Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Gence Membedah Anatomi Peradaban Digital

Gence Membedah Anatomi Peradaban Digital

Published by seputarfib, 2022-01-23 17:02:57

Description: Gence Membedah Anatomi Peradaban Digital

Search

Read the Text Version

Gence “Membedah Anatomi Peradaban Digital” Membedah Anatomi Peradaban Digital — 1

Dipersembahkan untuk kedua orangtuaku tercinta : Bapak Ir. Susilo Soekardi, Dipl HE., dan Ibu Romlah Nuryati ~Tauhid Nur Azhar ~ 2 — G.E.N.C.E.

Gence “Membedah Anatomi Peradaban Digital” Tauhid Nur Azhar, Bambang Iman Santoso, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, Adang Suwandi Ahmad, Suhono Harso Supangkat, Supra Wimbarti, Shelly Iskandar, Elvine Gunawan, FX. Wikan Indrarto, Budi Syihabuddin,   NGX Indonesia, Andhita Nurul Khasanah, Insan Firdaus, Dani Sumarsono,   Dody Qori Utama, Ian Agustiawan, Alila Pramiyanti, Ina Kurniati, Santi Indra Astuti, Nugraha P. Utama,  Duddy Fachrudin, N. Nurlaela Arief, dan Diana Hasansulama Membedah Anatomi Peradaban Digital — 3

Gence “Membedah Anatomi Peradaban Digital” c 2018 oleh Tauhid Nur Azhar, dkk. Hak cipta yang dilindungi undang-undang ada pada Penulis. Hak penebitan ada pada Tasdiqiya Publisher. ISBN 978-602-18495-9-0 Cetakan 1 : April 2017 Penulis: Tauhid Nur Azhar,  Bambang Iman Santoso, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, Adang Suwandi Ahmad, Suhono Harso Supangkat, Supra Wimbarti, Shelly Iskandar, Elvine Gunawan, FX Wikan Indrarto, Budi Syihabuddin,   NGX Indonesia, Andhita Nurul Khasanah, Insan Firdaus, Dani Sumarsono,   Dody Qori Utama, Ian Agustiawan,  Alila Pramiyanti, Ina Kurniati,   Santi Indra Astuti, Nugraha P. Utama,  Duddy Fachrudin, N. Nurlaela Arief, dan Diana Hasansulama Editor : Emsoe Abdurahman, Rizal Rickieno, & Insan Firdaus Penata Letak & Perancang Sampul: Endang Dedih & Husna Aghniya Ilustrasi: Muhammad Faisal Diterbitkan oleh Tasdiqiya Publisher Jl. H. Mukti No. 19, Cibaligo, Cihanjuang, Parongpong - Bandung Barat Telp. 022-86615556 HP/WA: 0838.2090.5097 e-mail: [email protected]; web: www.tasdiqiya.com Katalog dalam Terbitan (KDT) Nur Azhar, Tauhid Gence, Membedah Anatomi Peradaban Digital/Tauhid Nur Azhar Bandung, Tasdiqiya, 2018 502 hlm.; 150 mm x 225 mm ISBN: 978-602-18495-9-0 1. Umum I. Judul II. Emsoe 4 — G.E.N.C.E.

Pengantar Penerbit Tidak banyak kepastian di dunia ini. Satu dari yang sedikit lagi pasti itu adalah perubahan. Apalagi kalau kita berbicara peradaban manusia, perubahan adalah keniscayaan yang terjadi di dalamnya. Apalagi kalau pembahasan kita menukik pada yang namanya teknologi, sebagai salah satu bagian inti dari peradaban manusia, perubahan tampak begitu nyata. Pada beberapa dasawarsa terakhir, kecepatan perubahan dalam kehidupan umat manusia, yaitu ketika teknologi informasi dan komunikasi mendapatkan momentumnya, semakin menampakkan jatidirinya. Dunia kita pun berubah. Pola interaksi di antara manusia mengalami perubahan yang amat signifikan dan mendasar. Beragam hal yang hanya bisa diimpikan orang-orang terdahulu kini tampak nyata di depan mata. Arus perubahan ini nyaris seperti gelombang tsunami yang menyapu kota-kota dan menghanyutkan semua yang ada, termasuk kesadaran sebagain besar manusia. Pada satu sisi, mereka hidup dalam era perubahan yang amat cepat. Namun, pada sisi yang lain, mereka tidak paham dengan apa yang terjadi. Mereka terhanyut begitu saja dalam derasnya informasi, keterbukaan, kemudahan dan beragam ekses negatif dan positifnya perubahan zaman. Padahal, apapun namanya, sesuatu yang didasarkan pada ketidakpahaman biasanya akan melahirkan keburukan, ketertipuan, dan salah antisipasi. Membedah Anatomi Peradaban Digital — 5

Maka, kita perlu disadarkan dengan apa yang tengah terjadi dan kita rasakan hari ini, yaitu bahwa kita tengah berada di satu era yang belum pernah terjadi sebelumnya. Inilah era digital. Satu era yang namanya merangkum semua kemajuan yang terjadi, khususnya dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi beserta eksesnya dalam kehidupan umat manusia. Buku ini, Gence: Membedah Anatomi Peradaban Digital, yang diinisiasi oleh Dr. Tauhid Nur Azhar dan timnya, sejatinya hadir untuk tujuan tersebut. Kita akan diajak untuk mengenal apa dan bagaimana zaman di mana kita hadir sekarang. Apa baiknya. Apa buruknya. Bagaimana proporsional dalam menyikapinya. Dan, apa yang bisa dilakukan sehingga kita bisa mendapatkan, bahkan menghasilkan nilai tambah yang positif, di dalamnya. Ditulis oleh para pakar di bidangnya, menjadikan kehadiran buku ini menjadi amat berharga, sehingga layak untuk dibaca, di tengah masih minimnya publikasi karya-karya berkualitas dari anak negeri, terkait tema peradaban digital. Akhirul kalam, selamat membaca dan mendapatkan aneka informasi berharga tentang anatomi zaman di mana kita berada. *** Salam, Penerbit. 6 — G.E.N.C.E.

Pengantar Penulis Peradaban manusia niscaya selalu berkembang dan bertumbuh secara adaptif sebagai respons terhadap perkembangan kebutuhan yang sangat dinamik. Kemampuan kognitif manusia yang maujud dalam potensi intelijensia terstruktur yang berkembang menjadi kecendekiawanan telah melahirkan banyak sekali terobosan yang pada gilirannya mengubah secara begitu cepat sistem, model tata kelola, dan daya dukung kehidupan. Ilmu dan teknologi mendorong terciptanya proses eksploitasi sumber daya yang banyak mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan ekosistem dan kebersinambungan fungsinya. Ilmu dan teknologi juga mendorong perkembangan berbagai inovasi dalam proses komunikasi yang teramat penting dalam mempertahankan eksistensi diri dan kelompok. Berbagai perubahan interaksi sosial telah melahirkan berbagai budaya yang juga terus berubah seiring waktu. Kepentingan komunal dan individual dalam pemenuhan kebutuhan sebagai dasar dari aktualisasi diri termanifestasi dalam bentuk interaksi yang bersifat substitutif (saling menggantikan dan mengisi peran), komplementatif (saling melengkapi dan bersinergi), dan augmentatif (saling menguatkan dan memperkaya fungsi). Bahasa lisan dan tulis yang telah hadir sekitar 2500 s/d 3000 tahun lalu di peradaban Babilonia, Sumeria, dan Funisia berkontribusi secara luar biasa dalam mengubah Membedah Anatomi Peradaban Digital — 7

pola-pola interaksi di dalam sebuah peradaban. Dan saat ini kini kita tiba di era disrupsi teknologi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat, masif, dan bahkan dapat dikategorikan sebagai sebuah perubahan revolusioner. Faktor pemicu perubahan revolusioner ini bersifat multisebab dan hasil dari sebuah proses integrasi kecendekiaan yang bersifat lintas disiplin. Matematika, fisika, kimia, dan biologi telah melahirkan ilmu komputasi yang hari ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari mesin peradaban. Tim Berners Lee dengan world wide web nya dan Mark Zuckerberg dengan Facebooknya adalah salah satu contoh inovator yang telah menginisiasi lahirnya peradaban digital. Internet dan sosial media serta telekomunikasi seluler menjadi batu Rosetta yang kemudian menghadirkan pula dimensi baru dalam proses interaksi manusia. Maka, buku ini berupaya untuk mengupas dan “membedah” wujud peradaban baru yang bernama peradaban digital. Apa saja “jeroannya”, sejarahnya, perkembangan ilmu dan teknologinya, manfaatnya, dan tentu saja ekses-ekses yang dapat ditimbulkannya. Belasan penulis handal yang merupakan pakar di bidangnya terlibat dalam penulisan naskah idealis ini. Ada akademisi, perwira militer, praktisi IT, sampai psikolog, dokter dan psikiater bersama-sama menyumbangkan naskahnya yang berisi uraian dan solusi terhadap berbagai perkembangan peradaban digital di bidangnya masing- masing. Maka, besar harapan kami, buku ini dapat menjadi salah satu kitab rujukan tentang peradaban digital yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademis. Semoga materi yang terdapat di dalam buku ini dapat bermanfaat sebagai bahan belajar bagi kita bersama dalam menyikapi perkembangan peradaban yang sedemikian pesatnya. *** Ketua Tim Penulis, Tauhid Nur Azhar 8 — G.E.N.C.E.

Kata Sambutan Apresiasi kepada Dr. dr. Tauhid Nur Azhar yang telah membuat dan merangkai buku yang sangat komprehensif terkait dengan evolusi, revolusi sampai disrupsi peradaban manusia. Dimulai dengan sejarah peradaban manusia dengan tinjauan Historiografi, Neurobiologi, Teknologi Digital sampai dengan prakiraan masa depan manusia. Sudah hampir sepuluh tahun saya bertemu dan berkenalan dengan Dr. Tauhid Nur Azhar. Kami sering dan saling bertukar pikiran dan pandangan terkait perkembangan peradaban. Diskusi diawali dengan pengaruh teknologi digital yang berperan besar dalam perubahan gaya hidup dan berinteraksi. Dimulai dengan saat orasi guru besar saya di Balai Pertemuan Ilmiah ITB pada 28 Februari 2009, dengan tema Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Pembangunan Generasi Muda. Kaitan TIK dengan neurobiologi ternyata sangat kental, dari situlah, seminar, workshop, FGD dan yang terkait dengan perkembangan dan telaahnya menjadi bahan pembicaraan. Memberi insight atau mencari pencerahaan terbaik dalam pendampingan perubahanan generasi secara kontinu terus dilakukan. Pendampingan melalui organisasi profesi dan komunitas anak muda seperti Neuronesia, C gen, Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas dan lain lainnya menjadikan semakin pentingnya kolaborasi antar bidang, sektor maupun keahlian. Evolusi generasi X, Y sampai Z juga dibahas dalam buku ini secara gamblang besreta dengan contoh- contohnya. Hal ini memberikan gambaran tentang betapa Membedah Anatomi Peradaban Digital — 9

pentingnya suatu wahana yang tepat dalam mendampingi perubahan peradaban manusia. Ide buku dengan judul Gen C saya kira baik, akan memberikan ruang kepada semua generasi untuk siap melakukan kolaborasi, tetap berkreasi, berkoneksi untuk menhasilkan kultur dan karakter yang baik. Masalah urbanisasi adalah tantangan tersendiri dalam menghadapi kekomplekan kota, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, mobilitas sampai aspek sosial budaya. Model pembangunan kota cerdas tidak lepas dari pembangunan generasi ke generasi. Masa depan Generasi Z akan sangat berpengaruh dalam merancang, membangun dan mengelola kota yang nyaman, aman dan memberikan kebahagiaan yang berkelanjutan. Gen C yang merupakan kolaborasi X Gen, Y Gen, Z gen hingga Baby Boomers akan memberikan nilai tersendiri dalam pembangunan peradaban ke depan. Kota dengan kerumitanya dari pagi sampai pagi lagi, analogi dengan manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi. Penyakit kronis yang dimulai dengan mungkin sakit gula, asam urat dan lain-lain sama dengan kota yang banjir, macet maupun adanya kebakaran. Pendekatan kedokteran yang dimulai dengan sensing, diagnosis dan resep atau tindakan juga sama dalam menyelesaikan persoalan kota. Kalau dulu hanya dengan laporan asal bapak senang sekarang dengan kemajuan sensor perkotaan, memungkinkan tindakan kota didasarkan diagnosa masalah kota dari pengambilan sensor data multidimensi dan ribuan titik data secara real time. Konsep sistem cerdas memberikan suatu angin baru dalam menyelesaikan berbagai tantangan kota. Dengan kemajuan Big Data, Internet of Things , Cloud sampai dengan Co Creation memberikan suatu inovasi lompatan yang dikenal dengan disrupsi. Buku ini dirangkai menjadi lebih komplit dengan hadirnya beragam narasumber penulis baik dari psikologi, neurolog, rekayasawan dan lainnya. *** Hormat Kami, Prof. Dr. Suhono Harso Supangkat Penggagas Konsep Smart City di Indonesia, Pendiri Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas, Guru Besar ITB, dan Komisaris PT. Kereta Api Indonesia 10 — G.E.N.C.E.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 11

12 — G.E.N.C.E.

Daftar Isi PENGANTAR PENERBIT — 5 PENGANTAR PENULIS — 7 KATA SAMBUTAN — 9 PROLOG – Kita dan Peradaban Digital — 17 Bagian 1: Sejarah Peradaban Manusia: Tinjauan Neurobiologi dan Historiografi — 29 [1] Manusia, di Antara Keserakahan dan Agresi — 29 [2] Manusia dan Pola Adaptasi yang Dijalaninya — 40 [3] Mitos, Legenda, Budaya Literasi dan Peradaban Manusia — 47 [4] Neurobiologi Agresi dalam Sejarah Peradaban Manusia — 52 [5] Sejarah Perkembangan Jiwa Manusia — 57 [6] Mangan ora Mangan Sing Penting Mikir — 64 [7] Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Saat Ini — 69 [8] Teknologi Informasi dan Komunikasi Sejarah — 79 [9] Evolusi Komputasi: Teknologi yang Mengikuti Kemampuan Manusia — 90 Membedah Anatomi Peradaban Digital — 13

Bagian 2: Manusia dan Pilihan Hidupnya, Tinjauan Neurobiologi — 101 [1] Merenungi Makhluk Dua Kutub Bernama Manusia — 101 [2] Bagaimana Manusia Mengambil Keputusan dalam Hidupnya? — 104 [3] Dusta dan Pengingkaran: Kajian Neurobiologi Perilaku Korupsi — 118 [4] Hidup Itu Keputusan, “Should I Have Another Sate Buntel?” — 123 [5] Anarki Otak — 128 [6] Sekilas tentang Inferior Frontalis Gyrus — 132 [7] Otak Manusia Indonesia — 135 [8] Perilaku Manusia dan Daya Lentur Self di Era Digital — 145 [9] Kecerdasan Kolektif, Kecerdasan Kolegial, Kecerdasan Sistematik Fungsional, Antara Logika dan Pengetahuan Tumbuh — 160 Bagian 3 Gaya Hidup Digital dan Masa Depan Manusia — 169 [1] Dunia yang Dibandun dengan Pesan — 169 [2] Educere, Digital Society, dan Korupsi: Membangun Peradaban di Era Digital — 176 [3] Cyber Psychology: Pendekatan Fenomenologi Kata Kunci dan Status di Mesin Pencari dan Jejaring Sosial — 180 [4] Sistem Berpengetahuan-Tumbuh Terinspirasi — 207 [5] Sistem dan Model Peradaban Baru di Era Digital — 223 [6] Go Food yang Membuat Terperangah, Gendut dan Mudah Terengah — 235 [7] City Mindware — 251 [8] Beribroh dari Bencana untuk Membangun Smart People, Smart System, dan Smart Nation — 254 [9] Smart People for Smart Nation — 259 [10] Digital Nation — 263 14 — G.E.N.C.E.

[11] Geosmart 2016 (Sebuah Catatan) — 266 [12] Enzymatic Leadership — 273 [13] Peran PFC di Masa Turbulensi VUCA — 279 [14] Ideologi Feminisme di Era Digital Media — 309 [15] Smart Tourism — 331 Bagian 4 Peradaban Digital, Aneka Permasalahan dan Solusinya — 341 [1] Budaya Digital dan Perubahan Perilaku— 341 [2] Adiksi Internet — 337 [3] Gangguan Kecanduan Internet — 370 [4] Adiksi Gadget? — 392 [5] Ponsel dan Tumor Otak — 395 [6] Mengatasi Hoaks: Tantangan Masyarakat Digital di Indonesia— 398 [7] Cerdas Menyikapi Video Game di Era Digital — 410 [8] Mengungkap Kebenaran: Isu Kesehatan pada Peradaban Digital — 437 [9] Mindfulness, Multitasking, dan Tantangan Kesehatan Mental di Era Digital — 449 [10] Manusia X.0 — 449 Bagaimana Infrastruktur dan Sistem Transfortasi Cerdas Dapat Merubah Perilaku Masyarakat — 471 Mengelola Sampah dan Limbah Secara Berkesinambungan — 478 EPILOG: D’où Venons-Nous? Que Sommes-Nous? Où Allons-Nous? — 483 DAFTAR PUSTAKA — 497 SHORT CURRICULUM VITAE — 501 Membedah Anatomi Peradaban Digital — 15

16 — G.E.N.C.E.

Prolog Kita dan Peradaban Digital Oleh Tauhid Nur Azhar Teknologi informasi dan telekomunikasi yang berkembang secara disruptif telah melahirkan sebuah genre peradaban baru. Jika selama ini kita mengenal terminologi Gen X dan Gen Y, kini generasi yang terlahir setelah tahun 1995 dikenal sebagai Gen Z. Ada yang menyebutnya juga sebagai Gen C (Prof. Suhono Harso Supangkat, 2015). C sendiri adalah akronim untuk beberapa sifat dasar yang melekat pada generasi ini seperti: connected, creative, cooperation, co-creation, communication, dan collaborative. Ya, inilah generasi yang lahir seiring dengan semakin matang dan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan segala sistem dan piranti pendukungnya ini bahkan dapat dikatakan telah terintegrasi dengan teknologi yang melekat sebagai platform dan infrastuktur kehidupan mereka. Ada peneliti komunikasi dan gaya hidup yang menyebut Gen Z ini sebagai Gen Phi atau π, dengan ciri yang sebenarnya juga tidak jauh berbeda, kreatif, inovatif, dan egaliter. Keterikatan dan pada gilirannya ketergantungan pada TIK yang difasilitasi oleh suatu “keajaiban” rekayasa teknologi sosial yang bernama internet. Sejak konsep “world wide web” digagas Sir Tim Berners Lee, sampai di penghujung tahun 2016 saja di Indonesia menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Membedah Anatomi Peradaban Digital — 17

Indonesia) tingkat penetrasi pengguna jasa internet telah mencapai 132,7 juta orang dari total populasi 256,2 juta orang. Sekitar 69,9% pengguna internet melakukan koneksi dan mengakses data internet dari piranti seluler (mobile), atau sekitar 92,8 juta orang. Dari hasil survey sederhana dalam ruang lingkup terbatas dan durasi waktu singkat dengan bantuan aplikasi survey 1KA didapatkan data-data menarik yang dapat membantu kita memetakan kondisi serta persoalan yang mungkin akan kita hadapi di era ini. Dari 125 responden survey online 58,40% menyatakan internet dan aplikasi derivatifnya penting bagi kehidupan mereka. Sementara 40,80% menganggapnya sangat penting. Responden dalam survey ini diketahui campuran antara Gen Y dan Z (kelahiran 1980-2000). 18 — G.E.N.C.E.

Dalam hal konsumsi waktu untuk beraktivitas di dunia maya, proporsi terbesar responden berada pada rentang 2-4 jam, yaitu 35,48%, diikuti dengan kelompok yang memerlukan waktu sekitar 4-6 jam untuk beraktivitas di dunia maya, atau 23,39%. Sedangkan penggunaan sosial media sebagai representasi diri di jagat maya tergambarkan dari adanya sekitar 28% responden yang memiliki lebih dari 4 akun sosial media, diikuti oleh 27,20% mereka yang memiliki 4 akun. Membedah Anatomi Peradaban Digital — 19

Saat ini aplikasi sosial berbasis chat/percakapan yang mendominasi penggunaan oleh responden. Tercatat What’s App (WA) dipilih responden (32,80%) sebagai aplikasi yang paling sering digunakan, disusul oleh Line (28,80%). 20 — G.E.N.C.E.

Tentu hasil ini hanyalah representasi kasar yang belum dapat menggambarkan semua antroporegion generasi social anxiety karena kepribadian paranoia dan passive agressive (negativistic): takut tidak kebagian, takut tidak dianggap, takut tidak diakui, takut tidak berperan. Hal ini berakibat pada tumbuhnya kepribadian antisosial, narsis, kompulsif (uncontrolled), menjadi delusi dan halusinasi; tidak realistis, tidak berdasarkan fakta serta menimbulkan miskonsepsi. *** Dari hasil survey yang sama terungkap pula bahwa keberadaan gadget sebagai sarana untuk memasuki dan beraktivitas di dunia maya menjadi penting bagi 62,10% responden, dan keberadaannya menjadi sangat penting bagi 30,65% responden lainnya. Artinya, mayoritas responden beranggapan bahwa gadget adalah sesuatu yang penting dalam kehidupannya. Di sisi lain 59,20% responden merasa kehadiran gadget dan koneksivitas serta akses terhadap data yang semakin terbuka dan telah berkembang sebagai kebutuhan primer dapat memicu terjadinya stress mental dan kecanduan (adiksi). Membedah Anatomi Peradaban Digital — 21

Uniknya kelompok responden yang sama juga bersikap agak skeptis dalam memercayai suatu informasi yang bersumber dari mekanisme user generated content seperti yang dapat dilihat dalam bentuk Vlog, Blog, Story, ataupun Status. 56,45% responden merasa ragu terhadap validitas informasi yang dihasilkan oleh sesama warganet. 22 — G.E.N.C.E.

Paradoks lainnya terjadi dalam hal pendistribusian informasi, kebiasaan memforward dan membroadcast suatu informasi secara cepat dan masif, ternyata tidak diiringi upaya sistematik untuk memverifikasi info yang akan diteruskan tersebut. Sebagian besar responden memang menempatkan rasionalitas dan objektivitas informasi sebagai faktor penentu mereka meneruskan informasi tersebut (44,80%). Sementara ada 41,60% responden lebih menekankan pertimbangan mereka pada sumber berita. Dengan catatan, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa memverifikasi kesahihan dan keaslian sumber berita dan endorser di zaman ini tidaklah mudah. Dunia maya menyediakan begitu banyak kemungkinan dan ruang untuk lahirnya identitas paralel sampai batas yang tak terhingga. Sumber berita bisa siapa saja dan di mana saja. Membedah Anatomi Peradaban Digital — 23

*** Dalam satu perbincangan menarik dengan seorang dosen informatika di salah satu PTN, terungkap data sebuah penelitian bergenre social experiment di mana probandus atau orang percobaan yang terlibat dalam penelitian tersebut diminta untuk memasuki sebuah ruangan pengamatan. Kelompok yang diuji ini terdiri dari 4 pasang berbeda gender yang tidak saling mengenal dan berada dalam usia reproduksi aktif. Saat briefing sebelum memasuki ruangan diinformasikan bahwa kerahasiaan adalah kata kunci dari riset ini. Siapa saja yang masuk, apa yang dilakukannya dalam ruangan, dan saat nanti keluar semuanya hanyalah diketahui oleh peserta sendiri. Peserta masuk dari pintu yang berbeda dan keluarpun sendiri-sendiri tanpa pernah ada perkenalan formal di antara mereka. Ternyata, ruangan tempat mereka akan menjalani eksperimen itu gelap gulita. Bayangkan ada 4 pasang manusia di usia di mana reproduksi sangat aktif berada dalam satu ruangan yang digelapkan, tidak saling kenal dan kelak seusai acara pun tidak akan saling mengetahui identitas aslinya masing-masing. Dapat diprediksi bahwa setelah serangkaian proses aaptasi dan basa-basi, mulai terjadi hal-hal yang memang merupakan bagian dari insting primordial manusia. Kondisi nir-identitas dan tidak adanya 24 — G.E.N.C.E.

bentuk-bentuk konsekuensi atau pertanggungjawaban mendorong semua pasangan dalam ruang itu untuk berani memperturutkan instingnya yang impulsif. Sebaliknya saat peserta kelompok berikutnya diberitahu dengan detail proses yang akan dijalani, di mana di awal proses akan dimulai dengan perkenalan dan setelah berakhir juga seluruh peserta akan diminta untuk saling bersosialisasi satu sama lain. Maka, dalam kurun waktu yang sama yang terjadi dalam ruangan gelap itu hanyalah percakapan normatif dalam koridor asas kesopanan. Secara sederhana kita dapat menganalogikan kondisi komunikasi kita di dunia maya ke dalam kondisi eksperimen tersebut. Tanpa identitas (kecuali tapak digital dan alamat IP), yang mengaborsi tanggung jawab dan konsekuensi, maka muncullah insting-insting purba/primordial dalam model-model interaksi di ruang publik maya. *** Kondisi-kondisi yang terjadi seiring dengan maraknya perkembangan TIK dan internet tidak hanya itu saja. Ranah ekonomi berubah, pasar tradisional dan jalur penjualan konvensional nyaris punah. Mesin pun semakin cerdas dan bahkan sudah mulai memainkan peran sebagai “malaikat” yang selalu mengetahui apa yang tengah, sudah, dan akan kerjakan. Pikiran kita dibajak dan dianalisa dari jejak serta tapak yang ditinggalkan berupa artefak-artefak digital yang terserak. Coba buka dan lihat sejarah hidup kita di dunia maya lewat myactivity.google.com, kita nonton apa, buka gerai apa di marketplace, sampai berapa kali sehari buka IG, kelihatan semua. Termasuk bisa ditelusuri ulang dan dipelajari sistem siapa sebenarnya kita dan apa isi pikiran kita, bagaimana cara kita membuat keputusan, pilihan apa yang akan kita ambil? Terbaca semua melalui pengenalan pola yang memang secara matematik statistik dapat merepresentasikan pola baku yang kita acu dan berlaku. Jika ekosistem digital yang menjadi ruang hidup baru (terutama Generasi C/Z/π), apapun yang terjadi di *dioma* (digital bioma) sebagai *digitat* (digital habitat) generasi itu, dan juga kita, akan mempengaruhi otak, jaringan syaraf, dan pikiran. Baik secara langsung Membedah Anatomi Peradaban Digital — 25

ataupun tidak langsung. Karena menurut Shaw et.al. (2001) otak dan sistem syaraf memiliki kemampuan untuk berubah secara struktural dan fungsional sebagai bagian dari proses untuk beradaptasi dengan lingkungan. Sebenarnya, bukan hanya otak dan jaringan syaraf, bahkan sekarang diketahui ada mekanisme tertentu di DNA manusia yang mampu mengaktifkan atau menonaktifkan gen-gen tertentu berdasar pengaruh lingkungan dan pola aktivitas yang dilakukan oleh individu pemilik gen tersebut. Konsep itu kini dikenal sebagai epigenom atau epigenetik. Intinya baik sel neuron, otak, bahkan DNA itu bersifat plastis, persis seperti apa yang diungkap oleh William James dan juga Jerzy Konorski tentang perubahan adaptif neuron sebagai respons adaptif terhadap lingkungan. *** Bisakah kita bayangkan bahwa serangkaian perubahan dan berbagai pola yang menimbulkan gegar budaya di dunia maya yang menjadi dioma dan digitat bagi jutaan manusia akan hasilkan perubahan biologis yang nantinya akan menghasilkan lahirnya “karakter baru gen, neuron, otak, dan perilaku”? Woo Young Ahn et.al. dalam Current Biology, Edisi November 2014 merilis hasil riset timnya yang memetakan otak manusia dengan fMRI, dalam rangka mencari respons dasar biologis manusia saat menghadapi tantangan hidup yang membahayakan atau mempertahankan kehidupan. Ternyata, dari hasil riset mereka didapati fakta unik bahwa preferensi politik seseorang dipengaruhi juga cara mereka menyikapi tantangan dasar terkait mekanisme mempertahankan kehidupan. Insting primordial yang dalam teori Millon kerap disebut sebagai polarisasi, kutub kesakitan versus kutub kenikmatan. Ekses yang muncul dari preferensi pembentuk perilaku ini antara lain adalah proyeksi dan substitusi masalah ke dalam ranah psikososial yang antara lain akan menghasilkan budaya instan, ansietas sosial, neurotik, paranoid, passive agressive atau negativistik, narsis, kompulsif, delusional, dan anti sosial. Lengkap sudah masalah psikologi yang terjadi. 26 — G.E.N.C.E.

Akumulasi kondisi itu semua mengubah dan berubah karena otak (organik). Ada perubahan plastis karena pembiasaan atau habituasi di area prefrontal (dorsolateral prefrontal cortex), insula, hipokampus, amigdala, girus fusiformis, girus temporalis superior, thalamus, girus temporalis medial superior, lobus parietal inferior, presupplementary motor area, sampai korteks somatosensoris. Bayangkanlah bagaimana pengaruh informasi dalam dioma dan digitat berdampak biologis sedemikian masif di otak manusia. Maka, agar tidak berpanjang kata, dalam buku yang kini berada di tangan Anda, kami mencoba untuk mengupas tuntas apa yang sesungguhnya terjadi di *dioma* kita. Apa yang terjadi saat kita dan otak kita berinteraksi dengan teknologi. Lalu ke mana teknologi ini akan membawa peradaban manusia? Sederet pakar dan praktisi handal yang amat menguasai bidangnya siap berbagi dengan sidang pembaca, pikiran- pikiran mereka tentang sebuah peradaban yang telah lahir dan tumbuh di antara kita: “Peradaban Digital”. *** Membedah Anatomi Peradaban Digital — 27

28 — G.E.N.C.E.

BAGIAN 1 Sejarah Peradaban Manusia: Tinjauan Neurobiologi dan Historiografi (1) Manusia, di Antara Keserakahan dan Agresi oleh Tauhid Nur Azhar Manusia adalah entitas biologis yang dikaruniai akal dan kemampuan mengambil keputusan berdasarkan proses belajar dan pengamatan yang terakumulasi dalam pengalaman mental spiritual. Hidup yang dijalani menjadi sebuah medium yang dipenuhi dengan proses interaksi, komunikasi dan upaya konstruktif untuk menabalkan eksistensi diri. Hal ini pada gilirannya akan berimbas pada benturan kepentingan bermotif pemenuhan kebutuhan. Sejarah mencatat sejak era Paleolitikum, manusia— melalui seni komunikasi visual—telah menggambarkan berbagai proses pemenuhan kebutuhannya, yaitu melalui mekanisme berburu, kemudian beternak (domestikasi) dan bertani. Lukisan gua di Lascaux Perancis (dekat Dordogne) yang diprakirakan berasal dari masa sekitar Membedah Anatomi Peradaban Digital — 29

17.300 yang lalu, menggambarkan spesies seperti kuda dan rusa adalah sumber pangan yang merupakan hewan buruan. Periode manusia modern atau Homosapiens yang diduga berawal dari masa Pleistosen akhir telah melahirkan peradaban, yang tidak saja menghadirkan teknologi untuk mempermudah dan menjamin keberlangsungan hidup, tetapi juga melahirkan budaya kekerasan dalam upaya mempertahankan dan memperluas akses terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan hidup. Prediksi Thomas Robert Malthus soal ledakan populasi dan keterbatasan daya dukung bumi dalam memenuhi kebutuhan manusia penghuninya telah terbukti. Hal ini ditandai dengan munculnya persinggungan kepentingan yang berakhir dengan berbagai peristiwa destruktif. MANUSIA DALAM BELENGGU KELOMPOKNYA Secara psikospiritual, manusia secara bertahap terus berupaya mencapai derajat kesadaran yang ditandai dengan kemampuan untuk memaknai arti kehadiran dan anugerah berupa kesempatan untuk hidup dan berpikir. Cogito ergo sum, demikian Rene Descartes menyimpulkannya. Kita berpikir maka kita eksis. Pada perkembangannya aktualisasi diri berkembang tidak saja sebatas persoalan eksistensi, melainkan juga narsis atau narsisitas. Konsep ketakwaan yang berdasar pada fondasi akidah ketauhidan adalah perancang konstruksi dalam proses pembangunan derajat kesadaran tentang keberadaan makhluk. Ketenangan yang dinamis adalah wujud dari keseimbangan nalar dan sadar karena proses “mengingat” (zikir) yang menghantar pada pengetahuan yang mencerahkan dan memberi harapan bahwa ada tujuan yang menanti di ujung jalan pencarian (kehidupan). Manusia-manusia yang sadar diri dan sadar semesta akan bersifat partisipatif-kontributif dalam proses interaksi sinergis yang bersifat kolektif dalam menjaga keberlangsungan dan kebersinambungan manfaat yang menjadi rahmat bagi mereka yang berotak sehat. 30 — G.E.N.C.E.

Tapi equilibrium, keseimbangan, ataupun kondisi homeostasis di dalam proses interaksi yang dinamis kadang mendorong manusia untuk bersikap praktis, bahkan pragmatis, dan akhirnya tidak etis. Tata nilai yang dikembangkan secara kolektif sebagai cara untuk mengembangkan aturan yang menjamin rasa keadilan dan kesamaan tujuan acap takluk dan tunduk pada pola pikir, baik individual maupun komunal (berjamaah, crowd) yang bersifat impulsif-intuitif dengan ciri bersifat instan dan berorientasi pada pemuasan dan pemenuhan jangka pendek (bahkan sangat pendek). Pola ini melahirkan berbagai pendekatan yang bersifat eksploitatif secara masif yang biasanya akan diikuti pola rehabilitatif saat tersadar bahwa tindakan yang dipilih telah menimbulkan kerusakan, bahkan kehancuran. Maka, orang-orang yang bersifat antitesis inilah yang boleh jadi masuk dalam kategori munafik. Terlepas dari konsep kesadaran dan tingkat pemahaman terhadap kehidupan, upaya mekanistik manusia dalam pemenuhan kebutuhannya pada tahap-tahap selanjutnya berimbas pada penggunaan akal sebagai alat utama proses eksploitatif yang tidak jarang menjurus pada kekerasan dan agresi. Superioritas sekelompok manusia yang antara lain didapatkan melalui capaian akalnya yang maujud dalam ilmu dan teknologi kerap digunakan untuk menindas dan mengeksploitasi komunitas atau kelompok manusia lain yang berada di ekoregion yang berbeda. Kita, di Indonesia, punya catatan sejarah yang cukup kelam. Hal ini sebagai imbas dari perjanjian aneh antara Spanyol dan Portugis di Saragossa yang membagi dua belahan bumi sebagai daerah yang “berhak” mereka jajah. Kepulauan-kepulauan kita yang subur dan kaya rempah pun menjadi sasaran untuk dijarah. Perjanjian Saragossa sendiri disepakati pada tanggal 22 April 1529. Maka, saya tidak terlalu heran saat singgah di Bengkulu untuk mengisi seminar nasional di FK Universitas Bengkulu. Kala itu, saya sempat melihat sekilas benteng Marlborough di tepian pantai panjang yang menurut catatan sejarah dibangun di era Gubernur East Indies dari kongsi dagang Inggris, Joseph Callet, pada tahun 1714. Penguasaan teknologi, khususnya pada ranah transportasi (kapal, dan lainnya)—yang didukung teknik navigasi serta kartografi yang Membedah Anatomi Peradaban Digital — 31

berlandas pada perkembangan ilmu alam dasar seperti fisika dan matematika—telah mendorong terjadinya berbagai upaya pemenuhan kebutuhan (juga hasrat hedonia) yang bersifat ekspansif dan imperialistik. Hal ini antara lain dilegitimasi dengan nilai-nilai luhur yang dijadikan stempel (gold, gospel, glory). Conquerista ke barat telah membawa kehancuran peradaban Maya, Inca, Aztec dan lainnya, bukan saja karena kerakusan dan ketamakan bangsa penjajah saja, melainkan juga menjadi awal permutasi atau perpindahan mikroba patogen (penyebab penyakit) yang mematikan lintas benua dan peradaban. Fernando Cortez tidak hanya menjarah suku Inca, tetapi juga membawa virus influenza dan sejenisnya ke benua Amerika. Pergerakan manusia dan interaksi yang diwarnai benturan kepentingan serta hasrat mengamankan jalur pemenuhan kenikmatan menjadikan dunia ini sempit dan keras, bahkan kejam. Catatan sejarah Nusantara menunjukkan bahwa sekitar tahun 412-an penjelajah asal Tiongkok seperti Fa Hien telah sampai di Pulau Jawa. Untuk era saat itu, jangkauannya sudah dianggap sangat jauh. Namun demikian, CW Leadbeater, seorang tokoh teosofi asal Inggris, meyakini bahwa pertukaran dan komunikasi antarperadaban di Nusantara telah berlangsung dari masa jauh sebelum itu. Riset jejak genetik nenek moyang yang dilakukan oleh lembaga penelitian biologi molekuler Eijkmann di kepulauan Kei dan Tanimbar (di bawah pimpinan Dr. Herawati Sudoyo) menunjukkan adanya bukti-bukti awal varian haplotipe mtDNA (DNA mitokondria) yang menjelaskan asal usul penduduk kepulauan tersebut. Varian ini kemungkinan besar berasal dari generasi I migrasi besar Out of Africa sekitar 100 ribu tahun yang lalu. Memang, jejak sejarah dalam bentuk prasasti dan lainnya belum ada yang bisa menggambarkan kronologi sejarah di era awal peradaban Nusantara. Akan tetapi, berangkat dari legenda dan mitos yang berkembang dapat dilacak adanya proses akulturasi dan jejak interaksi antara penghuni asli Nusantara dengan peradaban lain yang ada di dunia. Tidak hanya jejak Lascaux sebenarnya yang dapat menggambarkan sifat dasar manusia yang condong manipulatif, egois, dan dikendalikan oleh kecemasan akan ketakterpenuhan kebutuhan. Secara visual, seni 32 — G.E.N.C.E.

artikulatif lain dalam bentuk gambar dapat dilihat jauh dari zaman lebih tua dari situs Lascaux (17 ribu SM), yaitu di Altamira sekitar 33 ribu tahun SM. Tentu saja, sesuai dengan zamannya, konten yang dituangkan belum tentu dapat menggambarkan sifat-sifat dasar manusia terkait dengan emosi dan perilaku. Namun, adanya kebutuhan dasar seperti pangan memang dapat dijadikan acuan dalam menganalisis karya seni dari era prasejarah. Risalah kitab suci samawi menggambarkan perilaku Habil dan Qabil atau Habel dan Kain yang diwarnai intrik karena rasa iri hati dan dengki. KESERAKAHAN DAN AGRESI Sesungguhnya, ketertarikan pada makanan dan sumber pangan pada akhirnya bermanifestasi pada ketamakan pada sumber energi. Tidak sekadar mereplikasi, bahkan bertiwikrama menjadi gurita nafsu yang membelit akal budi manusia. Lalu, bersamaan dengan terkooptasinya akal menjadi bagian dari conveyor belt manufaktur kepentingan, terciptalah berbagai produk dengan cita rasa seni tingkat tinggi yang maujud dalam strategi geopolitik yang kompleks sekali. Kompleksitas pikiran manusia dan kemampuannya merencanakan masa depan melalui skenario yang dikembangkan adalah konsekuensi dari potensi prokreasi yang bersumber dari berkembangnya kemampuan kognisi tingkat tinggi. Kemampuan manusia mengantisipasi imbalan (reward anticipation) yang dijalankan oleh fungsi limbik dan struktur subkortisol seperti ventral tegmental area dan nukleus akumbens menjadikan manusia selalu punya motivasi untuk mewujudkan harapan yang semula bersifat virtue atau gagasan nirmateri. Konsep kemerdekaan Indonesia misalnya, bukan sebuah konsep instan yang muncul begitu saja saat perang Pasifik menjelang berakhir, itu momentumnya. Akan tetapi, semenjak abad ke-17 perlawanan sporadis terhadap VOC yang mengekspansi perdagangan rempah- rempah di Maluku sudah menjadi bibit perlawanan untuk merebut kemerdekaan. Kapitan besar Telukabessy (Ahmad Leikawa) yang Membedah Anatomi Peradaban Digital — 33

memimpin pemberontakan di benteng alam Kapahaha memang dapat ditaklukkan, akan tetapi semangat merdeka yang dirasakannya terus bergelora dan merasuk sampai ke para anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang merumuskan konsep kemerdekaan secara lebih sistematis. Keserakahan dan kekuasaan pada gilirannya akan melahirkan kekerasan dan agresi. Sifat ini sebenarnya individual, tetapi dengan kemampuan manusia utk mengagitasi dan mengomunikasikan gagasannya yang sebagian merupakan bagian dari kesadaran komunal atau dalam pendekatan Carl Gustav Jung adalah justru ketidaksadaran bersama, manusia dapat saling mempengaruhi dan menggerakkan orang-orang yang memiliki kepentingan serupa atau beririsan. Sejarah mencatat pemimpin peradaban besar adalah juga orang yang mengobarkan perang dan mengorbankan jutaan jiwa demi membela ideologi atau “kepentingan” negara/suku/kelompok yang sudah tersakralisasi menjadi nilai suci yang sepadan ditukar nyawa. Persia versus Yunani Pernah dengar lomba Maraton? Sudah tahu sejarahnya? Sejarah lari marathon berawal dari perang antara Yunani versus Persia. Yunani bangsa berperadaban tinggi yang menghuni kepulauan dan daratan di sekitarlautanAegea.Peradabanmerekaterkenalkarenatelahmelahirkan konsep mitologi, teologi juga hermeneutika, silogisme, logika, serta demokrasi dan republik. Solon-lah cendekia yang menggagas bahwa setiap warga kota (citizen) berhak untuk menyampaikan pendapat dan keinginannya. Maka, konstitusi bernegara yang pertama secara demokratis dikenal sebagai konstitusi Solon. Sebaliknya, dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan dan nilai-nilai spiritualitas, kita mengenal Oracle dari Delphi, seorang pitia, pemuka agama berjenis kelamin wanita yang diminta untuk berbicara mewakili dewa atau tuhan. Di rekahan tanah gunung api yang mengeluarkan gas (solfatara, pitia akan duduk dan “trance” serta mengeluarkan kata-kata yang dipercaya sebagai gambaran masa depan. Ada kemungkinan kondisi ini terjadi karena efek halusinogenik dari gas vulkanik yang terhirup. 34 — G.E.N.C.E.

Kembali pada lari marathon, tampaknya kita harus mengupas soal bangsa Persia yang berkonflik dengan bangsa Yunani. Pada mulanya bangsa Persia adalah suku kecil yang dijajah oleh Babilonia dan Asyur. Mereka berasal dari pegunungan Asia yang terletak di sebelah utara Lembah Mesopotamia. Pada sekitar 520 SM ada seorang pimpinan suku bernama Kiros yang secara cerdik mampu mengalahkan Babilonia. Saat telah berkuasa, Kiros pun ingin mengamankan kepentingan sukunya dengan cara mengamankan sumber daya. Mulailah pencaplokan wilayah sekitar dilakukan Persia. Hal ini sama saja dengan yang dilakukan Nebukadnezar dari Babilonia. Pada sekitar 580 SM, dia menyerang dan mengusir orang Yahudi ke Babel. Kiros dan kemudian anaknya, Kambises merangsek ke utara, mendekati Yunani. Dan, Mesir pun jatuh ke tangan penguasa Persia. Bayangkan Mesir sebuah kerajaan dengan usia peradaban lebih dari 4500 tahun, di mana pada sekitar 5200 tahun SM, yaitu pada era Raja Menes, diduga ditemukan teknologi tembikar, bisa ditaklukkan. Lewat teknologi ini, kerajinan membuat alat rumah tangga dan berbagai perabot dengan sentuhan seni berupa gambar mulai diperkenalkan. Di tangan pasukan Kambises Mesir takluk. Selanjutnya Darius, penerus Kambises juga terus melakukan ekspansi dengan mengalahkan kota- kata Ionia (Yunani) yang berada di benua Asia. Sampailah suatu saat, pasukan Persia melintasi lautan dan memasuki daratan Eropa, Mereka mendarat di dekat kota Marathon. Panglima perang Yunani ketika itu, Miltiades, dengan gagah berani memimpin pasukan Yunani yang dapat mematahkan serangan pasukan Persia. Pasukan Persia yang mundur dari Marathon ternyata tidak kembali ke wilayah Persia (yang terbentang dari Mesir sampai India), melainkan mengarahkan armadanya langsung ke Athena (ibukota Yunani), di mana terletak Akropolis. Miltiades yang melihat kondisi ini segera mengutus seorang pelari cepat untuk memberi kabar kedatangan pasukan Persia ke Athena. Karena jalur laut memutar, maka dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan pelari yang melalui jalur darat. Setiba armada Persia di depan pelabuhan Athena mereka melihat pasukan Yunani sudah bersiaga. Pasukan Persia merasa jeri dengan kehebatan pasukan Membedah Anatomi Peradaban Digital — 35

Yunani yang baru saja mengalahkan mereka di Marathon. Melihat kesiapsiagaan pasukan Yunani di Athena, kota yang dipersembahkan untuk Dewi Athene yang dianggap sebagai penyelamat para pelaut Ullyses sebagaimana dalam kisah-kisah Homerus, armada Persia balik badan dan pulang ke wilayah Persia. Ketika kerajaan Persia diwariskan kepada Xerxes, ambisi Darius dilanjutkan. Xerxes mengirim pasukan sangat besar, kurang lebih satu juta orang. Pasukan ini terdiri dari berbagai kesatuan dari tanah jajahan yang terbentang dari Asia kecil sampai Mesir. Pasukan ini tampak sangat menakutkan. Mereka terdiri dari divisi-divisi dengan atribut sesuai dengan daerah asalnya yang beragam. Pasukan darat menyeberang melalui selat Bosphorus di Turki saat ini dan pasukan laut kembali langsung menohok Athena. Pemimpin Yunani saat itu adalah Themistokles memerintahkan pengosongan kota Athena dan segenap penduduknya diungsikan ke pulau kecil bernama Salamis. Pasukan Persia membumi hanguskan Athena, akan tetapi mereka tidak menemui seorang Yunani pun di sana. Saat mengetahui bahwa warga Athena ada di pulau Salamis, armada Persia terpancing oleh strategi Themistokles yang menghendaki pertempuran laut. Berbekal kapal-kapal kecil nan lincah, armada laut Yunani mengaramkan banyak sekali kapal-kapal besar armada Persia yang pada akhirnya mundur dan kembali ke wilayah Persia. Pasukan darat Persia pun dapat dikalahkan Yunani di daerah Platea (479 SM). Persia memutuskan tidak lagi menyerang Yunani. Kisah perseteruan Yunani-Persia ini tidak terlepas dari ego manusia yang ingin berkuasa. Mereka dikuasai oleh kecemasan kronis yang mendorong sifat destruktif dalam kerangka defensif, mempertahankan dan memproteksi kepentingan dan pemenuhan kebutuhan. Turki, Rusia, dan Konflik Suriah Sejarah kerusakan akibat agresi dan kekerasan di muka bumi bahkan terus berlanjut sampai hari ini. Isu paling hangat yang sedang menjadi trending topic dunia adalah jatuhnya kota Aleppo ke tangan pasukan pemerintah Suriah pimpinan Basyar Assyad. 36 — G.E.N.C.E.

Perang selalu menimbulkan korban, tidak hanya dari pasukan yang berperang tetapi juga korban kolateral yang terdiri dari masyarakat sipil yang tidak berdaya. Dan, kurva jumlah korban perang ternyata berbanding lurus dengan kemajuan teknologi persenjataan yang semakin canggih. Bom atom “Fat Boy” yang dilepaskan dari bomber Enola Gay di atas Hiroshima contohnya. Persoalan pemicu konflik dan perang sebenarnya dari dulu sampai saat ini tidak banyak berubah, kepentingan dan kebutuhan. Jatuhnya Aleppo dan baku tembak yang terus berlangsung saat ini misalnya menyisakan banyak cerita di balik konflik terkait dengan negara-negara yang terlibat di dalamnya. Ada perkara ideologi, pengaruh di kawasan, serta hal-hal yang sangat pragmatis terkait dengan penguasaan sumber daya dan posisi tawar dalam hubungan antarnegara. Turki dan Rusia misalnya, mereka berhadapan dalam dua kubu yang berbeda di Suriah, akan tetapi memiliki beberapa titik temu di mana mereka saling membutuhkan. Ada persoalan domestik Turki dengan isu separatis Kurdi. Penguasaan terhadap wilayah timur Suriah melalui operasi perisai Eufrat akan memisahkan kantong demografi sekaligus pertahanan Kurdi di Afrin dengan Kobane. Di sisi lain ada perjanjian saling menguntungkan dalam hal eksport gas Rusia melalui pipanisasi yang masuk melalui Laut Hitam. Dalam sektor pariwisata pun Rusia menyumbang devisa Turki melalui empat juta turisnya setiap tahun yang trendnya akan terus meningkat seiring dengan membaiknya daya beli warga Rusia. Situasi di luar medan perang seperti inilah yang seringkali tidak tercermin di lapangan. Pertempuran yang sesungguhnya tersembunyi di balik informasi yang merupakan konsumsi publik. Hal yang sangat menyedihkan dalam berbagai konflik yang terjadi adalah masyarakat tak berdosa yang selalu menjadi korban. Kerusakan dan kemungkaran terus terjadi di balik topeng kemunafikan. Perang dan Para Korbannya Perang tidak melulu berada jauh di pusat lahir peradaban. Bahkan, ada hal yang uniknya, yaitu daerah di mana peradaban manusia Membedah Anatomi Peradaban Digital — 37

lahir di sana pula konflik tak berkeputusan terjadi. Perang dan konflik antarnegara serta pakta kekuatan adalah representasi komunal dari dorongan personal yang terakumulasi dalam bentuk perseteruan koloni pikiran. Dan, hal-hal di luar dugaan dapat menjadi pemicu jatuhnya korban yang luar biasa. Apakah kondisi ini adalah bagian dari upaya untuk menyeimbangkan daya dukung dan kuantitas populasi? Apakah manusia menjadi predator bagi spesiesnya sendiri? Sebagai catatan jumlah korban jiwa di perang saudara Amerika Serikat, antara pihak Union dengan Konfederasi yang antara lain dipicu soal perbudakan dan HAM mencapai 620 ribu orang. Siapa yang tidak mengenal kisah pilu pertempuran di Gettysberg atau Antietam? Perang Dunia I yang melibatkan pihak Triple Entente (friendship, understanding, agreement) yang terdiri dari Prancis, Rusia, dan Inggris, serta belakangan juga melibatkan Jepang dan Portugal, melawan Central Power yang terdiri dari Mittelmachte (Jerman), Hungaria, Ittifak Devletteri (Turki Ottoman), dan Bulgaria yang dipicu antara lain oleh pembunuhan Pangeran Ferdinand dari Prusia di Sarajevo oleh Gabriel Panic, menelan korban sekitar 17 juta jiwa. Sumber: https://www.civilwar.org/learn/civil-war/battles/battle-gettysburg-facts-summary 3388 —— GG..EE..NN..CC..EE..

Perang dunia kedua menelan korban sekitar 60 juta jiwa. Peran tokoh yang diduga menderita gangguan personalitas ambang batas (borderless personaliti disorder/BPD), Adolf Hitler, sangat besar dalam memicu terjadinya perang paling berdarah dalam sejarah ini. Dari total populasi penduduk dunia yang saat itu berjumlah sekitar 2,3 milyar orang, sekitar 3 persennya menjadi korban. Perang Vietnam yang merupakan bagian dari perang dingin antara paham demokrasi dengan komunis mengakibatkan korban jiwa sekitar 1,353 juta orang, baik dari pihak Vietnam Selatan, Utara, dan Amerika. Kisah manusia yang sarat dengan peperangan dan kekerasan ini ternyata berawal dari sekitar 200 ribu tahun lalu. Tahun yang menurut kajian paleoantropologi diduga sebagai masa hadirnya manusia (Homo sapiens) di dunia. Uniknya dalam lini masa di mana manusia hidup dan bermula, spesies kita masih sempat berbagi ruang dengan Homo erectus yang diduga punah pada sekitar 143 ribu tahun lalu, juga Homo floriensis yang ditemukan di Liang Bua NTT (akan tetapi menurut Prof. Dr. Teuku Jakob, pakar paleoanatomi dari FK-UGM, hobbits atau manusia Flores adalah gambaran dari kondisi patologis kretinisme). Persinggungan terpanjang dengan spesies non sapiens lain adalah dengan Neanderthal yang diduga baru punah di sekitar 39 ribu SM. *** MMeemmbbeeddaahh AAnnaattoommii PPeerraaddaabbaann DDiiggiittaall —— 3399

(2) Manusia dan Pola Adaptasi yang Dijalaninya oleh Tauhid Nur Azhar Dalam perjalanannya, manusia dengan akal budi (kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik) yang unik mampu beradaptasi di berbagai ekoregion (biomassa, ekosistem, habitat) dengan berbagai kondisi iklim serta mempertahankan hidup dengan mengembangkan teknologi. Pakaian sebagai pelindung (bahan tentu sesuai dengan zaman) mulai dikenal berdasar artefak atau fosil dari sekitar 170 ribu tahun SM. Sedangkan jarum jahit ditemukan di Afrika sekitar 61 ribu SM. Sebagai bukti keberadaan manusia yang ditandai dari penemuan fosil, saat ini klaim fosil Homo sapiens tertua adalah manusia sungai Omo di Ethiopia yang diprakirakan berasal dari sekitar 190 ribu tahun SM. Manusia juga diketahui melalui era Sekian interglasial dari 130-110 ribu tahun SM dan bertahan, sedangkan spesies besar seperti Mammoth dan Cybertooth Siberian Tiger punah. Untuk detailnya, silakan untuk menonton Ice Age beserta sekuelnya ya. Selain berpakaian manusia juga mengembangkan alat berburu seperti tombak atau harpun berujung batu pada sekitar 94 ribu SM. Teknologi yang lahir seiring dengan kecerdasan prokreasi tentu memperturutkan pemenuhan kebutuhan, khususnya ketersediaan pangan. Seiring dengan perubahan iklim, seperti kelembaban yang tinggi di sekitar Sahara (kini gurun) dan sepanjang Mesopotamia maka sejak 14 ribu SM ditemukan bukti sudah adanya sistem pertanian yang masif dan terstruktur. Seni dan Adaptasi Manusia Sesungguhnya, budaya dan seni adalah ekspresi kecerdasan integratif manusia lainnya yang maujud dalam ritual ataupun karya yang mampu menggugah aspek kognitif, afektif, serta psikomotorik seorang manusia. Dia hadir karena manusia, siapapun dia, dari zaman old 40 — G.E.N.C.E.

sampai zaman now, pasti ingin gembira dan tidak mau melupakan bahagia. Maka, kita pun menemukan fakta bahwa alat musik telah hadir puluhan ribuan tahun lalu. Alat musik tertua yang ditemukan dari artefak di benua Eropa adalah flute alias seruling. Berasal dari sekitar 40 ribu SM, flute bahkan sudah digunakan pada saat Neanderthal masih menjadi bagian dari masyarakat. Preferensi dalam seni sebagai gambaran, sejatinya lahir bukan semalam dua malam saja, melainkan dari rahim pemikiran yang melibatkan asupan indra dalam bentuk rasa. Dia bermuara pada kecenderungan untuk suka dan pilihan untuk mempreservasi dan mereplikasi apa yang dirasa dan disuka dalam bentuk proyektif, kontemplatif, afirmatif, dan reflektif. Bagaimana thalamus dalam konteks lahirnya seni bekerja dengan kompartemen hipokampus dan juga hipotalamus memandu basal ganglia dan beberapa area Broadman untuk menghadirkan gerak terencana, sapuan kuas atau canthing yang terukur, tone dan pitch suara dengan rentang frekuensi yang mengalun, hingga turut mengonduktori diafragma dan otot perut agar menurut dan “mengurut” udara agar melewati plica vocalis dengan tekanan panjang beroktaf-oktaf. Maka, kita bisa kembali menengok era 35.000 tahun lalu yang diduga oleh Teh Wanda Listiani, sahabat istri saya dari STSI Bandung, sebagai era awal bentuk seni paling purba berupa gambar yang ditorehkan pada dinding batu dengan piranti batu dimulai. Prokreasi adalah duplikasi, adalah upaya manusia untuk menciptakan proyeksi lokus kontrolnya sendiri dalam bentuk kreatura yang dapat dibuat sesuka dan sesuai rasa menggambarnya. Maka, seni bukan hanya capaian keterampilan proses perencanaan motorik di girus depan sulkus sentralis belaka, bukan juga sekadar daya ingat dari hipokampus saja, melainkan daya pikat yang melekat karena adanya kepentingan untuk membuat duplikat alam nyata yang hadirkan ketenangan kendali melalui olah rasa. Maka, olah ruh perlu olah rasa yang maujud sebagai produk olah pikir dan secara aksiologis termanifestasi dalam olah raga. Kelenturan lengan, kelenturan pita suara, kecermatan pusat visual dan dengar Membedah Anatomi Peradaban Digital — 41

dalam menangkap tanda semesta adalah potensi sasmita yang semi eksklusif dimiliki manusia. Karena keluarga pavo alias Merak juga mengerti soal estetisnya ekor ilustratif dekoratif pejantan yang kaya motif dan didominasi spektrum hijau biru. Maka, Mbak Wanda yang meguru juga pada Profesor Tabrani, mengutip sumber shahih nan terpercaya (Janson, 1966) mewartakan pada kita bahwa karya seni rupa berupa gambar dikenal pada 20.000 tahun yang lalu, dimana era Paleolitik disematkan pada zaman itu. Di Eropa sana ada situs Lascaux di Perancis Selatan (sebagaimana telah disebutkan pada tulisan sebelumnya) dan di Indonesia ada situs Gua Mardua di Kalimantan Timur, di tempat ini dijumpai karya rupa yang hampir sama. Lukisan dinding gua dengan bentuk sederhana. Kuda dan telapak tangan. Kuda yang dipanah dan telapak tangan kiri seorang wanita (baca: istri). Di mana salah satu jari manisnya dipotong sebagai tanda berduka. Gambar gua ini bukan sekadar gambar, mereka adalah bentuk lain dari kata. Inilah kata-kata sederhana yang sarat makna karena mengubah simbol semiotika menjadi bunyi yang punya arti. Dan, kita pun jangan main-main gambar ini. Sebab, ini bukan sembarang gores bisu yang tak punya cerita. Ada banyak pesan dapat kita keduk dari sana. Pertama soal alat dan sarana yang tentu berkelindan dengan ilmu dan teknologi. Warna datang dari mana? Ini bukan soal sel-sel konus di bola mata ataupun spektrum foton yang terpantulkan dan diterima bagian retina. Bukan. Ini soal manusia dan aktivitas prokreasinya. Hitam dari arang dan spektrum kuning sampai cokelat dari palet pigmen bersumber mineral dan dedaunan yang dilarutkan dalam remedia konstituen berupa lemak hewan adalah capaian ilmu material yang mencirikan utilitarian benda. Sesungguhnya, manusia, simpanse, dan bonobo adalah sedikit makhluk yang punya kemampuan untuk menggunakan alat bantu atau yang dalam ilmu fisika dikenal sebagai pesawat. Manusia juga yang pada gilirannya mengenal potensi lemak sebagai pelarut dan media pensenyawa yang dapat mengawinkan dua unsur secara homogen ataupun tercampurkan dalam bentuk emulsi yang menjamin interaksi bisa menghasilkan sinergi dengan meminimalkan energi transformasi. 42 — G.E.N.C.E.

Manusialah yang kemudian memiliki seni identifikasi, mengenali karakteristik atom, unsur, dan membangun kerangka berpikir yang kelak dinamakan stoikiometri sampai energetika. Maka, walaupun saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Bu Wanda soal sejarah peradaban Nusantara, yang terbukti dari hasil penelitian Lembaga Molekuler Eijkman (Prof. Herawati Sudoyo, dkk) yang menemukan varian tua haplotip genetika mitokondria di kepulauan Kei, Tanimbar, dan sebagian Sundaland yang diduga pecahan benua Pangea atau Lemurian. (Hal ini menjadi bukti shahih bahwasanya bangsa Indonesia khususnya saudara-saudara kita di timur adalah generasi pertama gelombang migrasi out of Africa yang sebagian kembali ke arah Asia Timur (aborigin Taiwan) dan dari lembah Yunan dan Mekong datang ke daerah nenek moyang (Nusantara). Akan tetapi, saya sepakat soal hipotesa tentang fungsi seni di masa itu (pra-sejarah). Pada masa itu Kak Wanda berhipotesa seni adalah alat untuk mempertahankan kehidupan dan bagian dari warisan pengetahuan bagi generasi penerus (survival), juga ritual suci, dan punya manfaat baik estetika maupun praktis (utilitarian). Capaian prokreasi awal adalah keberhasilan merepresentasikan simbol dalam bentuk-bentuk geometri sederhana yang terasosiasi dengan objek nyata. Konsep ini dikenal sebagai piktografi dengan ciri simplifikasi dan stilisasi alias sederhana dan “diam”. Misal seperti yang ditemukan di Leang Pattakere Sulawesi Selatan. Piktograf yang dilukis di batu dan karang disebut petroglips. Kelak di zaman madya seni ini maujud dalam karya wayang kulit, beber, golek, sampai sendratari. Juga maujud dalam bentuk adibusana seperti batik tulis yang kini melegenda. Jangan salah, pada akhirnya area Broca dan Broadmann manusia menyintesiskan simbol verbal dalam bentuk bahasa, susastra, gerak, dan lukis ke dalam bentuk integratif seperti Ramayana yang diklaim India sebagai kisah luhur penuh Waskita dari kaum Brahmana. Bahkan, seorang Rabindranath Tagore pun sampai terbengong-bengong melihat sendratari Ramayana yang telah di akulturasi menjadi budaya integratif Jawa, “wir habe das Ramayana geschrieben, die Javanen aber tanzen es”, kata beliau yang lebih kurang artinya “weladalah ... kok iso ya cerito Soko bongsoku dadi seni kabudayane wong Jowo, tur uapiiik tenan je ...” Membedah Anatomi Peradaban Digital — 43

Tidak hanya itu saja, peradaban Mataram kuno membawanya menjadi abadi melalui seni relief dari batu gunung api yang ditata di seputar tubuh Candi Prambanan. Lalu ini masuk pengembangan seni yang mana? Ritualistik atau survivalis, atau utilitarian? Ya semuanya tentu saja. Ini ilmu hidup yang dilestarikan sebagai bagian dari bentuk keindahan yang disukai manusia. Dan si makhluk prokreasi itu, ya kita ini, mulai menilai hubungannya dengan semesta dan menjadikannya persoalan pribadi yang sarat emosi. Universalitas cemas tingkat dewa soal jalan hidup dan di mana ujungnya menghantar kita mencari serpihan makrifat dalam menyikapi hidup yang sesaat. Para filolog, psikolog, genealog, biolog, dan lainnya bersepakat budaya air dan tani serta domestikasi yang merupakan bentuk prokreasi menghadirkan magnitudo kebutuhan yang tereskalasi dalam bentuk aktualisasi diri tertinggi. Eksistensi. Siapa kita? Fenomena Alam dan Adaptasi Manusia Berbagai fenomena alam mewarnai sejarah peradaban manusia, zaman es yang ditandai dengan naik turunnya muka laut juga menentukan migrasi dan kolonisasi manusia. Sejak sekitar 100 ribu SM manusia sudah bermigrasi keluar dari Afrika. Orang Ainu misalnya sampai Jepang (Hokkaido) diprakirakan pada 16 ribu SM. Di kepulauan Taiwan dan Filipina ditemukan jejak Homo sapiens sejak sekitar 65 ribu SM. Menurut penelitian lembaga biomolekuler Eijkman di Kei dan Tanimbar, aborigin Taiwan dan mungkin Filipina adalah bagian dari migrasi balik generasi I out of Africa yang sudah mencapai kepulauan Nusantara. Persinggungan antar spesies atau hominid seperti bukti adanya jejak keberadaan Homo erectus dan Neanderthal mungkin sekali terjadi, karena proses migrasi yang dipicu oleh berbagai peristiwa alam yang menimbulkan perubahan geomorfologi seperti beberapa banjir besar dalam sejarah. Di era glasial akhir ada banjir yang menenggelamkan sebagian Eropa Utara khususnya Belgia pada 17 ribu SM, ada pula banjir besar di Amerika Utara (limpasan Danau Agazzis) sekitar 11 ribu SM. 44 — G.E.N.C.E.

Bencana katastropik lain adalah letusan super vulkano Toba sekitar 78 ribu SM yang menyebabkan terhentinya fotosintesa di sebagian rupa bumi yang mengakibatkan munculnya kondisi ekstrem nir cahaya nir oksigen yang memusnahkan sebagian besar populasi makhluk hidup di muka bumi. Banjir besar lain melanda daerah Laut Hitam, sekitar Turki saat ini, dan diduga inilah banjir di era Nabi Nuh, karena dekat dengan situs arkeologi gunung Judi dimana artefak yang diduga bahtera Nabi Nuh ditemukan. Dari tarikh geologi tercatat banjir tersebut terjadi sekitar 5600 SM. Tentu diperlukan bukti otentik terkait dengan kronologis penyebabnya dan lain-lain mengingat kejadiannya sudah berada di luar era glasial atau akhir zaman es. Adaptasi Teknologi, Hukum dan Pemerintahan Perubahan akibat gejala dan fenomena alam juga maujud dalam bentuk adaptasi teknologi. Berbagai proses domestikasi sumber pangan seperti domba dimulai pada 14 ribu SM, dan peternakan besar hewan ternak seperti sapi dimulai pada sekitar 8500 SM. Kuda dibudidaya sebagai alat angkut dan kendaraan perang pada sekitar 2000 SM. Uniknya ekspresi seni manusia juga maujud dalam bentuk tiga dimensi berupa patung yang merepresentasikan konsep diri seperti patung manusia “singa” (lion man) sekitar 38 ribu SM dan patung wanita, “Venus” pada sekitar 35 ribu SM. Peradaban yang tumbuh ini kemudian mengakumulasikan nilai dan proses serta algoritma yang tercipta dari pengamatan sistematika dalam bentuk-bentuk atau model yang diyakini dapat menjamin pemenuhan kebutuhan. Maka, mulailah muncul hukum, aturan, sampai pemerintahan. Adanya delegasi kuasa untuk mengatur dan memerintah demi terciptanya keselarasan pemenuhan kebutuhan yang dianggap harus berkeadilan serta ada jaminan terpenuhi melahirkan pemimpin- pemimpin komunitas yang memerlukan legitimasi dari kuasa “langit”. Raja Menes seperti yang sudah sempat dibahas di atas adalah contoh pemimpin yang mampu mempersatukan wilayah lembah Sungai Nil Hulu dan Hilir yang wilayahnya terbentang ribuan kilometer. Membedah Anatomi Peradaban Digital — 45

Konsep penguasa alam juga mulai diperkenalkan sebagai bagian dari keyakinan komunal. Ada konsep dewa seperti yang ada di Mesir kuno, Isis, Osiris, Baal, dan Astarte. Di peradaban Yunani ada mitologi dengan Zeus, Poseidon, atau Medusa dll. Di mana ada limit pada kemampuan manusia mencari jawaban terkait fenomena semesta, niscaya akan ada nilai supra natural yang tercipta. Tahun 2560 SM portal langit bangsa Mesir selesai dibangun, apalagi kalau bukan Piramida. Struktur pemakaman yang diasumsikan sebagai bandara menuju dimensi yang berbeda. Itulah manusia, makhluk pencari dan pemberi makna. Nilai emas misalnya, adalah nilai yang diciptakan budaya dan sebenarnya bersifat relatif. Bagi tinjauan fungsional fungsi Aurum secara kimia mungkin lebih bermanfaat daripada fungsi sosialnya, tetapi peradaban sejak era Varna Bulgaria 4000 SM menjadikan emas sebagai alat tukar bernilai tinggi, bahkan menjadi standar kemewahan dan gaya hidup dunia. Kini emas bahkan menjadi standar alat tukar yang menjadi acuan stabil dari alat tukar lainnya, misal uang dalam bentuk bank notes. Lalu apalagi yang dihasilkan manusia? Mana kekerasan dan agresinya? Perlu diketahui hampir setiap tahapan perkembangan peradaban selalu diwarnai pertempuran dan pertumpahan darah. Tidak hanya era Yunani-Persia, serbuan pasukan Makedonia sampai ke Asia Timur sekitar 320-an SM berlumur darah, Nebukadnezar dari Babilonia juga dikenal sebagai panglima yang ditakuti. Pada era yang lebih dekat dengan masa kini pertempuran dan pembunuhan seperti gelombang ekspansi Jengis Khan dari Mongolia yang lahir di lembah sungai Onon di pegunungan Burhan Haldun adalah penakluk dunia dari desa kecil di Karakoram. Tentu dengan pertumpahan darah dan korban jiwa yang bertumpuk-tumpuk. *** 46 — G.E.N.C.E.

(3) Mitos, Legenda, Budaya Literasi dan Peradaban Manusia Oleh Tauhid Nur Azhar Catatan sejarah yang bercampur baur dengan mitos dan legenda dapat menghantarkan kita pada sebuah jejak samar akan adanya “pertemuan” antar spesies, selain juga pertemuan kepentingan yang berakhir pada penguasaan sumber daya. Jawadwipa dan Swarnadwipa misalnya, adalah pulau harapan yang sedemikian menariknya karena terletak di busur api yang berarti sangat subur. Gemah ripah loh jinawi. Uniknya manusia dengan pikirannya itu sendiri selalu tiba pada dimensi yang nyaris tiada lagi berbatas antara alam materi dengan alam idea. Dalam sebuah kisah atau cerita ada fakta dengan bukti realitas berupa materi dan peristiwa dalam ruang waktu yang memang terjadi. Akan tetapi, ada pula bagian- bagiannya yang memang hanya berupa idea, fantasi, ataupun realita maya. Realita yang tentu saja fakta, tetapi di dimensi alam nirmateri. Bahasa Suara Legenda dan mitos menjadi bagian dari sejarah saat manusia yang mampu mengembangkan bahasa dari plika vokalisnya (pita suara), mengasosiasikan bunyi dengan arti (psikolinguistik), juga mulai mampu berkomunikasi dengan simbol-simbol visual. Bunyi yang dapat membangun persepsi melalui serangkaian proses asosiatif dan korelasi simbol/nada dengan sejumput makna, pada sekitar 4800 SM mulai dipindahkan pada bentuk grafis. Simbol-simbol bunyi seperti piktogram dan hieroglif mulai dikenal. Meski kodifikasi arti ini sulit, tetapi manusia mulai dapat mendokumentasikan nilai dan pengalaman pikiran dalam bentuk literasi yang dapat disebarluaskan. Membedah Anatomi Peradaban Digital — 47

Bahasa Visual Maka, bangsa Akkadia, Assyria, Babilonia, dan Chaldea, Persia, dan Hitti hadir untuk mengubah takdir. Manusia bukan lagi sekadar mesin biologi tapi sekumpulan alat pikir. Tablet piktograf Uruk dari 3000 SM menjadi penanda lahirnya matematika, statistika, dan juga ekonometrika. Tabel, kolom, dan angka menjadi bagian tak terlepas dari nasib manusia. Di era yang hampir sama, nun di sisi selatan bumi, di lembah sungai Indus tepatnya, lahir dan berkembang pula lokus budaya Mohenjo Daro. Sebaran budaya tulis mulai menghasilkan catatan sejarah dalam bentuk prasasti, codex, manuskrip, sampai kitab-kitab ilmu sejalan dengan penemuan kertas di era Tiongkok kuno pasca penggunaan papirus di Mesir atau Lontara di Nusantara. Bangsa Sumeria juga yang dengan gagahnya melakukan sistematika dan mencetuskan birokrasi “Dewa” dengan mengklasifikasi secara hirarkial berbagai kekuatan yang diduga bertanggung jawab terhadap terciptanya sebuah fenomena. Entah berhubungan atau tidak, tapi yang jelas strata tertinggi dari dewa Sumeria adalah Dewa Anu. Padahal “anu” di Jawa adalah kata ganti serba guna yang sakti mandraguna untuk menyelesaikan setiap kebuntuan definisi yang dihadapi manusia. Anu nya, anu itu adalah anu ku, dan anu nya mereka. Maka anu dan anu dapat melahirkan banyak anu. Di mana anu ku dan anu mu akan menghasilkan anu kita. Bahasa Tulis Maka, makna dan simbol bermuara pada proses pencarian Tuhan. Lahirlah alfabet dan rangkai kata yang hasilkan makna. Raja Ahiram dari Phoenicia telah berkata-kata tidak hanya lewat suara, tetapi juga serangkaian gambar yang disepakati bersama secara ideografi dan silabus (syllabel). Sama dengan Ts’ang Chieh dari daratan Cina yang telah menggambar piktograf matahari, bulan, kayu, air, hujan, dan api yang dapat dirangkai menjadi cerita. 48 — G.E.N.C.E.

Bangsa Assyria punya cara lebih sederhana dengan model kuneiform alias huruf paku dan di era Ptolemic di Mesir terbitlah cerita tentang Cleopatra I. Lahirlah sastra. Jauh sebelum itu ada tablet Rosseta dan kode Hamurabi (1800 SM) kitab hukum pertama yang mengatur konsensus manusia tentang tata cara hidup bersama. Lalu lahirlah media baru seperti papirus dan tinta nila (Eber Papirus) yang berkembang dengan semakin banyak alternatif ditemukan untuk menyampaikan pesan dan warisan pengetahuan. Pi Sheng (1023- 1063) menemukan kertas dan cetak kayu, lalu di abad jelang milenia hadirlah Gutenberg dengan alat cetaknya yang dapat menggandakan Injil sebagai buku baku yang pertama. Budaya tulis dan silang budaya interspesies yang berbau mitos juga terjadi di tanah Jawa. Masih ingat atau tahu kisah Aji Saka? Ada beberapa antropolog dan arkeolog serta sejarawan meyakini sesungguhnya adalah utusan kaum Arya India untuk menguasai tanah Jawa. Daya pikat Nusantara dapat dibaca dalam karya Dennis Lombard (Nusa Jawa Silang Budaya yang telah diterjemahkan dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama). Nama Aji Saka dalam tradisi India sebenarnya adalah Saka Ji, atau bangsawan dari bangsa Shaka. Diduga diutus oleh Raja Vaisvasvata Manu melalui salah satu raja bawahannya di wilayah barat (Raja Ring Ranishka) melalui sebuah ekspedisi ke Jawa pada tahun 78 SM. Berkembanglah legenda tanah Jawa bahwa Sakaji yang aseli orang Shaka (ada tokoh Shaka di film Avatar yang tampaknya berhubungan dengan legenda ini) datang sebagai penyelamat tanah Jawa. Pada saat itu, sebagai bagian dari tradisi yang mungkin terkait dengan Paganisme, ada budaya tumbal atau mengorbankan manusia untuk dipersembahkan darahnya bagi penguasa alam (Gaia). Salah satu tokoh antagonis yang menjadi simbol kecemasan bawah sadar manusia Jawa yang notabene adalah “panci genetik” manusia, sekumpulan gen berbagai bangsa yang menyatu menjadi manusia Nusantara, adalah Prabu Dewata Cengkar. Sosok menyeramkan yang digambarkan bertubuh raksasa dan berperilaku biadab. Apakah ini Membedah Anatomi Peradaban Digital — 49

bagian dari persinggungan spesies? Neanderthal masih ada di Eropa sampai 39 ribu SM, apakah Dewata Cengkar adalah representasi spesies lain homo? Sebagaimana kisah Ramayana di India, Rama, Lesmana, Sinta, dan Gunawan Wibisana dapat digambarkan sebagai representasi ras Aria atau homo sapiens. Tapi jenis hominid lain yang lebih menyerupai primata termanifestasi dalam bentuk vanara/wanara alias kera. Misal Hanoman, Hanggada, Anila, Sugriwa, Subali, dan makhluk mutan semacam Kapisraba beserta kawan-kawannya. Adapun Rahwana, Kumbakarna, dan Sarpakanaka adalah representasi Neanderthal yang kuat dan bertubuh besar, hmmm apa begitu ya? Mohon dimaklumi ya, ini hanya sebatas hipotesa saja. Aksara Jawa diajarkan lewat transisi budaya lisan, jadi ada ceritanya. Alkisah ada utusan datang dan tercipta konflik yang diakhiri perkelahian yang berakibat fatal, begitu kira-kira cerita yang menjadi dasar mengajarkan huruf-hurufnya. Apakah cerita tersebut otentik atau tidak kita tidak tahu. Akan tetapi, sebagai sebuah metoda pedagogik yang konsepnya menyerupai pneumonik dengan singkatan dan cantolan memori yang menarik bagi otak, belajar pun menjadi asyik. Dan kini tentu saja era Tim Berners Lee menyatukan dunia lewat literasi digital yang tak perlu lagi sabak, papirus, dan arang. Kini era silika dan rare earth element berperan mengubah wajah peradaban. Tapi jangan lupa, masih ada para “nabi” peradaban yang mewakili kewaskitaan piktograf dan simbol yang perlu penghayatan lahir bathin lewat simbol cantik bahasa langit yang disebut batik. Maka canthing adalah pena semesta yang hadirkan kesadaran seorang seperti sahabat saya Imang Jasmine yang tercerahkan, untuk berkabar pada dunia tentang proses pencariannya yang tiada akan pernah berakhir. *** 50 — G.E.N.C.E.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook