikenal dengan tahun. Tuan Syekh berkata: “Siapa di antara nama bersafar yang dalam ucapan lidah orang murid-muridku yang sudi membersihkan Minang kemudian menjadi basapa. Menurut kakus untuk mengambil tempat kapur sirihku Fathurahman, penentuan acara basapa setelah yang jatuh ke dalamnya?” Murid-murid tanggal 10 Safar berkaitan dengan hari yang yang banyak merasa keberatan, lantas Pono diyakini sebagai tanggal wafatnya Syekh berkata bahwa ia sanggup mengambilnya dan Burhanuddin Ulakan, yaitu 10 Safar 1111 mulailah Pono bekerja membersihkan sumur H/1691 M. hingga tempat kapur sirih itu didapatnya, sehingga bertambah yakinlah Syekh Abdul Syekh Burhanuddin dikenal sebagai Rauf. Selanjutya Syekh Abdul Rauf berdoa penyebar tarekat Syattariyah di Minangkabau. dan berkata, tanganmu akan dicium oleh Namun meskipun Syekh Burhanuddin Ulakan Raja, penghulu, orang-orang besar dan murid- adalah tokoh ulama tarekat Syattariyyah, muridmu tidak akan putus-putusnya sampai tetapi dalam acara basapa ini, mereka yang akhir zaman dan ilmu kamu akan memberkati hadir tidak saja berasal dari penganut tarekat dunia ini. Syattariyyah, melainkan juga masyarakat Muslim pada umumnya. Ritual basapa Dalam cerita lain disebutkan saat Syekh ini dilakukan untuk menghormati Syekh Burhanuddin menyelesaikan studinya: Burhanuddin yang dianggap telah berjasa dalam penyebaran tarekat Syattariyyah Setelah ujian tersebut dilaluinya, dan khususnya, dan Islam pada umumnya. ilmu yang diberikan oleh Syekh Abdul Rauf sudah semuanya dipahami, maka Dengan demikian tradisi basapa terkait Syekh Abdul Rauf merasa bahwa Pono erat dengan Syekh Burhanuddin penyebar sudah benar-benar mantap keimanannya tarekat Syattariyah di Minangkabau yang sehingga digantilah nama Pono menjadi juga merupakan murid dari Syekh Abdurrauf Burhanuddin yang berarti penyuluh Singkel. Berdasarkan sumber-sumber yang agama, dan diberi gelar Syekh. Nama ini. ada dilaporkan bahwa Burhanuddin dilahirkan diberikan pada saat Syekh Burhanuddin di Padang Panjang pada abad ke-17 M yang akan kembali ke Minangkabau dan beliau memiliki nama kecil Pono. Setelah belajar juga memberikan sebuah buku tuhfah Islam kepada seorang ulama terkenal di Lubuk dan empat lembar jubah, ikat pinggang Alung, Tuanku Madinah, maka atas saran dan sebuah kopiah dari negeri Yaman. gurunya tersebut Burhanuddin kecil diminta meneruskan menuntut ilmu kepada Syekh Abdurrauf Singkel di Aceh, seorang mursyid tarekat Syattariyah di Nusantara. Setelah belajar selama 13 tahun, Burhanuddin kembali ke Minangkabau, berlabuh di Pariaman. Dalam berguru kepada Syekh Abdurrauf, Burhanuddin alias Pono mengalami ujian-ujian bagi ketinggian dan kebersihan ruhaninya, diceritakan: Pada suatu hari Syekh Abdul Rauf memakan sirihnya, tiba-tiba tempat kapur sirihnya jatuh ke dalam kakus yang mana kakus 52 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Semua pemberian ini melambangkan Burhanuddin di dalam penyebaran Islam ini, tanda kebesaran dengan ilmu yang sudah para pengikutnya kemudian menghormatinya penuh di dalam hati. Syekh Burhanuddin dengan melakukan tradisi basapa. diminta kembali ke Minangkabau untuk megamalkan dan mengembangkan Dalam praktiknya, pelaksanaan tradisi semua ilmu yang telah diperolehnya basapa dilakukan dua kali yang dikenal selama berguru di Aceh. Mulai saat itu dengan istilah sapa gadang (Safar besar) dan resmilah Syekh Burhanuddin diangkat sapa ketek (Safar kecil). Sapa gadang adalah sebagai kalifah Syekh Abdul Rauf untuk upacara basapa pertama yang dilakukan daerah Minangkabau. setelah tanggal 10 bulan Safar yang diikuti oleh peziarah dalam jumlah yang besar yang Sekembalinya Syekh Burhanuddin berasal dari berbagai daerah di Sumatera ke Minangkabau, bersama sahabat- Barat serta provinsi lainnya seperti Riau dan sahabatnya mereka menyebarkan Islam Jambi. Sementara sapa ketek adalah tradisi dengan menekankan bahwa ajaran Islam basapa yang dilakukan seminggu setelah sapa tidak bertentangan dengan adat istiadat gadang dilakukan untuk menampung peziarah Minangkabau. Kesepakatan ini dibuat dari daerah Padang Pariaman dan masyarakat dengan menemui Yang Dipertuan Agung perantau dari Padang Pariaman, sekaligus Raja Pagaruyung yang kemudian melahirkan menujuh hari dari hari wafatnya sang Syekh. keputusan Marapalam. Sejak itu Syekh Dalam kenyataannya pada sapa ketek peziarah Burhanuddin secara leluasa menyebarkan yang datang juga berasal dari luar daerah Islam di ranah Minang yang sejak saat itu Padang Pariaman. lahirlah pepatah: “Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah, Syara’ mangato, Adat nan Dalam aktivitas berziarah atau basapa ini mamakaikan, Syara’ mandaki, Adat manurun.” banyak peziarah yang melakukan aktivitas- Sebagai balas budi atas jerih payah Syekh aktivitas yang berhubungan dengan ajaran agama lslam seperti: pertama, ziarah dan Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan. Sumber: http://jalan2.com/ Edisi Budaya | 53

berdoa; kedua, shalat, baik shalat wajib maupun kompleks makam yang diberi dengan tanda sunnat; dan ketiga, dzikir. tertentu ataupun yang tidak diberi tanda serta surau-surau yang ada di sekeliling makam. Namun ada juga praktik-praktik yang Peziarah lain ada yang memanfaatkan rumah- masih dipengaruhi dari kepercayaan dan rumah penduduk dan daerah terbuka untuk budaya lokal seperti mengambil pasir makam melaksanakan basapa. Syekh Burhanuddin, mengambil air sumur di komplek makam dengan tujuan-tujuan Tujuan utama para peziarah umumnya tertentu, meletakkan ramuan obat-obatan dan selain untuk melakukan ziarah ke makam kemenyan di atas makam, mengambil air di Syekh Burhanuddin, juga untuk menunaikan kimo (kulit-kulit kerang besar), mengambil air atau melepas nazar, memperoleh kesehatan batu ampa (batu pipih berwarna hitam yang dan ketenangan. terus disirami air pada saat basapa), membawa dan meletakkan hewan peliharaan seperti Tradisi basapa dilaksanakan dimulai pada ayam dan kambing, atau meletakkan sesajen. malam hari setelah shalat Maghrib sampai Pada tahun-tahun sebelumnya bahkan, makam shalat Subuh besok paginya, baik pada basapa Syekh Burhanuddin yang ditutupi dengan kain gadang maupun ketek. Ritual keagamaan tirai makam diambil oleh sebagian peziarah yang dilaksanakan mulai dari shalat wajib, dengan jalan disobek sebahagiannya untuk shalat sunnah, dzikir, berzanji, shalawat Nabi, tujuan-tujuan tertentu. dan pengajian agama dilaksanakan sesudah shalat Isya. Sementara aktivitas-aktivitas Dalam praktiknya basapa dapat dilakukan “tambahan” lain yang mengikuti ritual agama secara individual ataupun berkelompok: seperti mengambil pasir kubur, mengambil untuk yang melakukannya secara individual, air sumur dan air kimo, mengambil air batu tempat pelaksanaan dilakukan di lapangan ampa dilakukan sesudah shalat Maghrib dan di sekeliling makam dan di dalam masjid sebelum shalat Isya. Dengan masuknya waktu Syekh Burhanuddin. Sedang untuk yang shalat Subuh besok harinya berakhirlah tradisi melakukannya secara berkelompok, tempat basapa. pelaksanaan basapa di lapangan di dalam [Ismail Yahya] Sumber Bacaan Adri Febrianto, Sinkretisme dalam Upacara Basapa di Makam Syekh Burhanuddin, Laporan Penelitian, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, 2000 Oman Fathurahman http://oman.uinjkt.ac.id /2007/03/ritual-basapa-di-minangkabau.html 54 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Berkah/Berkat/Barokah Kata “berkah” atau “berkat” atau digunakan dalam ragam cakap. “barokah” berasal dari bahasa arab al- barakah (‫)ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ‬. Di dalam kamus-kamus Sedangkan kata “berkat” yang kedua yang Arab, al-barakah memiliki arti pertumbuhan, terdapat dalam KBBI berkedudukan sebagai pertambahan, kebaikan. Jika mengkaji konteks partikel yang searti dengan karena dan akibat makna berkah yang ada di dalam Al-Qur’an (2008:180). contoh: berkat bantuannya kami dan hadits, maka berkah mengandung makna dapat pulang segera, sama dengan karena “manfaat” atau inti dari kebaikan sesuatu. bantuannya kami dapat segera pulang. Ar-Râghib al-Asfihânî mendefinasikan al- barakah sebagai “tsubût al-khair al-ilâhî fî syai’ Dalam ragam cakap (Jawa khususnya), (tetapnya kebaikan Tuhan di dalam sesuatu).” lebih sering diucapkan berdasarkah pelafalan (al-Asfihânî, 2000:87). Sementara dalam bahasa Arab /barokah/. Kata barokah yang kamus Al-Munawwir, kata ini diterjemahkan digunakan dalam bahasa Indonesia merujuk sebagai nikmat (Munawwir, 1997:78). Dengan pada rahmat/nikmat dari tuhan. Selain itu, demikian, apabila sesuatu dikatakan berkah, juga merujuk pada berkah yang bermakna doa artinya sesuatu itu memiliki banyak kebaikan restu orang suci. Akan tetapi, pada dasarnya dan kenikmatan yang bersifat tetap, karena keduanya merupakan hal yang sama. Barokah dijadikan demikian oleh Allah Swt. dari kiai misalnya, merupakan berkah dari Tuhan. Mendapat berkah (barokah) dari Tuhan Kata berkah diserap ke dalam bahasa karena didoakan oleh orang yang suci. Jadi, Indonesia menjadi dua bentuk yang berbeda, pada dasarnya rahmat dan nikmat tetaplah yaitu “barokah” dan “berkat”. Keduanya dari Tuhan. Selain berkah dan barokah, kata memiliki makna yang serupa tapi tak berkat juga sering digunakan dalam ragam sama. “Berkah” dalam Kamus Besar Bahasa tutur (khususnya Jawa) yang sama persis Indonesia (2008:179) yang masuk dalam kelas artinya dengan arti yang ketiga dalam KBBI, kata nomina memiliki makna ‘karunia Tuhan yaitu makanan yang dibawa sepulang kenduri. yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia’. Sedangkan kata “berkat” dalam Dalam masyarakat tutur Jawa yang suka KBBI Pusat Bahasa, memiliki dua makna otak-atik-gathuk (cara mencari asal-usul dari yang berbeda (homonim). Kata berkat yang yang sudah ada), berkat (biasa juga dilafalkan pertama memiliki empat makna, yaitu: 1. /brekat/) memiliki arti mari dibrekno diangkat, karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam setelah diletakkan kemudian diangkat. hidup manusia; 2. doa restu dan pengaruh baik Memang dalam kenduri yang berlaku dalam dari orang yang dihormati (guru); 3. makanan masyarakat begitu adanya. Makanan yang dan sebagainya yang dibawa pulang sehabis telah dibungkus dalam kotak atau wadah lain, kenduri; 4. mendatangkan kebaikan atau dibagikan dengan cara diletakkan di hadapan bermanfaat (2008:179-180). Berdasarkan peserta kenduri kemudian diangkat oleh kelas katanya, kata berkat dalam arti 1, 2, dan masing-masing peserta untuk dibawa pulang. 3 berkedudukan sebagai nomina. Sedangkan arti yang keempat merupakan verba yang Oleh karena sangat luasnya makna kata berkah tersebut, dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia (TABI), kata berkah memiliki Edisi Budaya | 55

Ribuan warga memadati sebidang tanah lapang di samping kompleks makam Ki Ageng Wonolelo, di Dukuh Pondok, Widodomartani, Ngemplak. Sumber http://jogja.tribunnews.com/ sinonim yang tidak sedikit. Dalam TABI Pusat Nusantara kerap melakukan kegiatan mencari Bahasa, berkah bersinonim dengan bantuan, keberkahan hidup yang biasa dikenal dengan berkat, hidayah, hidayat, inayat, karunia, istilah ngalap berkah (jawa). Ngalap berkah kebahagiaan, kurnia, pangestu, pertolongan, adalah suatu kegiatan untuk mencari manfaat rahmat, restu, sempena, dan tuah (2009:83). dan kebaikan dari suatu Dzat, benda, manusia Kata berkah ini berantonim dengan musibah. atau sesuatu yang dianggap memiliki manfaat dan kebaikan yang dicari manusia tersebut. Pada dasarnya, hidayah dan hidayat; Dalam bahasa Arab ngalap berkah dapat disebut kurnia dan karunia; bantuan dan pertolongan; dengan istilah tabarruk yang kemudian di Jawa rahmat, hidayah dan inayah; memiliki makna dikenal dengan tabarukan. Bertabarruk dengan yang sama, dan sudah sering didengar oleh sesuatu berarti mencari berkah (manfaat/ masyarakat luas. Yang terasa masih asing kebaikan) dengan perantaraan sesuatu adalah tuah dan sempena. Sempena dalam tersebut. (Ibnu al-Atsîr, 1/120). KBBI diberi label (kl) yang berarti kata yang digunakan dalam ragam melayu klasik, suah Secara sosiologis, manusia, bahkan jarang digunakan dalam percakapan dewasa ini makhluk yang lain, memang mempunyai dan searti dengan kata tuah. Kata tuah selain hasrat yang sama untuk menginginkan memiliki arti berkat (berkah) juga memiliki keberkahan hidup, baik dalam bentuk materi, arti keramat dan sakti. kesehatan atau hal-hal lain yang dibutuhkan makluk tersebut. Nah, untuk mendapatkan Dari sekian banyak pengertian barokah, berkah tersebut, manusia akan berusaha berkah, dan berkat di atas, maka hidup sekuat tenaga walaupun usaha tersebut seseorang akan indah bila digunakan untuk belum tentu masuk akal atau baik bagi orang mencari berkah. Dengan kata lain, agar lain. Karenanya, praktik ngalap berkah dapat kehidupan dapat dinikmati dengan penuh dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang kebahagiaan, maka seyogianya digunakan dianggap keramat (suci dan bertuah yang dapat untuk mencari nikmat yang berasal dari memberikan efek magis), seperti kuburan para Tuhan, bukan nikmat duniawi semata. wali, pohon-pohon yang dianggap keramat atau bangunan-bangunan tua. Kegiatan Dalam perkembangannya, umat Islam 56 | Ensiklopedi Islam Nusantara

tersebut biasanya juga dilakukan pada waktu- barokah, dan tabarruk yang dikategorikan waktu tertentu seperti, selasa kliwon, jumat salah kaprah karena bertentangan dengan kliwon atau hari-hari yang dianggap keramat. ajaran Islam. Baik tabrruk kategori pertama dan kedua mencakup beberapa bentuk, bias Seiring dengan masuknya Islam ke tabarruk dengan perkataan dan perbuatan, Nusantara, tradisi ngalap berkah yang tempat, waktu, makanan atau minuman dan demikian itu “diislamisasi” dengan merubah dengan Nabi Saw. orientasi dan tujuan ritualnya, bahkan ada juga yang dirubah bentuk ritusnya. Para Contoh tabarruk kategori pertama pendakwah Islam awal seperti wali songo di misalnya membaca Al-Qur’an, berdzikir, Jawa, telah berhasil menyuntikkan nilai-nilai belajar ilmu agama dan mengajarkannya, Islam dalam tradisi ngalap berkah, sehingga ia makan dengan berjamaah dan menjilati jari menjadi aktifitas yang dilakukan dengan cara sesudah makan (perkataan & perbuatan), berdoa dan munajat yang ditujukan hanya i’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah kepada Allah Swt, Dzat yang Maha Pemberi atau Syam (tempat), beribadah di malam barakah. Cara lain untuk mendapatkan berkah Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu misalnya adalah dengan bekerja keras, karena sahur, shalat di sepertiga malam terakhir bekerja juga merupakan kegiatan untuk (waktu), meminum madu dan air zam-zam, mencari keberkahan atau kebermanfaatan. memakai minyak zaitun, mengonsumsi jintan Dengan demikian ngalap berkah tidak lagi hitam (makanan & minuman), dan berebut berkaitan dengan sesuatu yang mistis (magis), ludah Nabi Saw, mengambil keringatnya, tapi menjadi ritual yang ditujukan dan mengumpulkan rontokan rambutnya ketika dipersembahkan untuk Allah Swt. beliau masih hidup, dan berziarah ke makan beliau. Dalam perkembangannya kemudian, ngalap berkah (tabbaruk) dikategorikan oleh Adapun contoh tabarruk kategori kedua para ulama menjadi dua macam yaitu; tabarruk (terlarang) adalah meminta kekayaan kepada yang diketahui secara pasti atau ada dalilnya Nyai Roro Kidul (penjaga laut selatan) di bahwa sesuatu tersebut mendatangkan Yogyakarta, berobat dengan benda-benda keramat seperti keris dan semacamnya tanpa Gambar berkat. meminta pertolongan kepada Allah, berebut kotoran “Kyai Slamet” yang biasa dilakukan Sumber: http://sugitcakgit.blogspot.co.id/ di Surakarta dan lain-lain. Kehadiran Islam di Nusantara telah berhasil memberikan warna profetik-monoteistik terhadap ritus keagamaan ngalap berkah yang telah menjadi tradisi dan diwarisi dari generasi ke generasi. [M. Ulinnuha] Sumber Bacaan: Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997). Sugono, Dendy (peny.), Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat Bahasa edisi keempat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) Sugono, Dendy (peny.), Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Mizan, 2009). Ibnu al-Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits, (Kairo: Bab el-Halabi, t.th.), Juz, 1 Edisi Budaya | 57

Bisyaroh Pengertian tidak menghapkannya, dalam arti, tanpa bisyaroh pun mereka akan tetap melakukan Bisyaroh secara bahasa berasal dari kata hal tersebut. Bahasa Arab Bisya<rah yang berarti kabar gembira, dalam arti sebuah kabar Penulis juga menjumpai atau menemukan gembira yang Allah turunkan kepada umatnya, istilah bisyaroh dalam masyarakat kususnya baik melalui al-Qur’an maupun ucapan rasul. di daerah Indramayu. Istilah Bisyaroh yang Umumnya dalam masyarakat Indonesia, penulis temukan di masyarakat Indramayu istilah bisyaroh merupakan tanda terima adalah untuk menunjukkan tanda terima kasih atas jasa yang telah dilakukan seseorang kasih atas jasa seseorang yang telah melakukan yang diminta untuk melakukan sesuatu dalam sesuatu dalam hal ibadah, seperti; bisyaroh hal ibadah. Istilah Bisyaroh, lebih sering untuk mubaliq (penceramah), bisyaroh untuk kita dengar dalam dunia Pondok Pesantren, pemimpin tahlil, dan bisyarah untuk para dibandingkan dengan yang ada di masyarakat. pemimpin dalam acara-acara keagamaan yang Makna Bisyaroh dalam pondok pesantren lainnya. Penulis juga menjumpai penggunaan adalah pesangon atau insentif. Pergeseran istilah tersebuat dalam masyarakat Cirebon, makna Bisyaroh dari “kabar gembira” menjadi Jombang, dan Kediri. Hasil wawancara penulis “pesangon atau insentif”, tidak terlepas dari di daerah Indramayu, menunjukkan bahwa tradisi dan kebudayaan yang ada di dalam istilah bisyaroh berasal dari kalangan pondok Pondok Pesantren. pesantren, yang kemudian digunakan dalam masyarakat. Menurut penulis, ini merupakan Pada saat ini, kususnya di kalangan salah satu contoh terjadinya komunikasi atau pesantren, Istilah Bisyaroh (pesangon) hubungan pesantren dengan masyarakat digunakan untuk sebutan gaji atau bayaran sekitarnya. terhadap para pengurus atau ustad atas dasar jasa layanan, atau jasa pengajaran di Bentuk Bisyaroh podok pesantren. Pemahaman ini, bisa anda jumpai dalam pondok pesantren salaf, seperti; Jenis dari Bisyaroh yang diberikan kepada Pondok pesantren Kempek, Babakan, Lirboyo, seseorang sangat beragam, sesuai dengan Sarang, dan sebagainya. Secara keumuman apa yang dimiliki dan kegiatannya. Bisyaroh dalam pesantren, jumlah Bisyaroh itu tidak tersebut, ada yang berbentuk barang kebutuhan besar, tidak seperti gaji atau honor yang biasa sehari-hari, (besar, pakaian, peralatan mandi, diterima oleh para pekerja pada umumnya. dan lain-lain) dan ada juga yang berbentu Hal ini di karenakan, mereka tidak bertujuan uang, sesuai dengan kebiasaan dari masing- untuk berkerja, melainkan untuk tujuan masing daerah. Biasanya bentuk bisyaroh mulia, yaitu mengharap barokah (berkah) dan di pondok pesantren yang diberikan kepada khidmah (pengabdian) terhadap kiai. Bisyaroh para pegaiwainya, berupa; beras, peralatan dalam dunia pesantren, lebih pada sikap mandi, dan uang, yang cukup dalam waktu penghargaan kiai terhadap para pembantunya satu bulan dengan hidup yang sederhana. Hal (pengajar dan pegaiwai yang lain) atas sesuatu ini berbeda, dengan bisyaroh yang di terima yang mereka kerjakan, walaupun, mereka 58 | Ensiklopedi Islam Nusantara

oleh para mubalig (penceramah). Para mubalig komunikasi seperti ini, akan melahirkan sikap menerima bisyarah dalam bentuk makanan keseganan santri kepada kiai, dan model dan uang. komunikasi ini, akan lebih mudah dalam proses transfer of knowledge, serta dipandang Tradisi Bisyaroh cukup ideal dalam pendidikan akhlak. Kita sepakat bahwa pondok pesantren Penjelasan di atas, menunjukkan adanya adalah lembaga pendidikan keagamaan yang hubungan (komunikasih) timbal-balik antara mandiri, baik dari segi materi (kebutuhan kiai dan santri dalam mengembangkan keluarga dan operasional pesantren), maupun pendidikan dan perekonomian pesantren, yang non materi (kulikulum pesantren). Hal ini, bersifat kelembagaan dan personal. Hubungan dapat dilihat dari segi masih tetap eksisnya ini, bukan hanya hubungan antara guru dan lembaga tersebut dalam kurun waktu yang murid, tetapi juga hubungan kemitraan dalam panjang. Pondok pesantren dengan sosok membangun dan mengembangkan pondok figure besar seorang kiai akan terus mengelola pesantren. Penulis berpendapat bahwa pondok pesantrennya agar tetap eksis, baik hubungan kemitraan dan kebaikan kiai ini, dari segi kurikulum, peekonomian dan lulusan yang memunculkan sejarah adanya istilah yang diinginkan, serta mempertahankan bisyaroh dalam pondok pesantren. pesantrennya agar tetap menjadi pilihan ditengah-tengah lembaga-lembaga pendidikan Manajemen unik yang ada di pondok yang lain. pesantren, akan susah bahkan mustahil untuk di praktikkan ke dalam lembaga- Salah satu kontrol kiai dalam memenuhi lembaga pendidikan yang lain, di luar pondok kebutuhan materi, baik untuk kepentingan pesantren. Lembaga pendidikan di luar keluarga ataupun pesantrennya, dengan cara pesantren akan kesusahan dalam menjaring membuat usaha. Usaha yang biasa digeluti oleh tenaga handal, bila menggunakan system para kiai adalah pertanian dan perdagangan. bisyaroh dalam menggaji karyawannya. Ada Kiai dalam memenej usahanya, butuh terhadap beberapa penelitian bahwa system bisyaroh para pegawai yang keumuman adalah para adalah salah satu dari kelemahan pondok santrinya, yang dianggap memiliki kapasitas pesantren, dengan alasan minimnya bisyaroh atau dengan pertimbangan-pertimbangan lain. yang diterima pegawai. Hal ini akan berdampak Disisi lain, kedewasaan santri dan kemauan pada sebagian pegawai yang kurang puas mereka untuk mandiri (tidak bergantung lagi dengan minimnya insentif, atas dasar tesebut, pada orang tua) serta keinginan mereka untuk kemudian pegawai akan bercabang dengan meringankan beban orang tua, ada beberapa mencari pekerjaan lain agar dapat mencukupi santri yang ikut serta mengabdi di pesantren kebutuhan hidupnya. Penulis tidak sependapat sebagai dewan asatidz dan khodim. Hal ini, dengan kesimpulan tersebut. Hemat penulis, akan terjadinya komunikasih antara kiai dan hal tersebut, kemungkinan besar ada santri lebih inten. dilembaga pendidikan yang lain, bukan pondok pesantren, dengan alasan, tujuan para pegawai Menurut Mansur Hidayat dalam di pondok pesantren bukan untuk bekerja, penelitiannya tentang, Model Komunikasi Kyai berbeda dari lembaga-lembaga yang lain. dengan Santri di Pesantren Raudhatul Qur’an An- nasimiyyah, menyatakan bahwa komunikasi Pada awalnya, masyarakat Indonesia juga antara kiai dengan santri terjadi sangat inten, memiliki tradisi yang menyerupai system baik melalui lembaga yaitu pesantren, maupun bisyaroh, yang kita kenal dengan gotong- secara langsung. Lebih lanjut ia menyatakan royong. Kita masih menjumpai, masyarakat bahwa sifat komunikasi kiai ke santri adalah dengan inisiatifnya sendiri akan membantu intruksi yang mutlak, sedangkan model tetangganya yang sedang memiliki hajat atau komunikasi santri kepada kiai adalah terbatas musibah, tetapi tradisi ini, lama kelamaan dalam lingkup persoalan tertentu. Menurutnya sudah mulai luntur, seiring dengan perubahan social budaya masyarakat. Edisi Budaya | 59

Kesimpulan pesantren. Model penggajian bisyaroh (pesangon) 2. Para pegawai di pondok pesantren hanya dapat di praktikkan dalam dunia keumumannya adalah para santri (murid) pesantren, dan akan kesulitan jika dipraktikkan pondok tersebut. pada lembaga-lembaga yang lain. Hal yang membedakan hal tersebut yaitu; 3. Para pegawai di pondok pesantren keumumannya belum menikah, sehingga 1. Tujuan pegawai (khodim) di pondok kebutuhan materi masih relative minim. pesantren bukan untuk bekerja, tetapi pengabdian (mencari berkah/barokah), 4. Kaderisasi atau regenerasi para pegawai di berbeda dari tujuan para pegawai pada pondok pesantren berjalan dinamis. lembaga-lembaga lain, di luar pondok [Ayatullah] Sumber Bacaan M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren (Yogyakrta: Forum Pesantren, 2007) Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, esai-esai pesantren, (yogyakarta: LKiS, 2001) Abdurrahman Wahid, Prolog, Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ed. Marzuki Wahid dkk. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) Mansur Hidayat, Model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren, Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 6, Januari 2016 60 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Buka Tableg Dalam Islam nusantara, rumah (Jawa: Fondasi rumah (Tableg) Omah) adalah bagian dari proses meneguhkan sikap mental keislaman Sumber: desainrumahmini.com dalam keluarga. Rumah disamping sebagai tempat berlindung dari dingin, panas dan Kesadaran akan pentingnya fondasi mara bahaya dari luar, juga sebagai media rumah juga dibarengi dengan kesadaran pemagangan budaya berbasis nilai-nilai Islam eksistensi adanya situasi dan kondisi dimana baik dalam hubungan dengan Allah Swt, rumah itu dibanguan. Si calon penghuni sesama manusia, dan juga sekaligus dengan sebagai pribadi yang beragama Islam sangat lingkungannya menuju kebahagian hidup sadar akan adanya dunia lahir dan dunia dunia dan akhirat. Maka proses mendirikan batin. Fondasi rumah adalah aspek lahir dalam rumah di nusantara merupakan salah satu memperkuat struktur bangunan, sementara momentum penting yang diawali dengan terhindarnya dari gangguan “dunia lain” serta persiapan lahir maupun batin yang bersih dan dimensi etik dan estetik dalam fondasi rumah suci melalui ritual khusus yang disebut dengan adalah aspek dunia batin yang tak tampak, buka tableg. namun bisa dirasakan dan dihayati. Buka tableg atau sering disebut buka Kesadaran diri batiniah inilah yang dalam pandeman merupakan prosesi ritual yang tradisi Jawa disebut pramana, sehingga bagi diselenggarakan sebelum penggalian tableg umat Islam hal sebagai wujud kewaspadaan atau pandeman (fondasi) rumah. Kata Buka dalam menjalani hidup termasuk ketika akan tableg dari bahasa Jawa buka berarti membuka mendirikan rumah, buka pandeman. Pramana atau memulai, dan tableg berarti fondasi. Maka muncul apabila jiwa manusia dalam keadaan buka tableg bermakna membuka atau memulai nglilir (bangkit). Sementara kebangkitan pembangunan fondasi rumah yang sangat jiwa akan memupuk nurani yang terang penting bagi ketahanan sebuah rumah. (Endraswara, 2016: 242). Fondasi rumah memiliki fungsi sangat Ritual buka tableg adalah bagian dari upaya penting, yaitu untuk menahan beban berat membangikutkan jiwa batin calon penghuni dari semua komponen di atasnya. Sebuah rumah agar rumah yang akan dibangun ini bangunan yang baik untuk rumah, baik bisa megantarkan penghuninya mendapatkan itu bangunan bertingkat tinggi ataupun berukuran kecil, kekuatan utamanya terletak pada fondasinya. Karena itu dalam membuat fondasifondasi perlu mempertimbangkan jumlah konstruksi yang akan berada di atas fondasifondasi tersebut. Pertimbangan ini selain untuk memastikan kekuatan fondasifondasi bangunan di atasnya, efisensi biaya juga sebagai dasar estetika sebuah rumah. Edisi Budaya | 61

pepadhang (cahaya penuntun) sehingga anugerah, keinginan terpenuhi dan menanam tercipta keluarga harmonis (sakinah mawaddah berhasil; (5) Jumadilawal, prihatin, hati gelap, wa rahmah). kekurangan rezeki; (6) Jumadilakir, banyak rezeki, tetapi tidak bermanfaat, kecurian, Persiapan Ritual Buka Tableg sering kena denda; (7) Rejeb, sering sedih, menanam tidak jadi, sering kisruh; (8) Sakban, Waktu pelaksanaan ritual buka tableg banyak, rezeki, apa yang dicita-citakan tercapai; bukanlah sembarangan, tetapi merupakan (9) Ramelan, selalu sengsara, banyak orang iri, hari tertentu yang didapatkan dari “orang dan kena masalah; (10) Sawal, prihatin, orang pintar” yang biasanya adalah kiai sepuh lain iri, sering kena masalah; (11) Dulkangidah, yang dianggap memiliki kelebihan secara selalu dikasihi sanak saudara dan orang tua; spiritual. Ada perhitungan khusus untuk (12) Besar, banyak rezeki. Selain bersasarkan mengawali mendirikan rumah atau buka bulan, penentuan pendirian awal pendirian tableg. Mengapa perhitungan atau dalam Jawa rumah juga sering berdasarkan pertimbangan disebut pèthungan Jawa dianggap penting, hari kelahiran melalui suatu perhitugan hal ini tak lepas dari alam pikiran Jawa yang khusus (Endraswara, 2016: 132-133). selalu asosiatif. Meskipun setiap hari adalah sebagai hari yang berpotensi untuk melakukan Sekali lagi itu semua berdasarkan ngelmu kebaikan, namun dunia diciptakan selalu titin Jawa. Namun begitu Islam sudah mulai berpasangan, misalnya ada laki-laki dan masuk di nusantara, terutama di Jawa melalui perempuan, ada baik dan buruk, ada swarga kiprah para Walisongo, sedikit mengalami dan ada neraka. Swarga diasosiakan sebagai pergeseran. Ngelmu titen tetap dimanfaatkan, tempat yang enak membahagiakan, sementara namun diiringi dengan ritual doa dan neraka sebagai tempat yang tidak enak ketulusan niat dalam mendirikan rumah. menyengsarakan. Ngelmu titen adalah bagian dari kearifan lokal namun perlu “disyahadatkan” bahwa kebaikan Seperti dimaklumi bersama bahwa dunia sebuah hunian tidak semata-mata ditentukan Jawa memiliki ngelmu titen, maka segala oleh bulan atau hari, tetapi faktor anugerah sesuatu harus diupayakan benar-benar cocog dari Sang Pencipta, Allah Awt. (cocok, sesuai). Prinsip cocog dalam tradisi Jawa inilah sebagai buah dari ngelmu titen, Maka pola akulturasi tradisi dan Islam yaitu ilmu yang berlandaskan kebiasaan dalam mendirikan rumah itulah yang kemudian yang berulang-ulang, dicatat, direnungkan, diwujudkan dalam bentuk ritual buka tableg dan diamalkan (Endraswara, 2016: 27). yang dimulai pada hari-hari yang terpilih tadi, Orang Jawa dan beberapa suku di nusantara meskipun tidak terlalu kaku. Hari apa pun berpegang pada prinsip cocog dan ngelmu titen prinsipnya bisa saja mendirikan rumah atau sebagai salah satu rujukan dalam meniti arah buka tableg, namun yang terpenting adalah hidupnya termasuk dalam mendirikan rumah. diringi dengan doa sebagaimana tertuang dalam prosesi buka tableg. Maka dalam mendirikan rumah, orang Jawa umumnya menggunakan Prosesi Ritual Buka Tableg perhitungan memet (sungguh-sungguh) dengan memperhatikan baik buruknya bulan Ritual ini dilakukan dengan menggelar menurut ngelmu titen, meski hal ini tidak bancakan atau slametan yang biasanya sebagai sebuah kemutlakan. Pertimbangan diiringi dengan doa rasulan (doa dengan bulan tersebut antara lain: (1) Muharram atau wasilah Kanjeng Rasul Muhammad SAW) Suro biasanya akan mendapatkan kesusahan, atau manaqiban (doa dengan wasilah sakit susah obatnya: (2) Sapar menunjukkan Waliyyulah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani) sakit-sakitan, namun tidak sampai mati; (3) di tempat yang akan didirikan rumah itu. Rabingulawal, menanam tidak jadi, mandeg Untuk memeriahkan acara tersebut, biasanya di tengah jalan; (4) Rabingulakir, mendapat shāhibul hājat (yang punya gawe) mengundang 62 | Ensiklopedi Islam Nusantara

saudara/keluarga dan tetangga sebelah yang kuluban urap sayur alami dari kebun. dipimpin oleh kiai langgar atau kiai kampung Tumpeng yang terbuat dari nasi kuning untuk berdoa dengan maksud agar semua dengan dibuat meninggi sebagai wujud rencana pembangunan rumah bisa berjalan kepasrahan total kepada Dzat Yang Maha lancar, tidak ada halangan serta mendapatkan Tinggi (al-Aliy) dan pemberi rizki (al- kemudahan dalam menyelesaikan rumah Razaq) serta harmoni dalam mambangun tersebut. Keterlibatan keluarga dan tetangga relasi sesama manusia dan dengan sebelah dalam bancakan buka tableg tersebut lingkungan sekitar. Sementara lauk- sebagai wujud kesadaran sosial calon pemilik pauk dan kluban urap sebagai pengingat rumah bahwa dirinya tidak bisa hidup tanpa pentingnya menjaga kesimbangan orang lain, maka dalam mengawali pendirian lingkungan semesta alam baik dari rumah tersebut juga tak lepas dari peran orang dunia binatang (fauna) maupun dunia lain. tetumbuhan (flora). Namun sebelum acara buka tableg dimulai Nasi Tumpeng dan seperangkat kuluban/ ada ubarampe yang dipersiapkan sebagai wujud lauk yang biasa digunakan untuk pelengkap sesajian yang akan dipersembahkan untuk para ritual buka tableg hadirin yang budiman. Simbol-simbul ritual yang diwujudkan dalam bentuk bermacam- Gambar 2 (Koleksi Nur Said): macam ubarampe merupakan ekspresi atau pengejawentahan dari penghayatan d. Jadah pasar atau jajan pasar, yaitu dan pemahaman akan “realitas yang tak belanjaan jajan yang dibeli dari pasar terjangkau” sehingga menjadi “sangat dekat”. tradisional. Jajan pasar adalah lambang dari sesrawungan (hubungan kemanusiaan, Dengan berbagai simbul-simbul dalam silaturrahim) dan sekaligus lambang ritual dan ubarampe tersebut terasa bahwa kemakmuran. Hal ini diasosiasikan Allah SWT selalu hadir dan terlibat dan bahwa pasar pusat bertemunya berabagai “menyatu” dalam dirinya (manunggaling kawulo lapisan masyarakat dan sekalgus tempat Gusti). Hal ini juga sebagai kesadaran manusia bermacam-macam barang hasil pertanian bahwa dirinya adalah tajalli, atau bagian yang dan juga jajan tardisional yang khas tak terpisahkan dari Sang Pencipta (Sholikhin, nusantara. Di pasar inilah setiap orang 2010: 49; Endraswara, 2016: 230). Beberapa bisa menemukan apa saja dan semua ubarampe untuk ritual buka tableg tersebut kebutuhan akan terpernuhi. antara lain: e. Kembang setaman, yaitu bermacam- a. Bubur abang-putih (merah-putih) sebagai macam bunga (setaman, satu taman) perlambang mengingatkan kejadian yang biasanya terdiri dari lima atau tujuh manusia yang terdiri dari darah merah dan macam kemudian dicampur dalam air di darah putih dan sekaligus sebagai lambang baskom juga sebagai wujud persembahan keberanian (merah) dalam menegakkan kepada Yang Maha Indah. Tujuh bunga kebenaran dalam berkeluarga (putih). dalam bahasa Jawa (pitu), harapannya mendaptkan pitulungan (pertolongan) b. Ingkung ayam jantan, yaitu daging ayam jago matang yang diikat masih utuh seperti sedang bersujud, diasosiasikan agar manusia selalu njungkung (bersujud). Ingkung jago juga sebagai lambang pentingnya menghilangkan nafsu sok jagoan dalam hidup sehingga yang tersisa adalah rasa empati, ramah dan cinta kasih. c. Nasi tumpeng dan lauk-pauk secukupnya yang dihias mengitari tumpeng dilengkapi Edisi Budaya | 63

dari Allah SWT dalam menggapai cita-cita kepada Allah Swt. dan harapan yang mementaskan nilai-nilai rukun Islam yang lima (dilambangkan Semua itu dilakukan sebagai tawasul dengan lima warna bunga). Bunga adalah kepada kekasih Allah yaitu para nabi dan simbol keindahan dengan harapan agar juga para waliyyullah yang diyakini memiliki kehidupan yang akan dilalui melalui keberkahan atas ridla Allah Swt. rumah tersebut bisa dinikmati dengan indah baik dalam keluarga, dengan Begitu doa selesai, maka dilanjutkan tetangga maupun dalam masyarakat makan bersama atas sesajian yang telah yang lebih luas (Said, 2012: 89; Triyanto, dipersiapkan sebelumnya. Sebagian sajian 2001: 186-187; Santoso, 2001). Di dimakan oleh khalayak yang hadir di tempat harapkan rumah yang sedang dibangun ritual, namun sebagian yang lain juga dibagikan ini nantinya bisa menjadi tempat hunian kepada tetangga sebelah yang terdekat dan yang menenteramkan sehingga para sekaligus sebagai penanda dan kulo nuwun penghuninya selalu betah di rumah bagai (mohon permisi) bahwa segera akan ada warga di taman yang selalu membuat siapa pun baru yang menghuni di lingkungan itu yakni betah berlama karena keindahannya tadi. yang sedang buka tableg. Begitu sarana atau ubarampe sudah Pemaknaan dan Kontekstualisasi disiapkan, maka seorang kiai kampung yang dipasrahi untuk mewakili tuan ramah, Mencermati prosesi dalam ritual buka mengantarkan atau menyampaikan tujuan tableg yang berkembang dalam tradisi Islam dari ritual tersebut kepada masyarakat atau di Jawa menunjukkan bahwa pengaruh Islam tetangga sebelah yang hadir untuk ikut sangat kuat meskipun aspek kejawaannya juga sambatan, yaitu gotong royong menggali tanah kental. Do’a yang dipanjatkan semua tujuan untuk buka pandeman/tableg. akhirnya adalah kepada Allah Swt. Kalau dalam praktikpraktiknya dengan menghadirkan Acaranya biasanya diselenggarakan di shalawat dan pembacaan manaqib Syaikh hamparan tanah terbukayang akan didirikan Abdul Qodir Jilani, hal itu sebagai ikhtiar rumah dengan menggelar tikar secukupnya. dalam memperkuat komunikasi dengan Allah Rentetan acara antara lain diawali pembukaan SWT melalui orang yang dicintaiNya yakni dengan membaca surat al-Fatihah yang para Nabi dan para wali. pahalanya disampaikan kepada Nabi terpilih, Muhammad Saw, para sahabat, dan juga Terlihat juga dalam mengawali ritual buka keluarganya. Juga disampaikan kepada para tableg didahului dengan doa-doa khusus serta wali, ulama dan guru-guru yang telah wafat pembacaan Surat al-Fatihah yang ditujukan yang berperan dalam menyampaikan ajaran kepada para Nabi, keluarga dan sahabatnya. Islam masuk dalam diri yang punya hajat Juga ditujukan kepada para wali, para guru, dan manusia pada umumnya. Hadiah surat serta para leluhur yang telah wafat, khususnya al-Fatihah juga ditujukan secara khusus kepada orang tua, keluarga dan orang-orang kepada orang tua, sanak saudara serta semua saleh (shālihin), serta kaum Muslimin dan kaum Muslimin dan Muslimat yang telah Muslimat. Kesadaran ini menunjukkan bahwa mendahului menghadap Sang Pencipta. ritual buka tableg sebagai momen untuk selalu mengingat asal-usulnya (sangkan paraning Setelah pembukan dengan hadlrah dumadi), dengan mengingat para leluhur atau tawasul tersebut sudah lengkap, maka yang sudah meninggal sebagai isyarat rumah dilanjutkan doa rasulan atau sebagian dengan hanyalah sebagai tempat singgah sementara. pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Karena itu kesadaran dan niat yang bulat bahwa Jilani. Doa rasulan memang doa khusus rumah sebagai media dalam memerankan yang isinya banyak pujian-pujian terhadap diri sebagai hamba dan khalifatullah di bumi Nabi Muhammad SAW atas kemuliaan dan menjadi fondasi dalam menempuh hidup di keteladanannya sebagai wasilah dalam berdoa rumah baru yang akan dibangun itu. 64 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Maka ketika rumah sudah jadi, harus tetap memiliki kesalehan sosial terutama kepada kepada tetangga sebelah dengan selalu berbagi kebaikan sebagaimana ketika buka tableg juga berbagi dengan sedekah makan bersama dan sambatan, gotong royong buka tableg. Momentum buka tableg mengingatkan diri betapa menusia sebagai makhluk sosial tidak akan bisa hidup tanpa partisipasi orang lain. Tetapi semakin kerja sama yang kuat maka fondasi rumah juga akan kuat, sebagaimana tableg yang terdiri dari pasir, batu, kapur, air serta para tukang batu yang menyatu akhirnya terciptalah fondasi rumah yang kokoh sehingga membuat rumah nantinya tetap tegak berdiri meskipun hujan, angin dan panas akan selalu menerpanya. Inilah indahnya kebersamaan dalam buka tableg. [Nur said] Sumber Bacaan Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta: Cakrawala. Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media Utama. Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000. Sholikhin, Muhammad, KH. (2010). Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi. Triyanto. (2001). Makna Ruang & Penataannya dalam Arsitektur Rumah Kudus.Semarang: Kelompok Studi Mekar. Teks Doa Rasul/Rasulan Dokumen Nur Said Edisi Budaya | 65

66 | Ensiklopedi Islam Nusantara

C Cigawiran Cium Tangan



Cigawiran (Garut, Jawa Barat) Cigawiran adalah seni tarik suara Islam mengasuh sebuah pesantren di sana. Raden Nusantara yang berasal dari desa Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmu- Cigawir, Garut, Jawa Barat (Sunda). ilmu agama Islam, tetapi juga mahir dalam Tembang Cigawiran berbeda dengan tembang- kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang. tembang khas Sunda lainnya, seperti Cianjuran dan Ciawian, karena selain memiliki cengkok Ia pun mulai menggunakan seni tembang dan karakter yang khas, Cigawiran juga sangat Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesan- kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran pesan luhur ajaran agama Islam mudah diteri- bisa dikatakan salah satu produk seni-budaya ma semua kalangan masyarakat Sunda. Pesan- hasil akulturasi antara agama Islam dengan pesan luhur ajaran agama Islam dituangkan budaya lokal. dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan Cigawiran menjadi jenis seni tembang dan dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi. budaya Islam Sunda yang unik karena berasal Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan dan lahir dari rahim pesantren yang notabena suara yang indah dan nada yang khas. Maka adalah basis utama perkembangan dakwah terciptalah tembang langgam Cigawiran yang agama Islam di Nusantara. .masyhur itu Dalam sejarahnya, tembang Cigawiran Selain menyampaikan pesan-pesan dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada tahun 1823 M. Beliau adalah salah seorang luhur ajaran agama Islam, Cigawiran juga ulama dari desa Cigawir, Garut, yang juga menyampaikan nilai-nilai budaya dan tata Sumber: http://www.kangkamal.com/ karama Sunda yang khas, petuah-petuah yang berkaitan dengan aspek-aspek kebenaran dalam kehidupan, termasuk di dalamnya tentang keindahan alam Sunda yang tiada banding. Pada perkembangannya, tradisi Cigawiran kemudian diteruskan, dilestarikan, dan dikembangkan oleh panerus H. Djalari dari generasi ke generasi, mulai dari Raden Hadji Abdullah Usman, Raden Muhammad Isa, hingga pada generasi kontemporer yang diampu oleh Raden Agus Gaos, Edisi Budaya | 69

Raden Muhammad Amin dan Raden Iyet Aya naon di jerona Dimyati. Sihoreng ujudna seni Salah satu contoh dari syair tembang Nu dicandak Cigawiran adalah syair tembang “Bubuka Lagu Ku para alim ulama Ela-Ela” (Sinom); Tembang Sunda Cigawiran biasanya Bismillah wiwitan kedah dilantunkan oleh penembang lelaki atau Muji ka Gusti Hyang Widi perempuan secara perorangan. Cigawiran Salawat sinareng salam dilantunkan dalam majlis pengajian, acara- Mugi tetep ka kanjeng Nabi acara keagamaan, atau bahkan perayaan Miwah ka sakumna jalmi upacara tradisional dan hajatan. Termasuk yang membedakan Cigawiran dengan tembang Anu turut sarta tumut Sunda lainnya, adalah Cigawiran dapat Kana pilacak anjeuna dinyanyikan secara berjamaah, yang biasanya Kukuh pengkuh teu (tur?) gumingsir dilakukan pada acara-acara pengajian. Deungdeung mayeuh Dugi ka poe kiamat Hingga saat ini, wilayah perkembangan Cigawir ma’na nu asan (?) Cigawiran masih berada di sekitaran pesantren Cai nu ngalir na gawir di Cigawir, dan belum meluas ke luar wilayah Dugi ka yaumal jaza tersebut. Pesantren-pesantren di Cigawir lah Mugi ulah saat deui yang menjadi media yang mewadahi, menjaga, Urang sungsi tur pilari melestarikan, dan mengembangkan tradisi Pibekeleun geusan hirup seni khas Islam Sunda-Nusantara ini. [A. Ginanjar Sya’ban] Bahan Bacaan: Budiwati, D.S. 2003. Tembang Sunda Cigawiran: Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya dan Fungsi Tembang Sunda Cigawiran Pada Kehidupan Masyarakat Cigawir. Bandung. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia. Cigawiran. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Garut. www.pariwisata.garutkab.go.id Rahmi, Isna Asri (2015). Rumpaka Tembang Pesantren Hariring Dangding Cigawiran Karya K.R. Iyet Dimyati: Kajian Struktural dan Semiotik. Bandung. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. 70 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Cium Tangan Budaya merupakan kristalisasi nilai dan KH. Mustofa Bisri, salah satu kiai panutan pola hidup yang dianut suatu komunitas. masyarakat Muslim di tanah Jawa. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017 pola hidup komunitas itu. Salah satu sumber terbentuknya budaya dalam suatu komunitas ungkapan permohonan maaf kepada orang adalah agama. Sebagai agama mayoritas yang tua, dan meminta doa restunya. dianut oleh bangsa Indonesia, sedikit banyak ajaran Islam membentuk kebudayaan bangsa Di Indonesia, instensitas pelaksanaan Indonesia, salah satunya adalah tradisi cium majelis pengajian, ditambah ketokohan dan tangan. keluasan ilmu pimpinan menjelis seperti kyai, ustaz, atau habib, lambat laun menimbulkan Tradisi cium tangan lazim dilakukan sikap hormat jamaah kepada pimpinan majelis. sebagai bentuk penghormatan dari seorang Sikap hormat tersebut lahir dengan sendirinya anak kepada orang tua, dari seorang awam sebagai sebagai bentuk hormat murid kepada kepada tokoh masyarakat atau agama, dari gurunya. Oleh karena itu praktik mencium seorang murid ke gurunya. Untuk yang terakhir tangan (muqbil) kepada para pimpinan majelis ini menjadi trend tersendiri terlebih menjelang oleh jamaahnya bukanlah bentuk kultus dilaksanakannya ujian nasional (UN) di sekolah kepada manusia seperti yang dituduhkan atau madrasah. Tidak jelas dari mana tradisi sebagian orang. ini berasal, namun ada dugaan kebiasaan ini berasal dari pengaruh budaya Arab yang Majelis khotmil Qur’an Al-Hidayah di tentunya berasal dari ajaran Islam. Di Eropa Surakarta dalam buletinnya menyinggung lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi masalah ini ketika ada jamaah yang bertanya: sebagai penghormatan seorang pria terhadap “Bagaimana pula hukum mencium tangan seorang wanita yang bermartabat sama atau ulama?” lebih tinggi. Dalam agama Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi yang dilakukan dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus, Kardinal). Di Indonesia, selain cium tangan dikenal juga tradisi sungkem. Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai Edisi Budaya | 71

Dengan mengutip Hadis dalam Sunan Abi Tamu yang berkunjung mencium Daud hadis no. 4548 dari Zari’ ra. Ketika beliau tangan KH. Maimun Zubair Sarang. menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, “Kemudian kami bersegera Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017. turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi saw.” tangan Kyai ditarik sedikit ke atas agar dalam posisi yang tidak melebihi posisi rukuk tadi. Kalau mengecup tangan dan kaki Nabi Tetapi tidak semua orang memahami teknik saw dianggap sebagai bentuk kultus dan itu seperti ini seperti orang awam, mereka hanya dilarang, tentu Nabi akan melarang para meniru amaliah yang dilakukan para santri sahabatnya mengecup tangan dan kaki beliau. tanpa mengetahui duduk persoalannya. Sementara ulama merupakan pewaris para Mereka mencium setiap tangan orang yang Nabi, yang dengan ilmu dan akhlaknya umat sudah lanjut, bolak-balik, dengan melebihi memberikan penghormatan kepada mereka, batas rukuk. salah satunya dengan mencium tangan mereka. Dilarangnya mencium tangan melebihi Teknik berjabat tangan secara umum diwali batas rukuk alasannya karena tidak seorang dengan ucapan salam, kemudian maju sambil pun pantas disembah kecuali Allah. Toleransi mengulurkan tangan, disertai engan wajah berjabat tangan hanya sebatas mencium berseri-seri dan senyum menyungging di tangan dan itu hanya kepada orang tua dan sudut bibir. Menjabat tangan kawan dengan guru atau orang alim atau orang saleh. Hal sekali ayun dan mantap itu tidak perlu diikuti ini berdasarkan: “disunahkan mencium tangan dengan mencium tangan kawan. Mencium orang saleh, orang alim, orang zuhud” (HR. tangan biasanya dilakukan kepada orang tua Usamah bin Syuraih, Abu Dawud mengtakan atau kepada guru atau kepada orang saleh. sanadnya kuat. Usamah mengatakan: kami Bagian yang dicium adalah telapak tangan berdiri lalu mencium tangan Nabi). bagian luar, tetapi sebagian santri ada yang mencium bolak balik tangan kiainya. Alasan [Ismail Yahya] yang dikemukakan adalah bagian di luar saja dicium apalagi yang dalam. Maka cara yang paling sempurna haruslah mencium luar dalam. Bila berjabat tangan, apalagi dalam posisi mencium tangan tidak diperbolehkan melebihi posisi orang yang sedang rukuk. Oleh karena itu jika seorang Kyai duduk, santri berdiri, supaya tidak melebihi batas rukuk, santri hendaknya jongkok atau bila tidak memungkinkan maka Sumber Bacaan Novi Andari, Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang (Tinjauan Tradisi Penamaan dan Gerak Isyarat Tubuh), Jurnal Parafrase Vol. 09, No. 02 September 2009, hlm. 27-28. Majlis Khotmil Qur’an Al-Hidayah, Anda Bertanya Kami Menjawab II. Website: http://mkqalhidayah.co.cc Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm. 214-216. 72 | Ensiklopedi Islam Nusantara

D Dayah Diniyah Dungo



Dayah Dayah di Aceh merupakan sebutan mendiskusikan permasalahan-permasalahan untuk lembaga pendidikan semacam yang timbul yang berkaitan dengan ajaran pesantren di Jawa atau surau di Padang. Islam lazim disebut zawiyah. Dari zawiyah- Secara bahasa, kata dayah diserap dari bahasa zawiyah semacam itu muncul lembaga Arab zawiya yang berarti ‘sudut’, mengacu pendidikan di Aceh yang dinamakan Dayah. pada tempat-tempat di sudut masjid Madinah Melalui lembaga ini Islam mengakar kuat di sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam Aceh. pada masa Nabi Muhammad saw. Kehadiran dayah sebagai lembaga pendidikan Islam dan Lembaga dayah diperkirakan telah ada pengkaderan ulama di Indonesia diperkirakan di Aceh pada sekitar tahun 840 M. (225 H.), setua hadirnya Islam di Nusantara. dimulai sejak Islam datang pertama kali ke daerah tersebut. Sultan Karajaan Peureulak Sejarah mendirikan lembaga pendidikan Islam di Aceh dengan mendatangkan para pengajar dari Sejarah tumbuhnya dayah di Aceh erat Arab, Persia, dan Gujarat. Dayah ini disebut kaitannya dengan perjalanan dakwah Islam di Dayah Cot Kala, disandarkan kepada nama daerah tersebut. Tome Pires mencatat bahwa tokoh ulama yang memegang kendali dayah pada sekitar abad ke-14 di Samudra Pasei telah tersebut, yaitu Teungku Chiek Muhammad terdapat kota-kota besar yang di dalamnya Amin (Teungku Chik Cot Kala). terdapat pula orang-orang yang berpendidikan. Hal ini diperkuat oleh Ibnu Batutah yang Dayah Cot Kala pada masa itu telah menyebutkan bahwa pada saat itu Pasei sudah menjadi pusat pendidikan Islam pertama merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara di Asia Tenggara. Lembaga ini dipandang dan di sini banyak berkumpul ulama-ulama berjasa dalam menyebarkan Islam dengan dari negeri-negeri Islam. Ibnu Batutah juga banyaknya lulusan yang menjadi ulama menyebutkan bahwa Sultan Malikul Zahir dan pendakwah Islam ke berbagai penjuru (1297-1326) adalah orang yang cinta kepada kepulauan Nusantara. Dakwah ini merangsang para ulama dan ilmu pengetahuan. Ketika lahirnya kerajaan-kerajaan Islam di berbagai hari Jumat tiba, Sultan melaksanakan salat daerah, seperti Kerajaan Islam Samudera di Mesjid dengan mengenakan pakaian ulama Pasai, Kerajaan Islam Benua, Kerajaan Islam dan setelah itu mengadakan diskusi dengan Lingga, Kerajaan Islam Darussalam, dan para ulama. Ulama-ulama terkenal pada waktu Kerajaan Islam Indra Jaya. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Amir Abdullah dari Delhi, Kadhi ini kemudian melebur pada awal abad ke-16 Amir Said dari Shiraz, Tajuddin dari Isfahan. menjadi Kerajaan Aceh Darussalam dengan Teungku Cot Mamplam dan Teungku Cot raja pertama bernama Ali Mughayatsyah yang Geureudong. memerintah pada 916-936 H./1511-1530 M. Perkumpulan (halaqah) semacam itu, Kehadiran Dayah Cot Kala kemudian diikuti yang dilakukan di sudut-sudut bagian masjid oleh dayah-dayah lainnya, antara lain Dayah untuk menyampaikan ajaran Islam atau Seureuleu di Kerajaan Lingga (Aceh Tengah) di bawah pimpinan Syekh Sirajuddin, didirikan Edisi Budaya | 75

antara tahun 1012-1059; Dayah Blang Peria 1) Dayah Tgk. Chiek Tanoh Abee, terletak di Kerajaan Samudra Pasei (Aceh Utara) di di dekat Selimeum (Aceh Besar). Dayah bawah Pimpinan Teungku Chiek Biang Peuria ini diperkirakan berdiri pada sekitar (Teungku Ja’kob), didirikan antara tahun awal abad ke-19 oleh seorang ulama 1155-1233; Dayah Batu Karang di Kerajaan yang datang dari Bagdad, Syekh Idrus Tamiyang di bawah pimpinan Teungku Ampon Bayan (Teungku Chiek Tanoh Abee), atas Tuan; Dayah Lamkeneeun di Kerajaan Lamuria permintaan Sultan Muhammad Syah Islam (Aceh Besar) di bawah pimpinan Teungku (1824-1836). Dayah ini termasuk Dayah Syekh Abdullah Kan’an, didirikan antara tahun yang besar dan paling berpengaruh selama 1196-1225; Dayah Tanoh Abee juga di Aceh abad ke-19. Sampai sekarang daya yang Besar, didirikan antara tahun 1823-1836. ini mempunyai khazanah yang lengkap Selain itu juga ada Dayah Tiro di Pidie yang dengan buku-buku hasil karya para ulama didirikan antara 1781-1795. terkenal masa lampau, ada di antaranya yang berumur lebih 400 tahun. Dengan dukungan sultan, lembaga-lembaga pendidikan agama Islam terus menyebar 2) Dayah Tgk. Chiek Kuta Karang (Dayah hingga ke daerah di pedalaman. Meunasah, Ulee Susu). Dayah ini diperkirakan berdiri mesjid, rangkang dan dayah sebagai lembaga pada sekitar paruh kedua abad ke-19 oleh pendidikan Islam di Samudra Pasei pada waktu Syekh Abbas Ibnu Muhammad (Teungku itu telah memegang peranan penting dalam Chiek Kuta Karang) yang pada waktu itu mencerdaskan rakyat ketika itu, sama halnya menjadi Kadi Malikul Adil Sultan Ibrahim juga di kemudian hari pada masa kerajaan Mansyur Syah (1857 - 1870). Aceh Darussalam. 3) Dayah Lam Birah. Dayah ini diperkirakan Ketika Malaka ditaklukkan Portugis berdiri pada akhir abad ke-18 oleh dua (tahun 1511 M), perkembagangan dayah di bersaudara yaitu: Ja Meuntroe dan Aceh justru bertambah dengan hijrahnya Bendahara yang keduanya kemudian beberapa ulama dan mubaligh Islam Malaka ke digelari dengan Teungku Chiek Lam Birah. Aceh. Di sana mereka juga turut serta dalam Mereka hidup sekitar masa pemerintahan menyiarakan agama Islam dengan mendirikan Sultan Johan Syah (1735-1960) dan masa dayah. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh pemerintahan Sultan Mahmud Syah atau ini mengalami zaman keemasan pada masa Tuanku Raja (1760-1781). Setelah itu Kerajaan Aceh Darussalam dipegang oleh selama abad ke-19 dayah ini dipimpin Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kemajuan oleh Teungku Chiek Cot Keupeung dan pendidikan pada waktu itu ditandai oleh Teungku Chiek Lam Baro. banyaknya ahli ilmu pengetahuan (ulama) yang berkumpul terutama di ibu kota kerajaan 4) Dayah Lam Nyong. Dayah ini diperkirakan dan usaha pembangunan lembaga-lembaga berdiri pada masa pemerintahan Sultan pendidikan di seluruh wilayah kerajaan. Di Mahmud Syah (1870-1874), didirikan antara yang sangat masyhur adalah Syekh oleh Teungku Syekh Abdussalam (Teungku Nurrudin Arraniri, Syekh Ahmad Khatib Chiek Lam Nyong). Langin, Syekh Syamsuddun al-Sumatrani, Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf, dan 5) Dayah Lam Krak. Dayah ini diperkirakan Syekh Burhanuddin yang kemudian menjadi berdiri masa pemerintahan Sultan ulama besar di Minangkabau. Sulaiman Syah (1836-1857). Didirikan oleh Datu Muhammad (seorang pejabat Pembangunan dayah tidak hanya terjadi tinggi pemerintahan pada waktu itu). pada masa kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam, tetapi juga pada masa kemundurannya (akhir 6) Dayah Lam Pucok di Aceh Besar. Dayah abad ke-18 dan ke-19). Sejumlah dayah yang ini diperkirakan berdiri pada waktu yang diperkirakan didirikan dan berkembang relatif bersamaan dengan pendirian Dayah selama abad ini antara lain ialah: Lam Krak, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syah (1836-1857). 76 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Didirikan oleh Teungku Muhammad Sa’ad lebih dikenal sebagai Teungku Chiek (Teungku Chiek Lam Pucok). Pantee Geulima ialah anaknya Teungku Chiek Haji Ismail. Selama perang ulama 7) Dayah Lam U di Aceh Besar. Dayah ini ini turut aktif melawan Belanda dengan diperkirakan berdiri relatif bersamaan mengerahkan sebagian besar murid dengan berdirinya Dayah Lam Nyong, (santri)-nya ke medan pertempuran yaitu pada masa pemerintahan Sultan sampai ke Aceh Besar. Pada Februari Mahmud Syah (1870-1874). Diridikan 1901 Teungku Chiek Haji Ismail gugur oleh Teungku Syekh Umar (Teungku Chiek dalam pertempuran mempertahankan Di Lam U). Kuta Batee Iliek (Samalanga) bersama dengan para ulama pemimpin dayah di 8) Dayah Rumpet di Kuala Daya, pantai sekitar benteng pertahanan itu (antara barat Aceh. Dayah ini diyakini masyarakat lain Teungku Chiek Lueng Keubeu dan setempat telah berdiri sejak masa Teungku Chiek Kuta Glee). Poteumeureuhom Daya, salah seorang raja yang terkenal Lamho Daya. Namun dayah Selain itu masih ada sejumlah sejumlah ini diperkirakan mencapai kemajuan dayah lainnya yang didirikan dan/atau selama abad ke-19, terutama pada masa berkembang pada sekitar akhir abad ke-18 pimpinan Teungku Muhammad Yusuf hingga awal abad ke-19, yaitu: Dayah Lam (Teungku Chiek Di Rumpet). Bhuk dan Dayah Krueng Kalee di Aceh Besar, Dayah Meunasah Biang di Samalanga, serta 9) Dayah Teungku Chiek Di Tiro, terletak beberapa Dayah di sekitar kuta pertahanan di daerah Pidie. Dayah ini merupakan Batee Iliek yang memegang peranan penting salah satu dayah yang cukup terkenal di selama perang Belanda, antara lain: Dayah Cot daerah IX Mukim Keumangan. Dayah Meurak dan Dayah Pulo Baroh di Aceh Utara. ini mencapai kemajuan pesat pada masa Teungku Muhammad Saman atau yang Selama perang kolonial Belanda, dayah masyhur dengan sebutan Teungku Chiek memegang peranan penting dalam pengerahan Di Tiro (1836-1891), seorang ulama tenaga pejuang (murid) ke medan pertempuran penggerak Perang Sabi melawan Belanda maupun dalam menumbuhkan semangat juang yang sangat terkenal (sekarang telah rakyat secara masal. Sejak Belanda menyatakan diangkat sebagai Pahlawan nasional). perang kepada Kesultanan Aceh pada tanggal Sebelum kepemimpinannya, dayah ini 26 Maret 1873 keberadaan ulama dayah selalu terdiri dari dua dayah yaitu: menjadi ujung tombak dalam pertahanan dan perlawanan. Contoh mencolok misalnya (1) Dayah Tiro Keumangan, dipimpin ketika agresi pertama Belanda ke Aceh pada oleh Teungku Dhiek Muhammad tahun 1873. Belanda mengalami kesulitan Amin atau yang dikenal juga dengan mengetahui letak keraton tempat kediaman sebutan Teungku Chiek Dayah Cut sultan karena pusat perlawanan berasal dari (guru Tgk. Muhammad Saman), dan Masjid Raya di Kutaraja. Demikian kerasnya perlawanan sehingga masjid itu dianggap (2) Dayah Tiro Cumbok, berada di sebagai benteng keraton. Butuh waktu sebelah Dayah Tiro Keumangan sekitar sepuluh bulan bagi Belanda untuk dengan dibatasi oleh sungai. Dayah dapat benar-benar menguasai Masjid Raya ini dipimpin oleh Teungku Chiek Übet tersebut dari tangan kaum muslimin pejuang (paman Tgk. Muhammad Saman). Aceh. Dengan telah dikuasainya Masjid Raya Kutaraja, pertahanan keraton pun semakin 10) Dayah Tgk. Chiek Pantee Geulima, di lemah. Selanjutnya, hanya butuh 18 hari bagi Aceh Pidie. Dayah ini didirikan pada masa Belanda untuk dapat menguasai Keraton. pemerintahan Sultan Muhammad Syah (1870-1874) oleh Teungku Chiek Pantee Meskipun pada saat itu Belanda Ya’cob, seorang ulama yang dianggap memproklamirkan kejatuhan Aceh, tetapi sebagai pengarang hikayat terkenal, Hikayat Malem Dagang. Namun yang Edisi Budaya | 77

perjuangan para ulama dan santri dayah terus ulama - dengan menawarkan “pemerintahan berlanjut, baik melalui gerilya maupun perang sendiri” bagi para uleebalang dengan cara terbuka, yang berlangsung hingga sekitar korteverklaring (deklarasi singkat) pada tahun tahun 1912. Peran ulama dayah benar-benar 1874. Cara ini menghasilkan hubungan yang jelas terlihat setelah pemimpin-pemimpin tidak harmonis antara uleebalang dan ulama pemerintahan adat, yaitu raja-raja kecil hingga memunculkan konflik berdarah di yang disebut uleebalang makin banyak yang antara mereka pada selang beberapa waktu mengakui kedaulatan Belanda, para pemimpin setelah Indonesia Merdeka. agama tidak mengikuti langkah para pemimpin adat itu. Sebagian besar dari pemimpin agama Dengan cara tersebut Belanda berhasil menempuh jalan meneruskan perlawanan memecah belah persatuan rakyat Aceh bersenjata, bahu-membahu bersama-sama yang pada gilirannya menyebabkan konflik dengan para uleebalang dan keluarga mereka berkepanjangan antara kelompok pendukung yang anti Belanda untuk mengeluarkan uleebalang dengan pendukung sultan. Di antara Belanda dari tanah Aceh. para uleebalang ada yang telah mempersiapkan deklarasi dan ada pula yang masih setia pada Sejalan dengan itu muncullah tipe sultan. Dalam keadaan demikian, sultan kepemimpinan kharismatik dari para ulama. mendapatkan dukungan yang sangat kuat Rakyat Aceh yang sebagian terbesar adalah dari para ulama, mereka sangat anti terhadap petani dan tidak semua sanggup mengikuti Belanda. Mereka memimpin perlawanan pendidikan agama untuk mampu mendalami terhadap Belanda. Bersama para petinggi kitab-kitab agama, menumpukkan harapan istana yang tetap setia kepada sultan, para mereka kepada para ulama dan teungku- ulama ikut berperang dengan berlandaskan teungku lainnya tidak saja sebagai orang yang ajaran agama. Dengan strategi gerilya mereka dapat memberi petunjuk dan bimbingan terus berjuang menghalangi Belanda. tentang bagaimana seharusnya bersikap dan bertindak dalam menghadapi agresi Belanda, Selama perang kolonial Belanda, tetapi juga sebagai orang yang mampu dayah memegang peranan penting dalam menimba dari kitab suci al-Qur’än dan sunah pengerahan tenaga pejuang (murid) ke medan Nabi dalam menghadapi krisis. Para ulama pertempuran maupun dalam menumbuhkan tampil sebagai pemberi arahan dengan antara semangat juang rakyat secara masal, terutama lain menggubah hikayat perang sabil untuk melalui pembacaan Hikayat Perang Sabi di mengerahkan rakyat dan mengumpulkan dana dayah-dayah, rangkang, meunasah dan mesjid; untuk melawan musuh. dan bahkan ada dayah seperti dayah di sekitar Batee Iliek - yang langsung menjadi pusat Pada bulan Desember 1877, misalnya, pertahanan. Karena itu tidak mengherankan Teungku Muhammad Amin Dayah Cut Tiro apabila selama akhir abad ke-19 banyak dayah menyerukan agar barang siapa yang yakin akan yang terbengkalai atau langsung diserang oleh Allah dan Rasul-Nya hendaklah berperang tentara Belanda karena dianggap sebagai basis sabil ke Aceh Besar. Rakyat dianjurkannya konsentrasi kekuatan pejuang rakyat. untuk berpuasa tiga hari, membaca Qur’an dan mengadakan kenduri, memberi sedekah Perkembangan untuk menolak bala serta bertobat jika telah melanggar syariat Islam. Peperangan dahsyat antara Aceh dan Belanda yang terjadi hingga memasuki abad Kegigihan para ulama dayah dalam bertahan ke-20 menyebabkan banyak tempat pengajian atau melawan ketika kesultanan Aceh diserang agama atau dayah yang digunakan sebagai Belanda digambarkan Amiruddin sbb: pusat kegiatan perlawanan luluh lantak. Hal ini terjadi misalnya pada dayah di Lembada Dalam usaha mereka untuk menguasai yang terbakar bersama koleksi kitabnya yang Aceh, Belanda mencoba memisahkan kekuatan- sangat banyak. kekuatan tradisional - sultan, uleebalang, dan 78 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tidak banyak yang diketahui perihal dan Dayah Teupin Raya yang didirikan oleh proses pendidikan dayah waktu itu, kecuali Teungku Chiek Teupin Raya sedang di Aceh sebagai pusat motivasi sekaligus kekuatan Utara antara lain: Dayah Tanjungan, Dayah perlawanan terhadap Belanda. Barulah setelah Mesjid Raya, Dayah Kuala Biang, Dayah Biang perang rakyat semesta berhenti (lebih kurang Bladeh, Dayah Cot Meurak, Dayah Juli, Dayah tahun 1904; meskipun perlawanan secara Pulo Kiton yang didirikan oleh Teungku Chiek bergerilya tetap berlangsung) para ulama Pulo Kiton dan masih banyak lagi. (Teungku Chiek) kembali memperhatikan nasib pendidikan rakyat mereka. Dayah-dayah Di daerah Aceh Barat, selain dibangun dan rangkang yang selama ini ditinggalkan kembali Dayah Rumpet oleh keturunan kembali dibangun. Tampaknya, sejak waktu Teungku Chiek Muhammad Yusuf, pada itu untuk menyebut dayah atau rangkang perempatan pertama abad ke-20 juga didirikan kadang-kadang digunakan juga Pasantren beberapa pesantren. Di antaranya, yaitu di sebagaimana di Jawa. Bahkan, di daerah Aceh Ujung Kalak dan Biang Meulaboh; di Paya Barat dan Selatan istilah ini lebih populer bila Lumpai Samatiga dipimpin oleh Teungku dibandingkan dengan dayah dan rangkang. Syekh Abu Bakar (sampai tahun 1936). Sebelum membangun pesantren ini Syekh Abu Dayah atau pesantren yang didirikan Bakar memperoleh pendidikan di Dayah Lam atau dibangun kembali pada pertengahan Bhuk, Aceh Besar. Jumlah santri pada masing- pertama abad ke-20, antara lain di Aceh masing pesantren tersebut dalam ukuran Besar: Dayah Tanoh Abee, Dayah Lam Birah puluhan orang. Selain itu di Kuala Bhee Woyla oleh Teungku H. Abbas (Teungku Chiek Lam terdapat juga pesantren di bawah pimpinan Birah) sementara adiknya Teungku H. Jakfar Teungku Ahmad; di Peureumeu di bawah (Teungku Chiek Lam Jabad) mendirikan pimpinan Teungku Ahmad; di Peureumbeu di Dayah Jeureula; selanjutnya Dayah Lam bawah pimpinan Teungku Di Tuwi. Pesantren Nyong, Dayah Lam U, Dayah Lam Bhuk, ini juga menampung santri adalah jumlah Dayah Ulee Susu, Dayah Indrapuri didirikan puluhan orang. oleh Teungku Chiek Indrapuri, Dayah Lam Seunong oleh Teungku Chiek Lam Seunong, Di daerah Aceh Selatan, sejak perempatan Dayah Ulee U oleh Teungku Chiek Ulee U, pertama abad ke 20 juga berdiri beberapa Dayah Krueng Kalee, Dayah Montasik. Dayah dayah/pesantren. Di antaranya, Dayah Teungku Piyeurig, Dayah Lam Sie dan masih banyak Syekh Mud di Biang Pidie. Teungku Syekh Mud lagi. Sedang Teungku Fakinah, seorang pejuang memperoleh pendidikan di Dayah Lam Bhuk wanita, setelah berhenti berjuang pada tahun 1910, mendirikan Dayah Lam Diran sebagai Dayah Umi Rawiyah. kelanjutan dayah neneknya di Lam Krak dan di Lam Pucok. Suatu keistimewaan dari dayah ini Sumber: http://www.wikiwand.com/ace/Dayah adalah, kepada santri wanita selain diajarkan ilmu agama juga diajarkan berbagai jenis ketrampilan, seperti menjahit, menyulam dan sebagainya. Di daerah Aceh Pidie dibangun kembali atau didirikan dayah-dayah antara lain: Dayah Tiro, Dayah Pantee Geulima, Dayah Cot Plieng, Dayah Biang, Dayah Leupoh Raya, Dayah Garot/Gampong Aree, Dayah Ie Leubeu yang didirikan oleh Teungku Muhammad Arsyad (Teungku Chiek Di Yan), Dayah Meunasah Raya oleh Teungku Muhammad Yusuf (Teungku Chiek Geulumpang Minyeuk) Edisi Budaya | 79

dan Dayah Indrapuri, Aceh Besar. Setelah mereka mendirikan pesantren di kampung kemerdekaan Dayah Teungku Syekh Mud halamannya. bernama Pesantren Bustanul Huda. Di Suak Samadua berdiri pula pesantren dengan nama Setelah Indonesia merdeka lembaga- Islahul Umam di bawah pimpinan Teungku Abu lembaga pendidikan Islam tradisional di Aceh, dan Teungku M. Yasin. Di Terbangan berdiri sebagaimana halnya di daerah-daerah lain, Pesantren Al-Muslim di bawah pimpinan tampaknya dapat hidup dan berkembang Teungku H. M. Di Tapaktuan berdiri Pesantren terus berdampingan dengan lembaga-lembaga Al-Khairiyah di bawah pimpinan Teungku pendidikan modern, seperti madrasah, Zamzami Yahya dan Labuhan Haji berdiri sekolah dan sebagainya yang didirikan oleh pesantren yang juga disebut Al-Khairiyah; di pemerintah dan badan-badan swasta lainnya. bawah pimpinan Teungku Mohammad Ali Pada era pembangunan, dayah/pasantren tetap Lampisang. Perlu dijelaskan ketiga pesantren difasilitasi untuk tumbuh dan berkembang. yang disebutkan terakhir kemudian sistemnya Sebagaimana layaknya pendidikan formal, diubah menjadi sistem madrasah (sistem pendidikan non-formal dayah/pesantren juga klasial), sehingga sejak saat itu pesantren dilindungi dan diberi bantuan. Dalam kaitan tersebut tidak dapat lagi digolongkan ke dalam ini, pada tahun 1968, Presiden Soeharto hadir lembaga pendidikan tradisional. Semua tenaga meresmikan sebuah Dayah Teungku Chiek di pengajar di pesantren-pesantren tersebut Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam Banda memperoleh pendidikan di salah satu dayah/ Aceh yang diberi nama Dayan Teungku Chiek pesantren yang terdapat di Aceh Besar. Bahkan Pante Kulu, diambil dari nama seorang ulama Teungku Syekh Mud dan Teungku Mohammad pejuang, pengarang Hikayat Perang Sabi, Ali Lampisang sendiri berasal dari Aceh Besar. Teungku Haji Muhammad yang digelar dengan Teungku Chiek Pante Kulu. Selain itu, pada permulaan pendudukan militer Jepang tahun 1942 di Aceh Selatan Dayah-dayah terus tumbuh dan juga didirikan sebuah pasantren yang berkembang dengan dinamikanya masing- sampai sekarang terkenal di seluruh Aceh, masing. Kemampuan dan kesediaan dayah yaitu: Pasantren Darussalam Labuhan Haji. untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat Pasantren telah ini membuka sistem madrasah modernisasi, menjadikan dayah berkembang (sekolah), di samping jalur pendidikan dari yang tradisional ke modern. Beberapa tradisional dayah/pasantren. Sistem madrasah dayah, seperti telah disebutkan, mampu tetap mempelajari kitab-kitab sebagaimana bersaing di tengah kebutuhan zaman, tetapi dayah/pasantren. Tiga jenjang pendidikan tidak sedikit pula justru tenggelam. Namun yang ditawarkan di Pasantren Darussalam, demikian, lembaga pendidikan dayah tetap yaitu: tingkat Subiah (pendahuluan, 3 terpelihara dengan sistemnya yang khas, tahun), tingkat Ibtidaiyah (dasar, 7 tahun), meskipun selalu saja ada perubahan untuk dan tingkat Bustanul-Muhaqqiqin (mahir, 3 mendukung eksistensinya. tahun). Sejak tahun 1968, jenjang pendidikan tersebut mengalami perubahan, yaitu: tingkat Pembelajaran Ibtidaiyah (4 tahun), Tsanawiyah (3 tahun), Aliyah (3 tahun) dan Bustanul Muhaqqiqin (3 Pada dasarnya di Aceh terdapat dua jenis tahun). Pada tahun pertama didirikan, dayah/ dayah, yaitu: dayah biasa dan dayah teungku pesantren ini telah memiliki 60 santri dan 125 chiek. Dibedakan dengan dayahpada umumnya, pengikut tarekat. Jumlah tersebut meningkat dayah teungku chiek dipimpin oleh oleh seorang drastis pada 20 tahun berikutnya. Pada ulama besar. Teungku Chiek merupakan gelar tahun 1962 jumlah santrinya mencapai 1839 bagi seorang ulama besar yang luas kajiannya orang dengan pengikut tarikat 1900 orang. dalam berbagai cabang ilmu Islam. Hal ini Lulusannya banyak yang telah menjadi ulama yang menyebabkan dayah teungku chiek tersebar di hampir seluruh Aceh, bahkan ada dipandang memiliki kedudukan lebih tinggi juga yang di luar daerah. Sebagian besar dari dibandingkan dayah-dayah lainnya, meskipun 80 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dayah yang lain juga tetap lebih tinggi tingkat seorang Teungku Chiek. Meskipun demikian, pembelajarannya dibandingkan dengan di ada pula dayah yang menyediakan tiga jenjang rangkang atau masjid. sekaligus, yaitu rangkang (tingkat dasar), balee (tingkat menengah), dan dayah manyang Dalam melaksanakan tugasnya pemimpin (tingkat lanjut) sebagaimana telah berlangsung dayah selalu dibantu oleh beberapa orang sejak Kesultanan Aceh. santri senior yang dipandang lebih luas pengetahuannya. Guru bantu ini biasa disebut Dengan kata lain, mereka yang belajar di Teungku di Rangkang, sedang pemimpin dayah -munkin juga di rangkang- biasanya dayah itu sendiri disebut Teungku Di Balee adalah aneuk dara dan aneuk muda yang (harus dibedakan dengan teungku balee yang telah memiliki dasar, setidaknya telah statusnya sama dengan teungku meunasah). mampu membedakan huruf-huruf Arab yang Dalam proses pembelajaran, teungku di merupakan modal dasar untuk keberhasilan rangkang belajar pada teungku di balee; proses belajar mengajar di dayah. Karena di sedangkan para santri yang baru datang dayah mereka akan belajar ilmu agama yang mereka belajar pada teungku di rangkang. Di lebih luas dan lebih mendalam. Meskipun samping itu para santri yang sudah agak lama demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan di sana, meskipun belum menjadi teungku di adanya ureung ciek, yaitu orang-orang dewasa rangkang juga langsung belajar pada teungku yang telah berumur sekitar 25 tahun ke atas, di balee. untuk menimba ilmu di sana. Demikian juga tidak menutup kemungkinan adanya Para santri dayah pada dasarnya tidak orang yang sudah berkeluarga meninggalkan dibatasi usia. Tetapi secara tradisional keluarganya di gampong pergi merantau, yang masyarakat Aceh mengenal tingkatan disebut jak meudagang atau jak beut ke suatu pembelajaran bagi usia-usia tertentu. Anak- dayah teungku chiek untuk memperdalam anak pada usia dini, baik aneuk miet ineung ilmunya. (anak wanita, umur sekitar 5—13/14 tahun) juga aneuk miet agam (anak laki-laki, umur Kegiatan pembelajaran di dayah biasanya sekitar 5-14/15 tahun) belajar di rumoh kepada berlangsung pada malam hari, yaitu setelah Teungku di Rumoh, baik kepada Teungku salat Magrib, sekitar jam 19.30-22.00 WIB; Inoung (wanita) ataupun kepada Teungku Agam kadang-kadang juga pada pagi hari setelah (laki-laki), yaitu suami-isteri yang mendiami salat Subuh sampai jam 09.30 WIB dan sore rumah tersebut. Setelah munculnya lembaga hari setelah salat Asar, sekitar jam 16.00 meunasah, anak laki-laki, baik anouk miet agam sampai pukul 17.30 WIB (waktu disesuaikan ataupun aneuk muda pindah ke meunasah, dengan sekarang). Kegiatan belajar itu belajar pada teungku meunasah; sedangkan berlangsung sepanjang minggu, kecuali malam anak perempuan, baik anouk miet inoung Jumat yang umumnya digunakan untuk acara maupun aneuk dara tetap belajar di rumoh pada kesenian yang bernafaskan Islam, seperti teungku inoung yang biasanya adalah isteri qasidah, dalael, meureukon yaitu semacam dari teungku meunasah. Di tempat tersebut diskusi kelompok membahas masalah agama; mereka belajar dasar-dasar ilmu agama Islam, pesertanya dibagi dalam dua kelompok dan khususnya membaca Alquran. Selain belajar tanya-jawab berlangsung dengan dilagukan di Rumoh atau meunasah, di antara anak usia dan sebagainya. dini juga ada yang belajar di mesjid. Beberapa meunasah atau masjid juga mengadakan Di samping memperdalam Alquran dan pengajian umum rutin untuk pengenalan bahasa Arab, mata pelajaran utama yang agama Islam lebih lanjut. Pendidikan Islam diajarkan di lembaga pendidikan dayah selanjutnya, di tingkat menengah, adalah meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan Rangkang, gurunya disebut Teungku Di Islam yang pada waktu itu sedang berkembang Rangkang. Barulah setelah itu mereka dapat di dunia Islam. Cabang-cabang ilmu belajar di dayah teungku chiek di bawah asuhan pengetahuan tersebut, antara lain ialah: ilmu fiqh (hukum Islam), ilmu tafsir, ilmu hadits, Edisi Budaya | 81

ilmu tasawuf, etika/akhlak, ilmu tauhid, rasa bertanggung jawab terhadap ilmu yang ilmu mantiq (logika), ilmu hisab/astronomi dimiliki. Melalui metode itu para santri dan masih banyak lagi. Kitab-kitab yang dayah diharapkan dapat termotivasi untuk dipergunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu mengembangkan pengetahuannya, karena itu semuanya dalam bahasa Arab, seperti untuk menurut tradisi dayah, pengetahuan seseorang ilmu fiqh, kitab-kitab Bajuri, Matan Minhaj, diukur oleh jumlah buku yang telah dipelajari Fathul mu’min, Fathul wahab, al-Mahalli dan dan kepada teungku dayah mana ia telah lain-lain; untuk ilmu tafsir; Al-Jalalain, Shawi berguru. dan lain-lain; sedang untuk ilmu tasawuf, kitab standar yang dinilai cukup baik ialah kitab Ihya Fungsi Sosial ‘ulumiddin karangan Imam Ghazali. Dayah merupakan lembaga otonom Kitab-kitab klasik tersebut dipelajari yang bergerak di bidang pembelajaran dan secara berjenjang berdasarkan tingkatan pendidikan agama. Sebagai lembaga otonom, kelas keahlian. Pembelajaran dimulai dengan dayah berada di bawah kendali penuh Sang kitab-kitab yang sederhana, biasanya berupa Teungku Chik, baik pembangunan maupun kitab jawoe (kitab Arab Melayu) kemudian kegiatannya. Sebuah dayah pada dasarnya dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih didirikan atas inisiatif ulama (Teungku atau tinggi atau mendalam isinya yang murni Teungku Chiek), baik inisiatif itu muncul atas berbahasa Arab. Dengan demikian tingkatan dorongan cita-citanya sendiri, maupun karena suatu dayah sebenarnya dapat diketahui dari permintaan uleebalang, imeum mukim, jenis kitab-kitab yang diajarkan/dipelajari. atau pemuka masyarakat setempat yang menghendaki. Lahan yang digunakan untuk Pada masa perang kolonial Belanda di membangun dayah berstatus wakaf, baik Aceh, para santri yang sedang belajar di dayah, diberikan oleh masyarakat umum maupun selain belajar ilmu agama juga selalu dibekali milik pribadi teungku pimpinan. Pada masa dengan semangat “ajaran perang sabi” sehingga lalu, masyarakat sekitar membantu aktif pada waktunya kelak, setelah meninggalkan pembangunan fisik sarana dan prasarana rangkang atau dayah, mereka rela terjun ke dayah secara gotong royong dan memberikan kancah peperangan untuk mempertahankan sebagian hasil pertanian mereka untuk agama dan negara dari penjajahan kaphee mencukupi kebutuhan dayah. Atas dasar Belanda. Akan tetapi, pada zaman modern hal keterkaitan antara ulama dan masyarakat ini sudah jarang dilakukan. itulah kehadiran dayah tidak dapat lepas dari fungsi sosialnya bagi masyarakat. Tuntutan zaman modern adalah kemandirian. Lembaga dayah dituntut Nuraini menyebutkan adanya empat mampu membina para santrinya untuk dapat fungsi signifikan dayah, yaitu sebagai: (1) membina diri dan berdiri sendiri agar tidak pusat belajar agama dan cendekiawan, (2) menggantungkan sesuatu kepada orang lain benteng terhadap kekuatan melawan serangan kecuali kepada Tuhan. Oleh sebab itu, para penjajah, (3) agen pembangunan, dan (4) teungku dayah selalu menaruh perhatian dan sekolah bagi masyarakat. mengembangkan watak pendidikan. Murid dididik sesuai dengan kemampuannya. Anak- 1) Dayah sebagai Pusat Belajar Agama dan anak yang cerdas dan memiliki kelebihan Cendekiawan kemampuan dibandingkan yang lain, diberi perhatian istimewa dan selalu didorong Seperti telah diungkapkan, dayah untuk mengembangkan diri. Untuk membina merupakan lembaga pendidikan pertama kemandirian dan pengembangan diri itu, di Aceh. Lembaga ini telah banyak metode pembelajaran pada kelas yang lebih dikunjungi oleh para cendekiawan yang tinggi dapat dilakukan melalui diskusi atau kemudian tersohor pada zamannya. berdebat (meudeubat). Metode ini dipandang Beberapa ulama terkemuka yang efektif untuk membentuk kepribadian dan pernah belajar di Aceh antara lain Syekh 82 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Muhammad Yusuf al-Makkasari (1626- atau tidak sanggup menjalankan roda 1699), dari Makasar, Syekh Burhanuddin kepemimpinan. Tokoh ulama dayah yang dari Minangkabau yang kemudian aktif melakukan perlawanan terhadap menyebarkan Islam di Ulakan. Selain itu, Belanda ketika itu antara lain: Teungku Daud al-Fatani dari Pattani (sekarang Abdul Wahab Tanoh Abee (Tgk. Chik satu wilayah di Thailand), yang kemudian Tanoh Abee), Teungku Chik Dayah Cut, dikenal di Mekkah sebagai Murid Teungku Muhammad Saman (Teungku Muslim dari Asia Tenggara juga pernah Chik Di Tiro), Teungku Chik Kuta mengunjungi Aceh sekitar tahun 1760-an. Karang, Teungku Dayah Krueng Kale, Tgk. Chik Pante Kulu, dsb. Di samping Sejak sejak Hamzah Fansuri sampai seruan para ulama dayah secara lisan, kedatangan Belanda, ada 13 ulama dayah pembacaan Hikayat Prang Sabi di dayah- yang menulis kitab; karya yang ditulis dayah membangkitkan motivasi dari para jumlahnya 114 kitab. Dari kitab-kitab pasukan santri. tersebut terdiri dari berbagai subjek, seperti tasawuf, kalam, logika, filsafat, 3) Dayah sebagai Agen Pembangunan fiqh, hadits, tafsir, akhlaq, sejarah, tauhid, astronomi, obat-obatan, dan masalah Pada kenyataannya dayah, khususnya di lingkungan. era pembangunan saat ini, tidak hanya penting dalam pembinaan bidang agama. 2) Peran Dayah dalam Melawan Penetrasi Tuntutan dunia modern merupakan Penjajah tantangan yang harus dihadapi lembaga dayah. Untuk menghadapi tantangan Pada saat perang Aceh melawan Belanda, itu, saat ini dayah-dayah melengkapi keterlibatan para ulama dayah dalam lulusannya dengan berbagai keahlian pertahanan dan perlawanan jelas terlihat. praktis. Dalam hal ini, apa yang terjadi Terlebih ketika banyak uleebalang di Dayah Darussalihin Lam Ateuk, Aceh yang memilih tunduk kepada Belanda Besar, dapat dijadikan contoh. Para santri Dayah MUDI Mesra berada di Desa Mideuen Jok, Kemukiman Mesjid Raya Samalanga, Bireuen Aceh Sumber: http://ulama-aceh.blogspot.co.id/ Edisi Budaya | 83

di sana dibekali keterampilan menjahit. 4) Dayah sebagai Sekolah bagi Masyarakat Anak laki-laki diajarkan menjahit Belajar di dayah tidak membutuhkan kopiah sementara murid perempuan banyak uang. Umumnya, dayah-dayah diajarkan menjahit pakaian wanita. tidak membebankan murid-murid Di beberapa dayah, kegiatan koperasi untuk membayar uang pendidikan. juga digalakkan hal ini bertujuan untuk Sebagaimana dilaporkan oleh Kustadi membina kemandirian ekonomi santri. Suhendang, 47 persen dayah-dayah Hal semacam ini sebenarnya bukan hal tidak memungut uang pendidikan; 20 baru, karena sebelum kedatangan Belanda persen memberlakukannya, tetapi tidak ke Aceh, beberapa ulama yang tamat dari mewajibkan dengan jumlah tertentu. dayah juga aktif dalam bidang ekonomi, Bagi murid yang fakir miskin, dayah khususnya bidang pertanian. Sebagai dengan sendirinya menyediakan makan, contoh, Teungku Chik di Pasi memimpin yang diberikan oleh Teungku (pimpinan masyarakat membangun sistem irigasi, dayah) atau dari masyarakat yang selalu seperti yang dilakukan oleh Tgk. Chik di siap membantu. Mengajar dipandang Bambi dan Tgk. Chik di Rebee. Demikian sebagai ibadah, keadaan ini menjadikan pula pada sekitar tahun 1963, Teungku agak mudah bagi masyarakat untuk Daud Beureueh menjadi motor penggerak memperoleh kesempatan belajar. Sebagai pembuatan jalan-jalan, pengadaan guru, teungku bukan hanya bertanggung jembatan, membangun jaringan irigasi jawab dalam hal mengajar, namun juga dan pembersihan irigasi yang telah lama. berfungsi sebagai penasehat, pelatih, Para ulama Dayah juga mempunyai pembimbing dan penolong. Hubungan kemampuan mendorong masyarakat antara murid dan guru lebih pada untuk berpartisipasi dalam proses hubungan personal ketimbang hubungan pembangunan yang dapat meningkatkan birokrasi. nilai-nilai kemanusiaan. Sumber Bacaan [A. Ginanjar Sya’ban] Amirudin, “Ulama Dayah” dalam Dody S. Truna, dan Ismatu Ropi (ed.), Pranata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002). Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, Sejarah Pendidikan... (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984) Amiruddin, The Response of The Ulama Dayah (McGill University, 1994), hlm. xx; Amirudin, op.cit. Tome Pires, The Suma Oriental..., Vol I translated and edited by Armando Cortesao, Printed for the Hakluyt-Cociety, London. 1944. Ibnu Batuttah, Travel in Asia and Afrika, translated and edited by H.A. R. Gibb, George Routledge & Son, Ltd., London, dst.; T. Iskandar, Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Prasasaran pada Seminar Kebudayaan dalam rangka PKA II. Banda Aceh 1972, hlm. x Zainudin, Tarich Atjeh dan Nusantara (Medan: Pustaka Iskandar Muda, 1961), hlm. xx.; Bustamam-Ahmad, Islam Historis (Yogyakarta: Galang Press, 2002) Arnold, The Preaching of Islam (Jakarta: Widjaya, 1979) Ali Hasjmy. “Pendidikan Islam... ”, Sinar Darussalam, no 63 (1975), hlm. x-x; lihat juga Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, op.cit., Tim Badan Pendidikan dan Pembinaan Dayah, Dayah: Sejak Sultan Hingga Sekarang. http://archive.is/bppd.acehprov. go.id (Selasa, 08 Januari 2013 M | 26 Safar 1434 H) diakses melalui laman (xxxxx) pada September 2016. Ali Hasjmy, op.cit., hlm. x-x; Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, op.cit., hlm. 14; Lihat juga Snouck Hurgronje, Aceh: Rakyat dan Adat Istiadatnya (Jakarta: INIS, 1997) II,. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995),. Muhammad Amin Dayah Cut Tiro pada Teungku di Dalam, 3 Zulkaedah 1294 [9 Desember 1877], Cod. Or. Baihaqi, “Ulama dan Madrasah Aceh” dalam Taufik Abdullah (ed.), Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Ali Hasjmy, “Srikandi Teungku Fakinah,” Sinar Darussalam, no. 66, Pebruari 1976,; H.M. Zainuddin, Srikandi Atjeh, Iskandar Muda, Medan, 1965; Rusdi Sufi, Pandangan dan Sikap Ulama di Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: LIPI, 1987), Alyasa’ Abubakar, Manuskripsi Dayah Tanoh Abee: Kajian Keislaman di Aceh pada masa Kesultanan, Kajian Islam (Banda Aceh: Ar-Ranirry Press, 2000) Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), Nuraini, “Potret Islan Tradisional Dayah dan Ulama Aceh Abad ke-20 dalam Perspektif Sejarah”, Jurnal Mudarrisuna, vol. 4 No. 2 (Juli-Desember, 2014) 84 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Diniyah Kata diniyah berasal dari Bahasa arab kemudian berkembang, dengan lahirnya yang berarti keagamaan, dari akar kata madrasah, PTAI (Perguruan Tinggi Agama din yang memiliki arti; pasrah, tunduk, Islam), Madrasah Diniyah dan seterusnya. patuh, tingkah laku, kebiasaan, kepercayaan, tauhid, ibadah. Umumnya kata din bermakna Masa Awal agama. Kata din dalam al-qur’an diulang sebanyak 101 kali, dan memiliki makna yang Pendidikan keagamaan dalam tradisi Islam bermacam-macam. Menurut Harun Nasution, memiliki model yang beragam, terlebih setelah paling tidak ada empat unsur yang terkandung umat Islam yang hampir ada diseluruh penjuru dalam agama yaitu; percaya terhadap dunia. Pendidikan keagamaan Islam memiliki keagungan hal gaib, dengan percaya terhadap pola yang berbeda-beda, baik pendidikan yang yang gaib manusia akan bahagia dunia akhirat, ada di berbagai wilayah. Model dan kurikulum rasa takut terhadap hal gaib, dan menyakini pendidikan keagamaan yang berada di Arab kesucian hal gaib. Menurut Atho Mudhar Saudi, bisa jadi berbeda dengan yang ada di istilah “agama” dan “keagamaan” memiliki Iran, Turki, Mesir, Maroko, Tunis atau wilayah- pemahaman yang berbeda. Kajian agama Islam wilayah yang lainnya, termasuk di Indonesia. adalah kajian yang membahas agama Islam itu sendiri, sedangkan kajian keagamaan Islam Madrasah telah muncul sebagai lembaga meliputi seluruh kajian yang berhubungan Pendidikan di dunia sejak abad 11 M dan telah dengan Islam, dan dapat didekati dari berbagai tumbuh berkembang pada masa kejayaan aspek. Islam. Di antaranya yang terkenal adalah Madrasah yang dibangun oleh perdana menteri Penjelasan di atas, menunjukkan bahwa Nizham Al-Mulk, yang populer dengan nama pengertian diniyah adalah pembahasan Madrasah Nizhamiyah. Pendirian Madrasah tentang keagamaan dari berbagai aspek. Kata ini telah memperkaya khasana lembaga diniyah dalam tradisi Indonesia, umumnya pendidikan di lingkungan masyarakat Islam, bersandingan dengan istilah madrasah. Kata karena pada masa sebelumnya masyarakat “madrasah” juga berasal dari bahasa Arab yang Islam hanya mengenal pendidikan tradisional berarti tempat belajar. Kata “madrasah” berasal yang diselenggarakan di masjid-masjid, pada dari akar kata “darasa” (telah belajar). Jadi saat itu Islam telah berkembang secara luas pengertian madrasah diniyah adalah tempat dalam berbagai macam ilmu pengetahuan, (lembaga pendidikan) yang mengkaji agama dengan berbagai macam aliran atau madzab dari berbagai sudut pandang atau pendekatan. dan pemikirannya. Pembidangan ilmu pengetahuan tersebut bukan hanya meliputi Pergeseran makna diniyah sebagai lembaga ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al- pendidikan, akan terus berubah, seiring qur’an dan Hadis, tetapi juga bidang-bidang dengan perkembangan pendidikan keagamaan filsafat, astronomi, kedokteran, matematika yang ada di Indonesia. Pada awalnya dan ilmu kemasyarakatan. Lahirnya Madrasah pendidikan diniyah di Indonesia hanya dikenal di dunia Islam pada dasarnya merupakan pada lembaga pendidikan Pondok Pesantren, Edisi Budaya | 85

usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat. Pada abad ke 14 Ibnu Batuta pernah menjadi guru hadis di lembaga pendidikan Siswa Madrasah Diniyah Nidhomiyah Putra, Kencong. Al-Mansur di Baghdad. Pada masa Al-Maghrizi Sumber: ARRAHMAH.CO.ID di mushalla ‘Amr dibuka 8 kelas dalam bidang kedokteran, falaq, dan lain lain. Tradisi ilmu fiqih. Pada abad ke 14 di Al-Azhar, banyak keilmuan di madrasah dapat dilihat dari tiga lembaga pendidikan madrasah didirikan aspek. Pertama, aspek transformasi madrasah. diantaranya di mushalla Al-Hakim. Madrasah Dilihat dari sisi keilmuan, ilmu yang diajarkan Naysabur adalah lembaga pendidikan yang di madrasah masih merupakan kelanjutan memfokuskan pada kajian fiqh Syafii. dari yang diselenggarakan di masjid. Kedua, Salahuddin adalah raja yang pertama kali aspek aliran agama. Madrasah merupakan memperkenalkan madrasah di Yerussalem. lembaga sunni atau aliran fiqh dan hadits dan Beliau telah mendirikan 31 madrasah yang madrasah menolak filsafat dan mantiq Yunani khusus kajian ilmu yang berkaitan dengan al- karena mantiq merupakan pintu menuju qur’an dan al-hadist. Perkembangan lembaga filsafat dan kesesatan. Hal ini mengakibatkan pendidikan madrasah di wilayah Spanyol, madrasah kurang memperhatikan ilmu-ilmu Persia, dan Tunisia tergolong sangat banyak, yang berbasis logika dan filsafat kuat seperti di antaranya madrasah al-Ma’rad, al-Saffarin, ilmu kimia, fisika, kedokteran dll. Apalagi al-Halfa’iyyah, dan sebagainya. metode yang dominan di madrasah adalah Pada perkembangan berikutnya yang iqra’ (ceramah) dan imla’ (dikte) sehingga dipelopori oleh Dahhâk bin Muzâhim lebih merangsang budaya menghafal dari pada berkembang pendidikan ke arah yang memahmi. Ketiga, Aspek politik pemerintah. lebih sistematik, dan ditambahkan disiplin pengetahuan yang lain. Pada waktu itu murid Masa Perkembangan beliau mencapai 3.000 siswa. Lembaga pendidikan Islam di Indonesia Pembelajaran di Madrasah yang paling telah muncul dan berkembang seiring dengan utama adalah kajian al-qur’an dan al-hadist, masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. dengan dukungan bahasa Arab, serta kajian Lembaga pendidikan Islam telah mengalami kajian yang lain, di ataranya, ilmu yang perkembangan jenjang dari jenisnya. Seirama berkaitan dengan al-qur’an (tafsir, dan qira’ah dengan perkembangan bangsa Indonesia al-sabah), ilmu yang berkaitan dengan hadits sejak masa kesultanan, masa penjajahan dan (al-nasikh al-mansukh, dan musthalah hadits), masa kemerdekaan. Perkembangan tersebut kajian teologi, filsafat, fiqh, tasawuf, faraid. telah mengubah pendidikan dari bentuk Ilmui-lmu tersebut tergolong dalam ulum tradisional menjadi lembaga pendidikan naqliyahyangtermaktubdalamMukaddimanya formal dengan landasan pendidikan nasional Ibn Khaldun. Sedangkan yang tergolong seperti Madrasah yang saat ini kita kenal ulum aqkliyyah, yaitu; mantiq, aritmatika, bersama, Madrasah merupakan fenomena geometri, astronomi, musik, tarbiyyah, 86 | Ensiklopedi Islam Nusantara

modern yang muncul pada awal abad ke- 20 sangat bersifat lokal, pemberian pembelajaran dengan sebutan mengaca kepada lembaga tidak seragam, sering tidak ujian untuk pendidikan yang memberikan pelajaran mengetahui keberhaasilan siswa. agama Islam tingkat dasar, menenga, dan atas. Perkembangan lembaga pendidikan Islam Dengan demikian kehadiran Madrasah merupakan reaksi terhadap faktor-faktor yang dalam perkembangannya penuh dinamika berkembang dari luar lembaga pendidikan yang sangat kompleks. Pendidikan Islam yang secara taradisional sudah ada, terutama setidaknya mempunyai latar belakang: sejak munculnya pendidikan modern. Dengan kata lain perkembangan Madrasah 1. Sebagai manifestasi dan realisasi adalah hasil tarik menarik antara pesantren pembaharuan sistem pendidikan Islam sebagai lembaga pendidikan asli yang sudah ada dengan pendidikan modern. Madrasah 2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem merupakan perkembangan lebih lanjut pendidikan pesantren ke arah suatu sistem dari pesantren, suatu lembaga pendidikan pendidikan yang lebih memungkinkan keagamaan yang konon bentuknya sudah untuk menempuh jenjang yang lebih dikenal penduduk nusantara sejak zaman tinggi. hindu budha, di masa lalu pesantren hanya mengajarkan pengetahuan agama. 3. Sebagai upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang Dengan perkembangan yang sangat dilakukan pesantren dengan sistem pesat, dalam hal ini pendidikan di Madrasah pendidikan modern. sudah seharusnya menjadi perioritas dalam mencerdaskan pengembangan pengetahuan, Menulusuri sejarah pertumbuhan dan dan mampu menghadapi tantangan zaman perkembangannya, Madrasah ternyata dan bangsa. Madrasah merupakan hasil tidak dapat dipisahkan dari perkembagan perkembanan modern dari pendidikan masyarakat atau tegasnya seluruh kehidupan pesantren. Menurut sejarah bahwa sebelum masyarakat. Di antara aspek yang menonjol Belanda menjajah Indonesia, lembaga dalam mempengharuhi perkembangan pendidikan Islam yang ada adalah pesantren Madrasah itu sejak klasik ialah aspek politik yang memusatkan kegiatannya untuk dan pemikiran. Hanon mengatakan bahwa mendidik siswanya untuk mendalami ilmu Madrasah pada permulaan perkembangannya agama. Ketika Belanda membutuhkan tenaga merupakan lembanga pendidikan yang mandiri terampil untuk membantu administrasi (swadana dan swakelola), tanpa bimbingan pemerintah jajahannya di Indonesia, maka dan bantuan materil dari pemerintah. Kini diperkenalkannya jenis-jenis pendidikan Madrasah di Indonesia sudah mendapatkan yang berorientasi pada pekerjaan. Proklamasi perhatian pemerintah dan ditetapkan Kemerdekaan pada tahun 1945 ternyata sebagai model sumber pendidikan nasional. melahirkan kebutuhan banyak tenaga pendidik Selanjutnya seiring dengan perkembangan yang terampil untuk menangani administrasi zaman dan peta politik bangsa, Madrasah pemerintah dan untuk membangun negara dengan berbagai kebijakan pemerintah dan bangsa. Untuk mengimbangi kemajuan semakin mendapat pengakuan dan menempati zaman, di kalangan umat Islam, timbul posisi yang strategis karena peranannya dalam keinginan untuk memodernkan lembaga mencerdaskan kehidupan bangsa (cerdas pendidikan mereka dengan pendidikan intelektual cerdas emosional dan cedas Madrasah. Perbedaan Madrasah dengan spiritual) terasa semakin dibutuhkan. pesantren terletak pada sistem pendidikannya. Madrasah menganut sistem pendidikan formal Madrasah Diniyah adalah salah satu dengan pemberian ujian yang terjadwal dan lembaga pendidikan keagamaan pada jalur segala proses belajar seperti halnya sekolah. luar sekolah yang diharapkan mampu secara Sedangkan pesantren dengan kurikulum yang menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang Edisi Budaya | 87

pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah, lembaga-lembaga pendidikan agama, maka dalam menyelenggarakan pendidikan agama penyelenggaraan Madrasah Diniyah mendapat Islam tingkat dasar selama selama 4 tahun dan bimbingan dan bantuan Departemen Agama. jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu; Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah Madrasah Diniyah Wustho menyelenggarakan yang di dalamnya terdapat sejumlah mata pendidikan agama Islam tingkat menengah pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah. pertama sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Jenis Pendidikan Diniyah Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam Pendidikan Diniyah (keagamaan) di pelajaran seminggu; dan Madrasah Diniyah Indonesia ada beberapa macam, seperti; Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan majlis ta’lim, pondok pesantren, madrasah, agama Islam tingkat menengah atas dengan madrasah diniyah, perguruan tinggi dan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan univesitas di bawah naungan Kementrian Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 Agama. Model pendidikan diniyah dilihat dari (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam diakuinya ijazah (syahadah) oleh pemerintah per minggu. dapat dibagi menjadi dua. Dalam perkembangan berikutnya, Pendidikan Keagamaan formal pendidikan di Madrasah ini juga beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mengambil Pendidikan Keagamaan Formal adalah bentuk-bentuk lembaga pendidikan modern. lembaga pendidikan keagamaan yang Hal ini diperkuat dengan di undangkannya legalitas ijazahnya diakui oleh pemerintah UU Sistem Pendidikan Nasional yang Indonesia. Model pendidikan ini, terdapat dua ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. macam yaitu; Pendidikan Keagamaan yang 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama kurikulumnya diatur oleh pemerintah dan dan keagamaan memang menjadi babak baru Pendidikan Keagamaan yang kurikulumnya bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan diatur sendiri. di Indonesia, diakuinya adanya sekolah umum yang berciri khas keagamaan yang merupakan a) Pendidikan Keagamaan yang pengakuan atas keberadaan Madrasah dan kurikulumnya diatur pemerintah sekolah Islam. Karena itu berarti negara telah • Madrasah (Madrasah Ibtidaiyah, menyadari keanekaragaman model dan bentuk Madrasah Tsanawiyah, dan pendidikan yang ada di Indonesia. Madrasah Aliyah) • Pendidikan Tinggi Agama Islam Keberadaan peraturan perundangan (PTAI) tersebut telah menjadi ”tongkat penopang” • Univesitas Islam (UI) bagi Madrasah Diniyah. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah b) Pendidikan Keagamaan yang ini tidak banyak diketahui bagaimana pola kurikulumnya diatur sendiri pengelolaannya. Tapi karakteristiknya • Pondok Pesantren Mu’adalah yang khas menjadikan pendidikan ini layak (disamakan) untuk dimunculkan dan dipertahankan • Ma’had ‘Ali eksistensinya. • Madrasah Diniyah Sebagian Madrasah Diniyah khususnya Pendidikan Keagamaan non formal yang didirikan oleh organisasi-organisasi Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic Pendidikan Keagamaan non-Formal adalah School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah lembaga pendidikan keagamaan yang legalitas Indonesia merdeka dan berdiri Departemen ijazahnya tidak diakui oleh pemerintah Agama yang tugas utamanya mengurusi Indonesia. Keterangan lebih lanjut mengenai pelayanan keagamaan termasuk pembinaan Pendidikan Keagamaan Non Formal telah dijelaskan secara rinci dalam PP no. 55 tahun 2007tentangpendidikanagamadankeagamaan 88 | Ensiklopedi Islam Nusantara

pasal 22 yaitu bahwa “Pendidikan diniyah Islam Nusantara. nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al- Pesantren bukan hanya sebagai pusat Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain lembaga pendidikan yang konsen dalam yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformal mengkaji pengetahuan keagamaan (diniyah), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tetapi juga menjadi sumber pemahaman berbentuk satuan pendidikan. Pendidikan keagamaan masyarakat sekitarnya. Hubungan diniyah nonformal yang berkembang menjadi timbal balik antara pesantren dan masyarakat satuan pendidikan wajib mendapatkan izin lambat laun tidak bisa dipisahkan dan saling dari kantor Departemen Agama Kabupaten/ mempengarugi. Atas dasar ini, pesantren Kota setelah memenuhi ketentuan tentang merupakan bagian dari budaya setempat. persyaratan pendirian satuan pendidikan”, seperti; Kesimpulan • Pondok Pesantren • Majlis Ta’lim Diniyah (keagamaan) dalam tradisi • Madrasah Diniyah Takmiliyah. pendidikan Islam memiliki pemahaman yang luas, disebabkan seluruh pendidikan yang telah Titik singgung Diniyah dengan Islam berkembang sekarang dapat dihubungkan Nusantara dengan agama. Universitas Islam Negeri Jakarta program pasca sarjana misalnya, telah Pendidikan Diniyah, kususnya pesantren membuka studi Islam. Ia menyakini bahwa di Indonesia memiliki keunikan dari berbagai ajaran agama dapat dilihat dari berbagai aspek, hal. Perkembangan tradisi keilmuan dan termasuk dalam bidang pengetahuan. Hal pengetahuan Islam Nusantara tidak bisa ini menunjukkan bahwa pendidikan diniyah dilepaskan dari sejarah perkembangan mengalami kemajuan yang luar biasa, yang pensantren. Hal ini dapat kita lihat dalam awalnya hanya mengkaji permasaalan ibadah beberapa karya sarjana, yang konsen terhadap saja. perkembangan keilmuan dan pengetahuan [Ayatullah] Sumber Bacaan M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, Sa’dullah Affandy, Menyoal Status Agama-Agama Pra Islam (Bandung: Mizan, 2015). Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid 1, 3. H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) Haidar Putra Dauly, Pendidikkan Islam dalam System Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta; Pranada Media, 2004), Hasbullah, Sejarah Pendidikkan Islam Lintas Sejarah Perubahan dan Perkembangan, (Jakarta; LKiS, 2004), Akmal Hawi, Otonomi Pendidikan dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1, (Sulsel; MDC, 2006), Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004), Ari Furchan, Tranformasi Pendidikan Islam Indonesia, (Bandung: CV. Bumi Aksara, 2005), Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998), Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), H. Amin Haedari, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara, 2006), Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998), 30, Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan, (Bandung: FokusMedia, 2008), 2. Lihat juga Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Affandi Mochtar, Pendidikan Islam; Tradisi Keilmuan dan Modernisasi, (Yogyakarta: Pustaka Isfahan, 2008), Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2001), Edisi Budaya | 89

Dungo Dungo (bahasa Jawa) berasal dari Illustrasi santri sedang berdoa. kata do’a yang diambil dari bahasa Arab yaitu al-du’a berarti memanggil, Sumber http://www.andikafm.com/news/detail/2036/1 mengundang, meminta tolong, memohon, dan sebagainya. Do’a dalam al-Qur’an memiliki perubahan. Islam datang ke Nusantara dan banyak arti, diantaranya al-Nida’ (panggilan), mengubah tradisi dungo menjadi dungo yang al-Thalab (permintaan), al-Qaul (perkataan/ bernafas Islam. ucapan), al-‘Ibadah (ibadah), al-Isti’anah (minta pertolongan). Dungo dapat diartikan, Datangnya tokoh Wali Songo di bumi permintaan seorang hamba kepada Tuhan. Nusantara memiliki jasa besar dalam mengislamkan Nusantara, khususnya Jawa. Istilah Dungo berakar pada Bahasa Arab Wali Songo memiliki metode dakwah dan yaitu Do’a Istilah tersebut kemudian dijawakan pengajaran Islam yang unik, sehingga Islam menjadi Dungo. Kata dungo dalam masyarakat dengan cepat menyebar di belahan pelosok Islam Jawa memiliki kemiripan dengan kata Nusantara. Wali Songo menyebarkan ajaran jampi. Dalam masyarakat Indramayu terdapat Islam dengan tanpa membrangus tradisi yang istilah “dungo sholat, dungo zakat, dungo ada di Nusantara. Mereka memberi ruh ajaran puasa” atau “jampi sholat, jampi zakat, jampi Islam pada tradisi tersebut. puasa”, dan sebagainya. Persamaan makna dua istilah itu, masih ditemukan sampai sekarang. Masyarakat Nusantara boleh melakukan ritual mapag sri (ritual yang dilakukan Fungsi Dungo masyarakat Jawa menjelang musim tanam padi), tetapi ritual tersebut kemudian diisi Masyarakat Nusantara, khususnya Jawa dengan dzikir dan tahlil bersama. Ketika dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu salah satu keluarga hamil, masyarakat Jawa mengaturkan do’a. Dungo memiliki beberapa biasanya mengadakan ritual, tetapi ritual itu fungsi, di antaranya: tidak dihilangkan oleh Wali Songo, cuma ritual 1. Sebagai bentuk penghambaan makhluk itu diisi dengan membaca al-qur’an, biasanya membaca surat Muhammad, al-Rahman, pada sang Khaliq2. Sebagai amal ibadah Maryam, dan Yusuf. 3. Sebagai solusi dalam permasalahan dunia Tradisi yang dibangun Wali Songo masih dan akhirat dapat dijumpai hingga sekarang, khususnya 4. Sebagai media untuk meningkatkan dalam masyarakat Jawa. dimensi spritual. Sumber Bacaan Titik singgung Istilah Dungo dengan Syukriadi Sambas dan Tata Sukayat, Epistimologi Doa, Islam Nusantara (Bandung: TPK Warois, 2002). Praktek dungo dalam masyarakat Nusantara, sebelum datangnya Islam itu memiliki dua bentuk: pertama, ritual dengan mengucapkan jampi; dan kedua, hanya mengucapkan jampi. Dungo ditunjukkan pada roh nenek moyang dan dewa-dewa (dalam tradisi Hindu-Bhuda). Seiring dengan berjalanya waktu, tradisi itu mengalami 90 | Ensiklopedi Islam Nusantara

E Ela-Ela dan Kolano Uci Sabea


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook